Misteri Jampang: Ada Jampang Kulon Tapi 'Jampang Wetan' Hilang dari Peta Sejarah Sukabumi?

Sukabumiupdate.com
Jumat 10 Okt 2025, 06:28 WIB
Misteri Jampang: Ada Jampang Kulon Tapi 'Jampang Wetan' Hilang dari Peta Sejarah Sukabumi?

Pembagian wilayah di Jawa Barat, atau Preanger-Regentschappen, dilakukan bukan atas dasar simetri arah mata angin, melainkan demi kepentingan kontrol ekonomi dan politik. Peta Jampang Kulon (Foto : Poestahadepok.blogspot.com)

SUKABUMIUPDATE.com - Sukabumi menyimpan teka-teki sejarah yang tercetak jelas dalam peta administrasinya, di mana keberadaan Jampang Kulon terkenal, namun absennya Jampang Wetan dari peta geografis dan catatan wilayah administratif. Fenomena ini bukanlah anomali geografis, melainkan cerminan dari campur tangan sejarah administratif yang pragmatis dan tidak simetris pada masa kolonial Belanda. Untuk memahami misteri hilangnya "Jampang Wetan," kita harus menyelami akar historis, budaya, hingga intrik pembagian wilayah di Tanah Priangan.

Jampang Kesatuan Historis di Selatan Sukabumi

Jauh sebelum batas-batas administratif kolonial ditarik, "Jampang" adalah satu kesatuan historis dan kultural yang luas, membentang di wilayah selatan Sukabumi. Nama ini sendiri memiliki akar yang dalam, menawarkan dua teori utama:

  • Dari Tumbuhan Lokal: Nama Jampang diyakini berasal dari nama rumput yang dikenal sebagai paragis atau jampang dalam bahasa Sunda. Keberlimpahan rumput ini menjadi penanda geografis khas wilayah tersebut.
  • Dari Leluhur Sakti: Teori lain yang lebih spiritual menyebutkan bahwa Jampang merupakan singkatan dari frasa "Jami Parahiyang" tanah peninggalan para leluhur sakti atau karuhun.

Secara historis, Jampang adalah bagian integral dari kerajaan lokal, seperti Kerajaan Jampang Manggung, sebelum kemudian diatur oleh bupati di bawah naungan Kesultanan Mataram Islam. Fondasi kultural dan sejarah inilah yang diwariskan ketika kekuasaan beralih ke tangan kolonial.

Baca Juga: Di Sukabumi, Menteri UMKM Klaim MBG Tumbuhkan Ekosistem Ekonomi Baru di Daerah

Ketika Belanda Mengukir Peta dengan Kapasitas Kontrol

Masuknya Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) dan kemudian Pemerintah Hindia Belanda menjadi titik balik yang mengubah peta Jampang selamanya. Pembagian wilayah di Jawa Barat, atau Preanger-Regentschappen, dilakukan bukan atas dasar simetri arah mata angin, melainkan demi kepentingan kontrol ekonomi dan politik.

Pemerintah kolonial menerapkan sistem pemerintahan tidak langsung (indirect rule), memanfaatkan bupati lokal namun mengawasi ketat melalui pejabat Belanda seperti Residen dan Controleur. Dalam konteks Jampang, wilayah luas ini harus dipecah menjadi unit-unit yang lebih kecil (afdeeling dan distrik) untuk:

  1. Memudahkan Pengawasan Komoditas: Kontrol terhadap produksi komoditas bernilai tinggi seperti kopi dan teh menjadi lebih mudah jika wilayahnya terfragmentasi.
  2. Efisiensi Administrasi: Jalur transportasi dan logistik menentukan bagaimana wilayah dibagi, sering kali mengabaikan batas-batas kultural atau geografis yang simetris.

Baca Juga: Petani di Pajampangan Sukabumi Keluhkan Keterlambatan Pupuk Subsidi, Ini Kata Distan

Hilangnya Entitas "Jampang Wetan"

Inilah inti dari misteri tersebut. Dalam dinamika pembagian kolonial yang tidak simetris, wilayah yang secara geografis berada di sisi timur Jampang yang seharusnya menjadi "Jampang Wetan"—tidak pernah berhasil mempertahankan atau diresmikan sebagai entitas administratif mandiri.

