Impor Etanol Bebas Tarif Ancam Petani Tebu, Slamet Desak Pemerintah Tinjau Ulang

Sukabumiupdate.com
Senin 22 Sep 2025, 11:50 WIB
Impor Etanol Bebas Tarif Ancam Petani Tebu, Slamet Desak Pemerintah Tinjau Ulang

Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS drh Slamet. | Foto: Fraksi PKS

SUKABUMIUPDATE.com - Anggota DPR RI Fraksi PKS drh Slamet menyampaikan kritik dan catatan penting terhadap kebijakan impor etanol bebas tarif sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 Tahun 2025. Hal ini ia sampaikan dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR RI bersama Menteri Pertanian RI di Senayan.

Legislator asal daerah pemilihan Sukabumi ini menilai, meski kebijakan impor etanol dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan energi terbarukan dan menekan harga, namun ada dampak serius yang berpotensi merugikan petani lokal dan melemahkan industri gula nasional.

“Dengan dibukanya impor etanol tanpa kuota, rekomendasi teknis maupun pembatasan lain, harga bahan baku lokal seperti tetes tebu akan tertekan. Petani tebu yang sudah menanggung biaya produksi, perawatan, dan tenaga kerja, akan kesulitan memperoleh margin yang adil. Ini jelas mengancam keberlanjutan usaha mereka,” tegasnya pada 19 September 2025.

Baca Juga: FOLU Net Sink 2030 Butuh Rp 400 T, Slamet Desak Roadmap Pendanaan yang Jelas

Selain berdampak pada petani, Slamet juga menyoroti risiko terhadap industri hilir, khususnya produsen etanol dan pabrik gula yang selama ini menyerap tetes tebu lokal. Penurunan harga bahan baku berpotensi menimbulkan penumpukan stok tetes tebu di pabrik gula, yang bukan hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga menimbulkan persoalan lingkungan. Padahal, saat ini Indonesia masih mengalami surplus produksi etanol dan tetes tebu dalam negeri.

Ia merekomendasikan agar pemerintah meninjau kembali Permendag Nomor 16 Tahun 2025 dengan mempertimbangkan penerapan kuota, rekomendasi teknis, atau mekanisme safeguard.

Pemerintah juga perlu memperkuat hilirisasi dalam negeri dengan meningkatkan kapasitas produksi etanol lokal, mendorong diversifikasi bahan baku, dan menetapkan skema kompensasi atau margin harga yang aman bagi petani. Selain itu, percepatan implementasi kebijakan biofuel blending harus dilakukan secara adil dan transparan agar ada kepastian penyerapan produksi etanol lokal.

“DPR RI melalui Komisi IV akan terus mengawasi pelaksanaan kebijakan ini bersama kementerian terkait. Jika terbukti impor etanol bebas tarif merugikan petani dan menekan industri gula nasional, kami akan meminta pemerintah melakukan revisi atau pembatasan kembali. Kepentingan petani dan ketahanan pangan dalam negeri harus menjadi prioritas utama,” kata Slamet.

Berita Terkait
Berita Terkini