SUKABUMIUPDATE.com - Sebagaimana Updaters tahu dalam artikel terkait, sebelumnya. Kesenian Tarawangsa adalah ritual yang dibalut musik. Oleh karena itu, lagu-lagu yang dimainkan bukanlah sekadar komposisi bebas, melainkan sebuah repertoar baku (Buhun) yang memiliki urutan dan makna filosofis mendalam.
Setiap lagu menggambarkan tahapan dalam siklus padi, mulai dari memanggil ruh Dewi Sri hingga mengucap syukur atas hasil panen. Repertoar Tarawangsa ini umumnya dibagi menjadi dua kategori besar, yakni Lagu Pokok (Buhun/Ritual) yang wajib dimainkan di awal untuk memicu suasana sakral dan trance, dan Lagu Selingan (Hiburan) yang dimainkan untuk mengisi waktu di tengah acara.
Tujuh Lagu Pokok Tarawangsa
Lagu-lagu pokok ini adalah jantung dari ritual Tarawangsa. Urutan dan fungsinya sangat penting karena diyakini dapat "ngalungsurkeun" (menurunkan) Dewi Sri dan roh leluhur ke lokasi upacara. Meskipun jumlah total lagu Tarawangsa bisa mencapai puluhan (tergantung daerah dan rurukan garis keturunan pemain), ada tujuh hingga sembilan lagu yang dianggap paling sakral dan wajib dimainkan dalam upacara besar seperti Seren Taun atau Ngalaksa.
Baca Juga: Lowongan Kerja Sukabumi Operator Packing Minimal Lulusan SMA/Sederajat
Ritual Tarawangsa dibuka dengan alunan paling sakral melalui lagu Pangapungan. Sesuai dengan makna dasarnya, apung (terbang), melodi ini bertindak sebagai pemanggil, melukiskan perjalanan ruh Dewi Sri (Nyi Pohaci) yang turun dari Buana Nyungcung (Dunia Atas) menuju lokasi upacara. Setelah energi spiritual diyakini telah hadir, musik berlanjut ke lagu Pamapag (mapag berarti menjemput). Pamapag adalah ungkapan kegembiraan masyarakat yang menyambut kehadiran Dewi Sri dan sering mengiringi tarian penyambutan oleh penari khusus (Saehu dan Paibuan) yang membawa sesaji.
Tarawangsa, musik yang diyakini leluhur Sunda punya kekuatan spiritual menjembatani dunia manusia dengan dimensi gaib, memohon keselamatan, kesuburan panen, dan rasa syukur kepada Sang Pencipta & leluhur.(Gambar: Sora)
Setelah melalui perjalanan spiritual yang intens, suasana diheningkan oleh lagu Panganginan, yang secara harfiah berarti "tempat berangin" atau beristirahat. Melodi yang lebih tenang dan lembut ini menggambarkan momen ketika Dewi Sri beristirahat di tempat upacara, sekaligus memberikan waktu jeda bagi para penari. Ketenteraman kemudian berlanjut ke lagu Panimang (nimang berarti menimang dengan kasih sayang). Lagu ini melambangkan rasa syukur dan pemeliharaan masyarakat terhadap hasil panen yang mereka timang layaknya anak sendiri, menegaskan padi sebagai sumber kehidupan yang harus dijaga.
Baca Juga: Padi Reborn Rilis Single "Ego" dan Album "Dua Delapan" Jumat, 7 November 2025
Tahap selanjutnya adalah puncak harapan agraris, diwakili oleh lagu Jemplang. Iramanya mulai lebih ekspresif, melambangkan doa dan harapan kolektif masyarakat Sunda agar panen yang telah didapat melimpah ruah dan membawa kemakmuran. Puncak ekspresi spiritual sering dicapai melalui lagu Ayun Ambing. Lagu ini, yang bermakna "ayunan gendongan," adalah simbol pemujaan mendalam dan perawatan padi dari awal hingga akhir. Iramanya yang mendalam dan berulang-ulang sangat kuat dalam memicu kondisi trance (ngalungsur) pada penari, menandakan komunikasi langsung dengan dimensi spiritual.
Akhirnya, rangkaian ritual ditutup dengan lagu Mulang atau Reundeu, yang berarti kembali. Lagu penutup ini dimainkan sebagai perpisahan. Ia melambangkan kembalinya ruh Dewi Sri ke tempat asalnya, seiring penari yang sempat mengalami trance perlahan tersadar, menandakan berakhirnya upacara dan selesainya penyampaian rasa syukur.
