Hari Perhubungan Darat 22 November: Perjuangan di Jalur Padat Sukabumi

Sukabumiupdate.com
Sabtu 22 Nov 2025, 17:46 WIB
Hari Perhubungan Darat 22 November: Perjuangan di Jalur Padat Sukabumi

Kereta Api (KA) Pangrango di Stasiun Sukabumi. (Foto: Dok. PT KAI Daop 1 Jakarta)

SUKABUMIUPDATE.com - Hari ini, 22 November 2025, diperingati sebagai Hari Perhubungan Darat di Indonesia. Peringatan ini sejatinya tidak boleh berhenti pada seremonial dan inspeksi infrastruktur semata bukan hanya tentang beton, aspal, dan baja tetapi tentang jutaan manusia yang kehidupannya bergerak dan bergantung secara fundamental pada sistem tersebut. Di tengah kompleksitas geografis dan pembangunan pesat di Jawa Barat, khususnya di wilayah Kabupaten Sukabumi, Hari Perhubungan Darat menjadi momen refleksi yang sangat mendalam, sebuah narasi perjuangan tak kenal lelah yang melibatkan komuter, operator logistik, dan insan pelayanan publik dalam upaya mereka untuk melawan kemacetan kronis yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari denyut nadi harian.

Sepuluh tahun yang lalu, narasi perjuangan ini sudah eksis, namun dengan tantangan dan harapan yang berbeda. Sebelum tahun 2015-an, kemacetan di Sukabumi lebih disebabkan oleh faktor volume kendaraan lokal dan kondisi jalan yang sempit serta bergelombang, dengan titik terparah sering terjadi di pasar-pasar tumpah seperti Ciawi, Cikereteg, Caringin, Cicurug, Parungkuda,Cibadak, Cisaat hingga kota Sukabumi bahkan Sukaraja. Namun, harapan akan perubahan terasa begitu jauh karena solusi utama yaitu Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi) masih berupa mimpi pembangunan yang seolah tak kunjung selesai.

Pada masa itu, satu-satunya penolong utama adalah Kereta Api lokal yang memiliki frekuensi terbatas dan masih menggunakan jalur tunggal (rel tunggal), menjadikannya alternatif yang rentan terhadap gangguan dan keterlambatan. Perjuangan harian para komuter dan pengemudi logistik adalah perjuangan yang diliputi ketidakpastian total, di mana perkiraan waktu tempuh dari Bogor ke Sukabumi bisa bervariasi antara tiga hingga lima jam, tergantung keberuntungan mereka menghindari kemacetan di kawasan industri Ciawi hingga Cicurug.

Baca Juga: Merasa Diabaikan, 734 Honorer RSUD Syamsudin SH Sukabumi Tuntut Kejelasan Status PPPK

Pantauan lalu lintas kemacetan yang terjadi di Jalan Nasional Sukabumi-Bogor di sekitar Jembatan Pamuruyan, Selasa (07/10/2025).Pantauan lalu lintas kemacetan yang terjadi di Jalan Nasional Sukabumi-Bogor di sekitar Jembatan Pamuruyan, Selasa (07/10/2025).

Kondisi hari ini, atau satu dekade kemudian, menunjukkan adanya perubahan ganda: di satu sisi, infrastruktur telah jauh lebih baik, namun di sisi lain, tekanan volume kendaraan juga meningkat drastis. Kehadiran jalur ganda (double track) Kereta Api dan beroperasinya sebagian ruas Tol Bocimi (hingga Cigombong dan Cisaat) memberikan kepastian waktu yang tidak pernah ada sebelumnya bagi sebagian besar komuter.

Hal ini merupakan sebuah kemenangan besar bagi kualitas hidup. Namun, kemacetan tidak serta merta hilang. Ia hanya bergeser dan bertransformasi, kini terakumulasi di titik-titik persimpangan dan akses keluar tol yang baru, serta diperparah oleh lonjakan urbanisasi dan tingginya pertumbuhan kendaraan pribadi. Refleksi Hari Perhubungan Darat saat ini adalah tentang bagaimana kita mengelola kesuksesan infrastruktur agar tidak tenggelam oleh laju pertumbuhan, serta bagaimana memastikan investasi mahal ini benar-benar berdampak positif dan merata pada seluruh aspek kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Sukabumi.

Ketika Waktu Tempuh Menjadi Biaya Hidup yang Mahal

Di jalur arteri Sukabumi, terutama di ruas yang terkenal padat seperti Cicurug, Parungkuda, dan Cibadak, kemacetan yang terjadi bukan sekadar friksi lalu lintas atau keterlambatan ringan. Ia telah bertransformasi menjadi biaya hidup yang mahal yang harus dibayar oleh setiap warga yang melintas. Ambil contoh sisi humanis dari seorang pekerja pabrik. Bayangkan seorang ayah atau ibu yang bekerja keras dan seharusnya bisa sampai di rumah pukul 5 sore setelah jam kerja normal.

Baca Juga: Kemacetan Meningkat? Siap-siap 14 Ha Lahan di Cibadak Sukabumi Akan Dibangun Pabrik Obat

Namun, karena tersangkut kemacetan yang panjang dan stagnan, ia baru tiba di rumah pada pukul 8 atau bahkan 9 malam. Waktu berharga tiga hingga empat jam yang hilang di jalan itu adalah waktu yang seharusnya bisa ia dedikasikan untuk membantu anak-anaknya belajar, bertukar cerita dengan pasangan, atau sekadar mendapatkan waktu istirahat yang berkualitas untuk memulihkan energi. Kualitas hidup, kesehatan fisik dan mental, serta keharmonisan keluarga secara langsung tergerus dan terancam oleh panjangnya durasi dan ketidakpastian waktu tempuh di jalan.

Colt Bogoran. Tarif angkutan umum Sukabumi Bogor naik pasca longsor CikeretegColt Bogoran. Tarif angkutan umum Sukabumi Bogor naik pasca longsor Cikereteg. (foto:Istimewa)

Tata Ruang yang Teralihkan oleh Aktivitas Pabrik

Salah satu faktor struktural dan paling kasat mata yang memperparah kondisi ini adalah fakta bahwa banyak pabrik besar berdiri persis di pinggir jalan utama tanpa dipisahkan oleh zona penyangga yang memadai. Permasalahan ini adalah buah dari kebijakan tata ruang masa lalu yang gagal mengantisipasi pertumbuhan industri, sehingga menciptakan konflik antara jalur komuter dan jalur logistik.

Kemacetan yang kita saksikan di jalur utara Sukabumi adalah hasil langsung dari: Pertama, aktivitas bongkar muat logistik. Truk-truk kontainer raksasa terpaksa antre dan menunggu di bahu jalan karena area loading dock di dalam kompleks pabrik terbatas atau penuh. Hal ini secara efektif menghilangkan satu lajur lalu lintas dan menciptakan penyempitan (bottleneck) yang sulit dihindari.

Kedua, adalah kepadatan karyawan. Ribuan pekerja yang berganti shift secara serentak, baik yang menyeberang jalan maupun yang menunggu dijemput angkutan umum, menciptakan hambatan samping yang tinggi. Pergerakan tiba-tiba ini memaksa kendaraan di jalur utama melambat drastis, menyebabkan gelombang macet yang mengular jauh.

Baca Juga: 70 Motor Adu Gaya Dalam Kontes Modifikasi Motor di Palabuhanratu Sukabumi

Solusi Itu Bernama Kereta Api dan Kepastian Waktu

Di tengah keputusasaan menghadapi jalan raya yang tak pasti, kehadiran dan peningkatan layanan Kereta Api (KA) Double Track Bogor–Sukabumi muncul sebagai jawaban yang paling humanis dan strategis. Moda transportasi berbasis rel ini menawarkan kepastian waktu, sebuah komoditas yang nilainya jauh melampaui tarif tiket, karena ketidakpastian adalah sumber utama stres di jalan. Bagi para komuter dan pengguna reguler, Kereta Api berarti restorasi waktu dan kendali atas hidup mereka.

