SUKABUMIUPDATE.com - Belakangan ini, sebagian wilayah di Kabupaten Sukabumi kembali diterpa bencana hidrometeorologi seperti longsor, banjir dan kekeringan yang kerap melanda wilayah Sukabumi setiap musim penghujan. Hal itu diduga terjadi bukan hanya karena peningkatan curah hujan melainkan adanya degradasi lingkungan yang terjadi di beberapa wilayah.
Hal itu juga disoroti oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang menganggap bahwa bencana di Sukabumi diduga akibat adanya bukaan lahan atau perubahan tata ruang. “Jadi problem Sukabumi itu satu, alamnya akut rusak,” kata Dedi.
Menyambut hal itu, pembalakan liar dan alih fungsi lahan yang terjadi di lereng Gunung Salak, tepatnya di Blok Cangkuang, Desa dan Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi turut dikeluhkan warga, pasalnya warga menganggap kawasan hulu yang seharusnya menjadi daerah resapan air justru kini mengalami degradasi lingkungan.
Baca Juga: Pemkot Sukabumi dan Pemkab Gorontalo Jalin Kerja Sama Penguatan Tata Kelola Daerah
Tim Advokasi Warga Cidahu dari Fraksi Rakyat, Rozak Daud, menjelaskan bahwa sebelumnya Blok Cangkuang dikelola secara ketat melalui skema Hak Guna Usaha (HGU) dan berdampak positif bagi lingkungan sekitar. Namun, sejak dua tahun terakhir kawasan itu justru terbuka dan dirusak oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Ada pembiaran dari penegak hukum terhadap keresahan publik atas pembalakan pohon di kawasan Halimun Salak Cidahu. Pengrusakan ini sudah lama terjadi, tapi tidak ada penegakan hukum. Apakah harus menunggu bencana dulu baru rakyat disalahkan?,” kata Rozak.
Di sisi lain, ia juga menyoroti lemahnya respons aparat penegak hukum, yang dinilai melakukan pembiaran meski masyarakat sudah lama menyampaikan keresahan mereka melalui berbagai media. Oleh sebab itu pihaknya mendesak penegakan hukum dalam kasus tersebut.
“Pemerintah daerah jangan diam. Kades Cidahu harus diingatkan, karena pembiaran sama saja dengan ikut merusak. Harus ada tindakan hukum yang nyata. Jangan hanya menunggu laporan, tapi turun langsung agar kerusakan tidak semakin meluas," tegasnya.
Baca Juga: Buruh Sukabumi Minta Kenaikan UMK 2026 Jadi Rp 4 Juta Kurang Sedikit
“Kami meyakini ada pihak yang merasa tanah itu sudah menjadi miliknya, padahal statusnya masih tanah negara. Mereka berlindung dengan dalih sebagai pemohon hak, lalu seenaknya merusak lahan. Ini jelas bentuk keserakahan,” tambahnya.
Masih dalam hal yang sama, tokoh masyarakat setempat, Rohadi (75), menyebut aktivitas penebangan pohon secara masif di Blok Cangkuang telah berlangsung sejak dua tahun terakhir. Ia memperkirakan belasan ribu pohon telah ditebang secara ilegal.
"Dulunya kawasan itu tertutup dan dijaga ketat oleh pengelola HGU. Sekarang gerbang hutan dirusak dan dibuka oleh orang-orang tak bertanggung jawab. Di dalamnya sudah dibuat jalan baru,” ungkapnya.
Rohadi menambahkan, kerusakan hutan tersebut berdampak langsung terhadap kondisi air dan lingkungan warga.
"Air yang dulu jernih, sekarang cepat keruh walau hanya hujan ringan. Kolam penampungan yang biasanya penuh, kini hanya terisi separuh," ucapnya.






 
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
 