Jenis-Jenis Lagu Lain (Lagu Selingan dan Hiburan)
Selain lagu-lagu pokok yang wajib dimainkan secara berurutan dan sakral di awal upacara, Tarawangsa memiliki repertoar yang lebih luas, yang dimainkan setelah ritual inti selesai atau dalam konteks pertunjukan yang lebih santai. Lagu-lagu ini biasanya bersifat lebih hiburan dan dapat diiringi oleh vokal.
- Karatonan: Melodi yang sering digunakan untuk menyambut tamu agung atau menunjukkan kemuliaan.
- Limbangan / Bojong Kaso: Lagu-lagu yang sering dimainkan di beberapa daerah (misalnya Banjaran atau Cibalong), menunjukkan variasi lokal dalam repertoar.
- Cipinangan: Lagu dengan melodi yang riang, berfungsi sebagai lagu pengisi di tengah acara.
- Manuk Hejo, Pangrajah, Bajing Luncat: Lagu-lagu yang telah berakulturasi dan dapat dimainkan dalam suasana yang lebih umum, melepaskan unsur kesakralan utamanya.
Kesakralan Nada dan Teknik Memainkan
Kesakralan repertoar Tarawangsa tidak hanya terletak pada lirik dan judulnya, tetapi juga pada cara instrumen dimainkan:
- Pola Berulang dan Trance: Melodi lagu buhun dimainkan dengan pola yang cenderung berulang (repetitif) dalam tempo lambat dan sedang. Pengulangan ini, ditambah dengan aroma dupa dan kondisi mental penari yang fokus, berfungsi sebagai katalisator untuk mencapai kondisi trance (ngalungsur) agar dapat berkomunikasi dengan dimensi spiritual.
- Improvisasi dan Rasa: Pemain Tarawangsa (Ngek-ngek) tidak terikat pada notasi tertulis, melainkan pada penghayatan emosi (rasa). Melodi yang dibawakan bersifat spontan dan bergantung pada suasana hati pemain, yang diyakini merupakan cerminan dari kehadiran spiritual yang dirasakan di lokasi upacara.
- Kontras Jentreng: Alunan melodi Tarawangsa yang dalam diimbangi oleh petikan Jentreng yang memberikan irama dan ketukan seolah-olah berfungsi sebagai penanda kenong dan gong dalam gamelan, menjaga struktur ritmis di tengah improvisasi melodi.
Menyibak Tabir Kuno: Tarawangsa, Kidung Abadi Penghormatan Dewi Padi Masyarakat Sunda. (Foto:Padi / Pixabay)
Tarawangsa adalah pertunjukan musik tradisional ritual sakral yang setiap lagunya merupakan untaian doa yang dimainkan dalam irama. Instrumen utamanya, seperti rebab dua dawai yang juga disebut Tarawangsa dan kecapi, dimainkan dengan penuh penghayatan untuk menciptakan suasana yang khusyuk. Musik ini diyakini memiliki kekuatan spiritual untuk menjembatani dunia manusia dengan dimensi gaib, memohon keselamatan, kesuburan panen, dan rasa syukur kepada Sang Pencipta dan leluhur.
Oleh karena itu, mendengarkan atau menyaksikan Tarawangsa adalah pengalaman yang mendalam, bukan hiburan semata, melainkan partisipasi dalam sebuah tradisi komunal yang sarat makna.
Inilah yang menjadikan Tarawangsa sebagai warisan yang tak ternilai dari peradaban agraris Sunda. Tradisi musik ini tidak terlepas dari siklus pertanian, khususnya upacara panen padi (seren taun), di mana ia menjadi sarana utama untuk menghormati Nyi Pohaci Sanghyang Asri, dewi padi dalam kepercayaan Sunda. Keberadaannya menandakan kuatnya kaitan antara seni, spiritualitas, dan mata pencaharian masyarakat Sunda pada masa lampau. Melalui melodi yang repetitif dan lirik yang puitis, Tarawangsa telah berhasil mewariskan nilai-nilai luhur kearifan lokal, menjadikannya penanda identitas budaya yang harus dilestarikan sebagai cerminan filosofi hidup yang harmonis dengan alam.