Alih-alih berdiri sebagai distrik "Jampang Wetan," wilayah timur itu justru diintegrasikan dan melebur ke dalam satuan administrasi lain, seperti Afdeeling Cianjur atau distrik-distrik lain yang berdekatan, akibatnya: Jampang Kulon berhasil mempertahankan statusnya sebagai distrik/kecamatan hingga hari ini, menjadikannya satu-satunya nama Jampang yang lestari dalam peta modern Sukabumi. Jampang Wetan tidak pernah teregistrasi secara resmi sebagai unit administratif, sehingga namanya hilang dari daftar resmi meskipun wilayah geografisnya jelas ada.

Tidak ada dokumen tunggal yang mencatat "penghapusan" Jampang Wetan, sebab nama tersebut tidak pernah benar-benar dipertahankan sebagai entitas administrasi yang terpisah. Ia terserap ke dalam struktur yang lebih besar, disesuaikan dengan kebutuhan kontrol kolonial yang pragmatis.

Baca Juga: Perumdam TJM Sukabumi Cabang Parungkuda Pindahkan Tapping Point ke Jalur Parakansalak

Perbedaan Kasus Ujung Kulon vs Jampang Wetan, Politik vs Geografi

Kasus Jampang Wetan berbeda mendasar dengan ketiadaan nama Ujung Wetan dari Ujung Kulon. Nama "Ujung Kulon" secara harfiah berarti "ujung barat". Ia merujuk pada semenanjung paling barat di Pulau Jawa (bahasa Sunda: ujung = ujung, kulon = barat). Penamaannya bersifat absolut dalam konteks pulau, bukan relatif terhadap sebuah wilayah induk seperti "Jampang".

Analoginya, Anda punya sebatang pensil. Anda hanya punya satu ujung atas (yang ada penghapusnya) dan satu ujung bawah (yang ada runcingannya). Anda tidak akan menyebut bagian tengah pensil sebagai "ujung atas yang lain". Ujung Kulon adalah "ujung bawah" dari Pulau Jawa. "Ujung atas"-nya ada di tempat lain dan sudah punya namanya sendiri.

Jampang Wetan: Nama yang hilang karena intervensi administrasi kolonial yang pragmatis. Wilayahnya ada, namun namanya diserap yurisdiksi lain. Ini adalah hilangnya nama karena faktor politik-administrasi.

Ujung Kulon: Nama ini secara harfiah berarti "Ujung Barat" dalam bahasa Sunda, merujuk pada semenanjung yang menjadi titik paling barat di Pulau Jawa. Penamaan ini bersifat mutlak dan deskriptif. Tidak adanya "Ujung Wetan" murni disebabkan faktor geografis tidak ada formasi semenanjung serupa di ujung timur Jawa untuk dinamai demikian. Kesimpulannya, yang satu adalah nama yang hilang ditelan sejarah politik, sementara yang lain adalah nama yang memang tidak pernah ada karena realitas geografis.

Baca Juga: Foto Tiga Kadis Baru di Kabupaten Sukabumi Dicatut! Waspada Hoax Penipuan

Peran Kerajaan Lokal & Bupati, Warisan Pragmatisme Kolonial

Awalnya, wilayah Jampang merupakan bagian dari kerajaan lokal seperti Kerajaan Jampang Manggung. Selama masa Mataram Islam, wilayah ini diatur oleh bupati di Priangan. Dalam masa kolonial, bupati berperan sebagai penghubung yang mengusulkan pemekaran wilayah kepada Belanda dan mempertahankan hierarki lokal sebagai bagian dari pengelolaan administrasi kolonial.

Tidak ada catatan resmi yang secara eksplisit menjelaskan penghapusan Jampang Wetan. Ketidakhadiran nama tersebut dapat dilihat dari daftar wilayah administratif resmi yang tidak mencatat Jampang Wetan sebagai entitas. Wilayah yang mungkin dianggap "Jampang Wetan" malah tergabung ke dalam Afdeeling Cianjur atau distrik lain, sehingga namanya hilang. Sementara itu, Jampang Kulon berhasil bertahan sebagai nama kecamatan resmi sampai sekarang.

Singkatnya, fenomena unik di Sukabumi di mana ada Jampang Kulon namun tidak ada Jampang Wetan adalah warisan sejarah yang terukir dari logika pragmatisme kolonial alih-alih simetri geografis. Wilayah timur Jampang memang nyata, namun nasib administratifnya ditentukan oleh peta kekuasaan dan jalur komoditas Belanda, menyebabkan namanya lenyap. Jampang Kulon pun bertahan teguh sebagai saksi bisu dinamika sejarah di selatan Jawa Barat.

(Dari berbagai sumber)

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini