Ketika Siluman Bertemu Quantum: Kuantum China Jadi Tantangan bagi Kedaulatan Udara Indonesia

Sukabumiupdate.com
Sabtu 01 Nov 2025, 09:56 WIB
Ketika Siluman Bertemu Quantum: Kuantum China Jadi Tantangan bagi Kedaulatan Udara Indonesia

Radar Kuantum vs. Teknologi Siluman bukan soal jet tempur, tapi kemampuan mendeteksi yang tak terlihat. Revolusi teknologi ini menuntut respons dan investasi besar dari Indonesia mengamankan wilayah udara. (Ilustrasi: Canva)

SUKABUMIUPDATE.com - Dalam beberapa tahun terakhir, kabar tentang pengembangan radar kuantum China yang mampu mendeteksi pesawat siluman menjadi perhatian serius komunitas pertahanan global. Berita ini datang di tengah perlombaan senjata global yang semakin intens, di mana teknologi stealth atau siluman telah menjadi penentu utama superioritas udara.

Bagi Indonesia, sebuah negara kepulauan dengan kedaulatan udara dan maritim yang luas, perkembangan teknologi disruptif ini memiliki implikasi strategis yang tidak bisa diabaikan, menjadikannya tantangan baru yang menuntut evaluasi ulang postur pertahanan dan investasi teknologi Indonesia.

Teknologi radar kuantum yang dikembangkan University of Science and Technology of China (USTC) merupakan sebuah revolusi dalam dunia deteksi, beroperasi berdasarkan prinsip quantum entanglement (keterikatan kuantum) di mana pasangan foton terjerat berperilaku sebagai satu sistem koheren meskipun terpisah jarak jauh.

Dengan memanfaatkan properti mekanika kuantum ini, teknologi tersebut berpotensi besar untuk mengatasi kelemahan radar konvensional, di mana ia mampu mendeteksi objek stealth dengan akurasi tinggi karena tidak bergantung pada pantulan sinyal radio klasik.

Baca Juga: Tunda Pelaksanaan SAMAN dan Lindungi Kebebasan Berekspresi di Internet

Selain itu, radar kuantum juga dijanjikan dapat bekerja efektif dalam berbagai kondisi cuaca dan sangat sulit di-jamming atau diinterferensi, menjadikannya ancaman nyata bagi teknologi pesawat siluman yang menjadi andalan pertahanan modern.

Isu radar kuantum menunjukkan bahwa alutsista konvensional cepat usang di hadapan teknologi disruptif.Pertahanan Indonesia kini dihadapkan pada tantangan kesenjangan teknologi: antara radar konvensional yang kita miliki dan revolusi kuantum yang terjadi di dunia. Investasi pada riset dasar kuantum adalah keharusan strategis (Gambar Ilustrasi:Canva).

Implikasi Langsung bagi Pertahanan Indonesia

  1. Ketergantungan pada Alutsista Konvensional

Ancaman radar kuantum memperjelas risiko ketergantungan pada Alutsista konvensional yang dimiliki Indonesia saat ini, di mana sistem radar yang diandalkan seperti RAS-2 Seaspray untuk Kapal Cepat Rudal (KCR-60M) TNI AL, EL/M-2221 untuk korvet SIGMA, atau radar Maritime Patrol pada CN-235 semuanya adalah radar konvensional.

Radar-radar ini dirancang untuk mendeteksi pesawat non-siluman dan semakin berisiko menjadi usang dalam menghadapi ancaman modern yang mencakup teknologi siluman, apalagi teknologi radar kuantum yang jauh lebih canggih, yang menunjukkan adanya celah kapabilitas yang krusial.

  1. Kesenjangan Teknologi yang Melebar

Indonesia menghadapi kenyataan kesenjangan teknologi yang melebar dengan negara-negara di kawasan yang terus mengembangkan pesawat siluman generasi terbaru, seperti Chengdu J-20 China, Sukhoi Su-57 Rusia, dan bahkan upaya regional melalui KF-21 Korea Selatan. Perkembangan ini menuntut Indonesia memiliki kemampuan deteksi yang setara untuk menjaga keseimbangan regional. Tanpa adanya investasi yang signifikan dan terarah dalam penelitian kuantum, Indonesia berisiko tertinggal jauh dalam perlombaan teknologi pertahanan, sebuah situasi yang dapat mengancam posisi strategisnya di masa depan.

Baca Juga: Jadwal Fase Grup Timnas Indonesia U-17 di Piala Dunia 2025

  1. Ancaman di Laut Natuna dan Perbatasan

Wilayah perbatasan Indonesia yang luas dan strategis, terutama di Laut Natuna (Laut China Selatan), Selat Malaka, dan Perairan Sulawesi, menjadi semakin rentan terhadap intrusi. Jika pesawat siluman dapat beroperasi tanpa terdeteksi oleh radar konvensional yang kita miliki, maka kedaulatan udara dan maritim Indonesia berada di bawah ancaman yang tidak terlihat. Pengembangan radar kuantum yang mampu mendeteksi platform stealth ini secara efektif meningkatkan ancaman di perbatasan, karena kemampuan musuh untuk bersembunyi akan berkurang drastis, sekaligus menyoroti kerapuhan sistem deteksi kita sendiri.

Peluang dan Tantangan bagi Indonesia

Menghadapi tantangan ini, Indonesia juga dihadapkan pada peluang dan tantangan yang saling berhadapan. Di satu sisi, ada Peluang untuk melakukan kolaborasi riset dengan China atau negara lain dalam teknologi kuantum, serta pengembangan bersama di dalam negeri melibatkan BRIN dan BPPT untuk mewujudkan maritime domain awareness yang lebih superior.

Namun, di sisi lain, Tantangan yang harus dihadapi tidaklah ringan, meliputi biaya penelitian yang sangat tinggi, keterbatasan SDM ahli fisika kuantum yang spesifik, serta infrastruktur pendukung untuk riset teknologi tinggi yang belum memadai.

Baca Juga: Pemkot Sukabumi dan Pemkab Gorontalo Jalin Kerja Sama Penguatan Tata Kelola Daerah

Respons TNI dan Kementerian Pertahanan

Respons TNI dan Kementerian Pertahanan (Kemhan) terhadap tantangan modernisasi ini telah tercantum dalam dokumen seperti Rencana Strategis TNI 2020-2024. Dokumen ini menekankan pentingnya modernisasi sistem radar pertahanan udara, pengembangan pusat riset teknologi pertahanan, dan kerja sama internasional dalam transfer teknologi.

Walaupun demikian, implementasi nyata dalam konteks teknologi disruptif seperti radar kuantum masih terkendala oleh anggaran untuk penelitian teknologi disruptif yang masih sangat terbatas, yang mana investasi besar dibutuhkan untuk mengejar ketertinggalan di bidang frontier teknologi ini.

Para pengamat teknologi dirgantara mengatakan,untuk mengatasi kesenjangan teknologi dan ancaman masa depan, diperlukan Rekomendasi Strategis yang terstruktur. Ini harus dimulai dengan Pendekatan Bertahap, yaitu dengan memulai penelitian dasar di LAPAN (kini bagian BRIN) dan BRIN, berkolaborasi dengan universitas lokal (seperti ITB dan UI), dan membangun program pertukaran ilmuwan.

Selain itu, harus ada Prioritas Investasi melalui alokasi dana khusus untuk penelitian kuantum, pengembangan laboratorium fisika kuantum, dan pelatihan SDM di luar negeri. Terakhir, penting untuk memperkuat Kerja Sama Regional, baik dengan bergabung dalam konsorsium penelitian ASEAN, menjalin partnership dengan China dalam Belt and Road Initiative yang bisa mencakup riset teknologi, atau melakukan Joint development dengan negara maju lainnya seperti Korea Selatan atau Jepang.

Baca Juga: 100 Relawan Gabungan Bantu Penanganan Dampak Banjir Cisolok Sukabumi

Bagi Indonesia, ini adalah sinyal untuk segera mempercepat riset dan modernisasi sistem deteksi guna menjaga kedaulatan udara di masa depan.Pengembangan radar kuantum di tingkat global berpotensi mengubah total aturan main dalam peperangan udara, mengancam superioritas teknologi siluman (stealth). Bagi Indonesia, ini adalah sinyal untuk segera mempercepat riset dan modernisasi sistem deteksi guna menjaga kedaulatan udara di masa depan (Gambar ilustrasi: Canva).

Kesiapan Industri Pertahanan Dalam Negeri

Industri pertahanan dalam negeri, yang diwakili oleh PT Len dan PT Dirgantara Indonesia (PT DI), telah menunjukkan kapabilitas dalam pengembangan radar konvensional, sistem komunikasi militer, dan integrasi sistem pertahanan.

Namun, kesiapan industri pertahanan dalam negeri untuk melakukan lompatan ke teknologi kuantum membutuhkan upaya yang jauh lebih besar. Hal ini menuntut adanya investasi jangka panjang yang masif, dukungan politik yang konsisten untuk menjaga keberlanjutan proyek riset, dan Roadmap teknologi yang jelas yang mengintegrasikan kemampuan industri, akademisi, dan lembaga riset negara.

Perkembangan radar kuantum China bukanlah sekadar berita sensasional yang lewat, melainkan merupakan warning atau sinyal serius bagi Indonesia. Ini menegaskan perlunya kesadaran kuantum di tingkat strategis. Indonesia harus segera meningkatkan investasi dalam penelitian dasar, secara aktif membangun ekosistem inovasi teknologi pertahanan yang terintegrasi antara militer, industri, dan akademisi, serta menyiapkan strategi menghadapi teknologi disruptif yang akan mendefinisikan peperangan masa depan.

Masa depan pertahanan Indonesia tidak lagi ditentukan hanya oleh jumlah pesawat atau kapal perang yang dimiliki, tetapi yang terpenting, oleh kemampuan untuk menguasai teknologi masa depan termasuk komputasi dan sensor kuantum yang akan menjadi penentu utama kedaulatan negara.

(Sumber: Physical Review Letters, Kemhan RI, Rencana Strategis TNI 2020-2024, Analisis BRIN 2024)

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini