Amicus Curiae untuk Tempo dari Mantan Ketua Dewan Pers

Sukabumiupdate.com
Sabtu 15 Nov 2025, 15:29 WIB
Amicus Curiae untuk Tempo dari Mantan Ketua Dewan Pers

Mantan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dalam workshop SEJUK yang membahas upaya penerapan aturan PPIK. (Sumber : Dok. SEJUK).

SUKABUMIUPDATE.com - Mantan Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, memberikan pandangan hukum sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan untuk mendukung Tempo dalam perkara gugatan Rp 200 miliar yang diajukan oleh Menteri Pertanian, Amran Sulaiman. Selain itu, Arif Supriyono, mantan Tenaga Ahli Dewan Pers, turut melakukan hal yang sama.

"Hari ini kami menyerahkan amicus curiae dari Bu Ninik Rahayu dan Mas Arif Priyono," ujar Ketua Divisi Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Erick Tanjung, Jumat, 14 November 2025, dikutip dari Tempo.co.

Erick menuturkan, dokumen sahabat pengadilan itu diserahkan oleh salah satu staf AJI pada Jumat siang. Amicus curiae itu diberikan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Intinya mereka menyampaikan bahwa gugatan Menteri Pertanian Amran Sulaiman terhadap Tempo ini mengancam kemerdekaan pers," tutur Erick.

Baca Juga: Lewat Fun Run Forum Pemred Gaungkan Good Journalism

Hakim juga dinilai perlu mempertimbangkan bahwa kewenangan mengenai sengketa pemberitaan telah diatur dalam Undang-Undang Pers. Sehingga gugatan tersebut harus ditolak dan dikembalikan ke Dewan Pers.

Amicus curiae Ninik Rahayu terdiri dari 16 halaman. Ia mengemukakan pandangannya, di antaranya pemberitaan yang dimuat Tempo sama sekali tidak mengandung unsur perbuatan melawan hukum.

Ninik menyitir pandangan Ahli Hukum Belanda, Asser Rutten dalam buku Handleiding Tot De beofening Van Het Nederlands Burgerlijk Recht yang menjelaskan, "penghinaan melalui media cetak (drunkpers), pencetakan (drukker) dan penerbit (uitgever) tidak dapat digugat berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata; gugatan berdasarkan Pasal 1372 KUH Perdata hanya bisa diajukan apabila tujuannya (oogmerk) menghina; tujuan (oormerk) untuk menghina dianggap tidak ada, bila pelaku nyata-nyata bertindak untuk kepentingan publik".

Baca Juga: Viral Aturan Tilang 2026 Denda Manual Naik 150%, Benarkah? Ini Penjelasan Faktanya

Menurut Ninik, gugatan perbuatan melawan hukum, sebagaimana diatur Pasal 1372 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, harus diikuti pembuktian terlebih dahulu unsur-unsur pencemaran nama baik. Ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 juncto Pasal 311 KUH Pidana. "Sehingga dengan tanpa membuktikan terlebih dahulu unsur-unsur pencemaran nama baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 310 juncto Pasal 311 KUH Pidana sebagai ketentuan perbuatan melawan hukum yang bersifat khusus, menjadikan gugatan tersebut kabur," tulis Ninik.

Sementara itu Arif Supriyono, dalam amicus curiae terpisah, menyitir Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Beleid itu menjamin kemerdekaan pers sebagai hak asasi manusia. Pasal 15 mengatur wewenang Dewan Pers untuk menyelesaikan sengketa pemberitaan atau karya jurnalistik.

Aturan itu diperkuat oleh perjanjian kerja sama antara Dewan Pers dengan Kepolisian pada 10 November 2022. Perjanjian itu menyepakati bahwa setiap sengketa pemberitaan yang dilaporkan pada Polri, terlebih dulu dimintakan ke Dewan Pers. Apabila Dewan Pers menyatakannya sebagai sengketa pemberitaan, penyelesaiannya melalui mekanisme di Dewan Pers. Jika sebaliknya, dapat diproses secara pidana atau perdata.

"Kesepakatan serupa (nota kesepahaman) juga dilakukan antara Dewan Pers dengan Kejaksaan Agung pada 25 Juli 2025," tulis Pemimpin Redaksi Indonesiainside.id itu. Substansi kesepakatan tersebut, kata dia, serupa dengan perjanjian kerja sama antara Dewan Pers dengan Kepolisian.

Hal ini juga sebelumnya diperkuat oleh surat edaran Mahkamah Agung pada 30 Desember 2008. Dalam surat yang disebarkan ke semua ketua Pengadilan Tinggi dan ketua Pengadilan Negeri itu, Ketua MA memerintahkan untuk meminta pendapat Dewan Pers lebih dulu jika ada laporan sengketa pemberitaan.

Sumber: Tempo.co

 

 

Berita Terkait
Berita Terkini