Sejarah Para Ratu Metal yang Mengguncang Dunia, Bukan Hanya Sekedar Pemanis

Sukabumiupdate.com
Jumat 15 Agu 2025, 16:30 WIB
Sejarah Para Ratu Metal yang Mengguncang Dunia, Bukan Hanya Sekedar Pemanis

Para ratu metal membuktikan bahwa suara, energi, dan karya mereka mampu mengguncang dunia musik dengan kekuatan yang sama. (Sumber : AI/ChatGPT).

SUKABUMIUPDATE.com - Jauh sebelum menjadi fenomena global, dunia heavy metal yang identik dengan kaum Adam ternyata sudah diguncang oleh kehadiran para perempuan tangguh.

Mereka bukan pemanis, melainkan pionir yang ikut membangun fondasi dan mendefinisikan ulang genre musik paling keras ini sejak awal kelahirannya.

Gelombang pertama dimulai bahkan sebelum istilah "heavy metal" populer. Pada era 60-an, Jinx Dawson dari band Coven sudah menjadi frontwoman dengan citra okultisme yang provokatif. 

Baca Juga: Metal Awards 2025: Buktikan Warisan Panjang Perempuan di Dunia Music Cadas!

Jejaknya kemudian diikuti oleh The Runaways pada 1975, band rock yang seluruhnya perempuan dan melahirkan dua ikon: Joan Jett dan Lita Ford.

Di seberang Atlantik, saat gelombang New Wave of British Heavy Metal melanda, Girlschool (1978) tampil garang dan bahkan berdiri bahu-membahu dengan Motörhead dalam kolaborasi legendaris "Headgirl".

Memasuki era 80-an, dominasi perempuan semakin tak terbantahkan. Di Jerman, Doro Pesch bersama band Warlock, dan kemudian karier solonya, meraih takhta sebagai "Ratu Metal" Eropa. 

Di saat yang sama, Sabina Classen dari Holy Moses meneriakkan vokal thrash metal yang brutal, membuktikan bahwa perempuan bisa lebih ekstrem dari musisi pria mana pun. Kehadiran mereka membuka gerbang bagi musisi lain di seluruh dunia, termasuk Mari Hamada yang menjadi dewi metal di Jepang.

Era 90-an menjadi titik balik di mana perempuan tidak lagi hanya bergabung, tetapi berinovasi. Liv Kristine (Theatre of Tragedy) dan Tarja Turunen (Nightwish) menjadi arsitek subgenre baru. 

Mereka mempopulerkan vokal opera yang kontras dengan growl death metal, menciptakan formula "beauty and the beast" yang kemudian diadopsi oleh band-band seperti Lacuna Coil, Within Temptation, dan Epica. Inovasi ini melahirkan symphonic dan gothic metal modern.

Puncak dobrakannya terjadi di awal 2000-an dengan meledaknya Evanescence. Dipimpin oleh karisma Amy Lee, mereka meruntuhkan batas antara metal dan mainstream. Album Fallen (2003) bukan hanya sukses komersial, tetapi sebuah fenomena budaya yang memenangkan dua Grammy. 

Nama Amy Lee disejajarkan dengan raksasa pop seperti Christina Aguilera, membuktikan bahwa musik cadas dengan sentuhan gotik dan vokal perempuan bisa merajai dunia.

Namun, kekuatan mereka tidak hanya terbatas di atas panggung. Di belakang layar, sosok seperti Sharon Osbourne (pencipta Ozzfest) dan Gabi Hoffmann (manajer band Accept) adalah para arsitek industri.

Merekalah yang membangun karier banyak musisi dan memastikan mesin metal terus berputar. Dari pionir pertama hingga inovator modern, sejarah membuktikan bahwa heavy metal tidak akan pernah sama tanpa raungan dan visi para ratunya.

Penulis: Danang Hamid

 

 

Berita Terkait
Berita Terkini