SUKABUMIUPDATE.com - Keputusan Elon Musk untuk mengubah nama platform media sosial global Twitter menjadi X telah memicu salah satu rebranding paling kontroversial dalam sejarah teknologi. Langkah ini bukan hanya sekadar penggantian logo burung biru ikonik dengan huruf X yang minimalis, melainkan sebuah upaya radikal untuk menanggalkan identitas yang dikenal miliaran orang demi sebuah visi futuristik.
Di tengah transformasi ini, sentimen publik yang secara aktif diukur melalui polling spontan di platform itu sendiri menunjukkan adanya kerinduan yang mendalam dan perlawanan yang signifikan terhadap perubahan tersebut. Diskusi ini mengungkap adanya pertarungan sengit antara nilai merek emosional yang sudah tertanam dan ambisi Musk untuk menciptakan aplikasi segalanya (Everything App).
Polling Musk dan Sentimen Publik Pertarungan Sengit antara Warisan Merek dan Visi 'Everything App'
Polling yang muncul di X seperti pertanyaan spesifik apakah nama X harus dikembalikan menjadi Twitter, mencerminkan adanya perpecahan tajam di antara basis pengguna. Bagi banyak pengguna lama, memilih "Ya" untuk kembali ke nama Twitter bukan hanya masalah preferensi desain; itu adalah suara yang menentang hilangnya emotional brand equity dari platform yang telah menjadi bagian dari identitas sosial dan budaya mereka selama lebih dari satu dekade.
Baca Juga: 1.616 Pencari Kerja Padati Career Day, Dewan Kota Sukabumi Dukung Generasi Muda Siapkan Karir
Old-X aka Twitter| Foto: Pixabay
Polling ini berfungsi sebagai termometer sosial non-ilmiah yang mengukur sentimen kasar publik secara real-time dan, bagi Musk, kadang-kadang menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan bisnis yang unik. Penggunaan polling oleh Musk yang bersifat crowdsourcing ini unik, menjadikan platform bukan hanya tempat interaksi, tetapi juga ruang di mana keputusan perusahaan yang biasanya tertutup diumumkan dan dipertanyakan secara terbuka.
Perubahan nama dari Twitter menjadi X didorong oleh satu tujuan mendasar: transformasi menjadi "Aplikasi Segalanya" (Everything App) sebuah model yang sukses diadopsi oleh WeChat di Tiongkok. Musk berpendapat bahwa nama "Twitter" terikat pada komunikasi teks singkat dan tidak relevan untuk platform yang ingin mencakup video berjam-jam, langganan kreator, dan yang paling ambisius, layanan keuangan dan pembayaran (X Money).
Perubahan ini selaras dengan obsesi Musk terhadap merek "X" sebagai sinyal disrupsi total. Namun, di sisi pengguna, kerinduan akan burung biru didasarkan pada nilai merek yang sudah tertanam secara kultural. Twitter adalah media sosial yang jelas dan kata kerja global yang melambangkan percakapan instan. "X" masih terasa generik dan kabur, menciptakan kebingungan tentang fungsi utama platform ini di mata pengiklan dan pengguna baru.
Visi Everything App yang didengungkan Elon Musk sepenuhnya bergantung pada kemampuan X untuk meluncurkan dan mengoperasikan layanan keuangan dan pembayaran yang disebut-sebut sebagai "X Money." Namun, transisi dari platform media sosial ke institusi finansial adalah salah satu pivot teknis paling menantang dalam sejarah digital. Secara teknis, infrastruktur X saat ini harus dirombak total untuk menangani akurasi transaksi bernilai tinggi, bukan hanya volume postingan.
Baca Juga: Reset Indonesia: Dandhy Laksono dan VoB Bersua di Kaki Cikuray
Hal tersebut mencakup pembangunan sistem anti-penipuan (anti-fraud) berstandar perbankan dan memastikan enkripsi data tingkat finansial serta keandalan uptime yang sangat tinggi. Di sisi regulasi, tantangan bahkan lebih besar, di mana X harus memperoleh lisensi pengiriman uang (money transmitter licenses) di setiap yurisdiksi dan mematuhi regulasi KYC (Know Your Customer) dan AML (Anti-Money Laundering) yang ketat. Semua ini harus dilakukan tanpa mengganggu basis pengguna yang sudah ada, menjadikan transisi ini sebagai operasi compliance dan hukum yang masif.
Melihat langsung pada thread polling (Commentary Elon Musk News @elonmusknews30), yang mempertanyakan potensi perubahan nama kembali, terlihat jelas bahwa sentimen Pro-Twitter (Pilihan A) mendominasi secara signifikan. Balasan yang didominasi oleh kata "Yes," "A," atau "Twitter" menunjukkan adanya ikatan emosional dan praktis yang kuat dengan identitas lama si Burung Biru Twitter.
Para pengguna yang mendukung kembali ke Twitter secara tegas menyatakan bahwa mereka harus selalu mengoreksi diri ketika berbicara ("Out on Twitter, I mean X…") dan bahwa istilah "X" terasa generic serta mengganggu kebiasaan bahasa yang sudah terbentuk. Data ini menjadi bukti nyata bahwa nilai merek lama yang telah menjadi bagian dari leksikon global tidak dapat dihapus hanya dengan perubahan logo dan domain.
Analisis lebih lanjut dari komentar pengguna mengungkap bahwa perlawanan ini bukan hanya tentang estetika, tetapi tentang kejelasan fungsi. Sementara minoritas mendukung visi "X" sebagai entitas masa depan yang baru, mayoritas pengguna menyoroti bahwa platform masih berfungsi sebagai media sosial utama mereka.
Baca Juga: Menaker Jelaskan Alasan UMP 2026 Belum Diumumkan
Sebagian pengguna lain mengajukan solusi hibrida, seperti penggabungan logo atau pilihan ikon aplikasi, menandakan bahwa mereka mengakui perubahan tersebut, tetapi tetap berharap ada jembatan yang menghubungkan antara warisan masa lalu dan masa depan. Secara kolektif, balasan ini menyiratkan bahwa X telah memenangkan pertempuran branding formal, tetapi masih berjuang memenangkan hati dan memori pengguna.
Meskipun akun seperti Commentary Elon Musk News (@elonmusknews30) secara eksplisit menyatakan bahwa mereka tidak berafiliasi dengan Elon Musk secara langsung, popularitas dan engagement masif yang dihasilkan oleh polling mereka seperti perdebatan tentang perubahan nama X menunjukkan peran signifikan yang dimainkan oleh fan page dan akun komentator dalam membentuk narasi dan mengukur sentimen publik terhadap perubahan di platform tersebut. Akun-akun ini berfungsi sebagai kanal penting yang memanfaatkan brand dan nama Musk untuk memicu diskusi, menghasilkan data opini yang cepat, dan secara tidak langsung mencerminkan dinamika antara visi sang pemilik dan harapan komunitas pengguna, membuktikan bahwa bahkan konten yang digerakkan oleh penggemar memiliki dampak nyata dalam ekosistem media sosial yang kini menjadi X.
Pada akhirnya, sampel balasan polling ini mengirimkan pesan yang kuat kepada tim manajemen X: bahwa ada biaya signifikan yang harus dibayar atas pengabaian emotional brand equity Twitter. Meskipun Elon Musk memiliki komitmen tak tergoyahkan terhadap visi Everything App, resistensi dari basis pengguna ini menunjukkan bahwa implementasi layanan "X Money" dan fitur-fitur baru lainnya harus sangat transformatif. Kegagalan untuk mewujudkan visi futuristik ini secara cepat dan nyata akan memperpanjang periode keraguan merek, dan kerinduan akan burung biru kemungkinan akan terus bergema dalam setiap polling yang muncul di platform yang kini bernama X itu, bagaimana dengan Updaters?