Mereka bisa kembali menggunakan waktu perjalanan untuk hal produktif atau istirahat, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi kelelahan kronis akibat berjam-jam terjebak di mobil atau motor. Perluasan kapasitas dan jaminan waktu tempuh Kereta Api membuktikan bahwa investasi pada infrastruktur publik yang terpisah dari jalan raya adalah investasi yang paling efektif untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Refleksi dan Komitmen untuk Masa Depan Perhubungan

Hari Perhubungan Darat adalah saat yang tepat untuk mengapresiasi kerja keras para petugas lapangan  dari Polisi Lalu Lintas yang mengatur arus di tengah terik matahari, Petugas Dinas Perhubungan yang merencanakan rute, hingga Masinis Kereta Api yang memegang kendali keselamatan ribuan nyawa. Lebih dari itu, momentum ini harus kita jadikan titik balik untuk menuntut dan mendorong pemerintah serta sektor industri agar lebih berpihak pada efisiensi, keselamatan, dan kualitas hidup warga.

Tentu, saya akan menyusun dua paragraf faktual dengan penekanan pada kutipan yang menggugah, melanjutkan ide solusi perhubungan darat di Sukabumi.

Dari Infrastruktur Fisik Menuju Penataan Kebijakan

Solusi atas kemacetan kronis di Sukabumi kini harus beranjak dari paradigma "menambah panjang jalan" menuju fokus pada penataan kebijakan dan tata ruang yang lebih berani. Secara faktual, pembangunan jalan tol dan pelebaran ruas telah menunjukkan batasnya kemacetan berpindah, bukan menghilang. Kunci saat ini terletak pada penegakan aturan bongkar muat logistik dan relokasi aktivitas yang mengganggu jalur utama.

Ini berarti mewajibkan pabrik dan kawasan industri untuk menyediakan kantong parkir dan loading dock yang memadai di dalam kompleks mereka, bukan di bahu jalan nasional. Jika tidak ada ketegasan dalam implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), maka investasi triliunan rupiah pada infrastruktur akan sia-sia. Seperti yang sering diungkapkan oleh para ahli transportasi “Infrastruktur fisik hanya akan menampung masalah yang ada jika tidak diiringi dengan disiplin tata ruang dan disiplin pengguna jalan.” Kutipan ini menggugah kita untuk menyadari bahwa perjuangan terbesar bukanlah melawan beton, melainkan melawan kebiasaan buruk dan kompromi kebijakan yang telah berlangsung lama.

Jalan keluar yang paling berkelanjutan adalah melalui integrasi moda transportasi massal yang memaksimalkan efisiensi Kereta Api double track dengan angkutan feeder (pengumpan) lokal, sebuah fakta yang disuarakan keras oleh pemerintah pusat dan daerah. Sistem integrasi yang efektif akan mendorong masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi, sebuah tindakan yang secara langsung mengurangi volume di jalan.

Baca Juga: 3 Cara Sederhana untuk Memperbaiki Suasana Hati dengan Cepat, Yuk Terapkan!

Tujuan akhir dari seluruh upaya ini, baik pembangunan tol maupun penataan double track, bukanlah sekadar mencatatkan kecepatan rata-rata tertinggi di jalan, melainkan mencapai dimensi humanis yang paling mendasar, mengembalikan waktu bagi masyarakat.

Sebagaimana ungkapan reflektif yang kuat “Waktu tempuh yang terpangkas bukan untuk kecepatan, melainkan untuk hidup agar seorang ayah bisa mengecup kening anaknya yang belum tertidur, atau seorang ibu sempat memasak makan malam tanpa tergesa.” Harapan kita di Hari Perhubungan Darat ini adalah agar perayaan di masa depan tidak lagi dibayangi oleh kisah pilu jam-jam yang terbuang sia-sia di tengah kemacetan, melainkan menjadi cerita tentang pergerakan yang lancar dan waktu yang kembali sepenuhnya untuk keluarga.

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini