Hukum Potong Kuku dan Rambut Bagi yang Berkurban, Simak Disini Penjelasannya

Sukabumiupdate.com
Rabu 04 Jun 2025, 18:00 WIB
Ilustrasi - Menjelang 10 hari pertama Dzulhijjah, ada sunnah yang dianjurkan bagi siapa pun yang berniat berkurban: tidak memotong kuku dan rambut hingga hewan disembelih. (Sumber : Freepik.com/@Freepik).

Ilustrasi - Menjelang 10 hari pertama Dzulhijjah, ada sunnah yang dianjurkan bagi siapa pun yang berniat berkurban: tidak memotong kuku dan rambut hingga hewan disembelih. (Sumber : Freepik.com/@Freepik).

SUKABUMIUPDATE.com - Hukum potong kuku dan rambut bagi yang berkurban setiap tahunnya selalu menjadi topik yang dibahas menjelang Hari Raya Idul Adha. 

Banyak ulama berpendapat terkait hukum memotong kuku dan rambut bagi mereka yang akan melaksanakan kurban. Hal pertama memang terdapat larangan dari Nabi kepada yang ingin kurban terkait potong kuku dan rambut.

Larangan itu sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Al-Fiqhul Islami wa adillatuhu karya Syekh Wahbah Al-Zuhaili, dimana sejak malam pertama bulan Dzulhijjah hingga hari H pemotongan hewan kurban untuk memotong kuku dan rambutnya. 

وقال المالكية والشافعة وجماعة من الحنابلة : المستحب لمريد التضحية اذا دخل عليه عشر ذي الحجة الا يحلق شعره ولا يقلم اظفاره حتى يضحي بل يكره له ذلك وقال بعض الحنابلة : يحرم عليه ذلك

Mengutip laman Bimas Islam, menurut pandangan mayoritas ulama dari mazhab Malikiyah, Syafi’iyah, dan sebagian Hanabilah, seseorang yang berniat melaksanakan ibadah kurban dianjurkan untuk tidak memotong rambut maupun kukunya selama memasuki sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah hingga hewan kurbannya disembelih. 

Baca Juga: Bolehkah Memberi Daging Kurban kepada Non-Muslim? Ini Penjelasannya

Tindakan memotong rambut dan kuku dalam periode ini dianggap makruh, bahkan menurut sebagian ulama Hanabilah, hukumnya bisa sampai haram.

Anjuran ini didasarkan pada hadis sahih riwayat Imam Muslim dari Ummu Salamah, yang meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

مَنْ كَانَ لَهُ ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ فَإِذا أُهِلَّ هِلالُ ذِي الحِجَّة فَلا يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْره وَلا منْ أَظْفَارهِ شَيْئاً حَتَّى يُضَحِّيَ

Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ menjelaskan bahwa hikmah dari anjuran tersebut adalah agar seluruh bagian tubuh orang yang berkurban tetap utuh, sehingga kelak dapat menjadi sebab keselamatan dirinya dari api neraka. Karena, sebagaimana diketahui, ibadah kurban adalah bentuk pengorbanan yang mengandung nilai pembebasan dari siksa neraka.

Beliau menukil pendapat ulama Syafi’iyah:

قال أصحابنا الحكمة في النهي أن يبقى كامل الأجزاء ليعتق من النار وقيل للتشبيه بالمحرم قال أصحابنا وهذا غلط لأنه لا يعتزل النساء ولا يترك الطيب واللباس وغير ذلك مما يتركه المحرم

“Ulama dari kalangan madzhab kami mengatakan hikmah di balik larangan tersebut adalah agar seluruh anggota tubuh tetap ada/sempurna dan terbebas dari api neraka. Adapula yang berpendapat, karena disamakan (tasyabbuh) dengan orang ihram. Menurut ashab kami, pendapat ini tidak tepat, karena menjelang kurban mereka tetap boleh bersetubuh, memakai wangian, pakaian, dan tindakan lain yang diharamkan bagi orang ihram,”.

Di sisi lain, terdapat pandangan alternatif yang menyatakan bahwa yang dimaksud dalam larangan tersebut bukanlah rambut dan kuku orang yang berkurban, melainkan bulu dan kuku hewan kurban itu sendiri. Pandangan ini didasarkan pada makna literal dari hadits tersebut yang menyebutkan larangan memotong bagian tubuh hewan sebelum disembelih, karena seluruh bagian tubuh hewan – termasuk bulu, kuku, dan kulit – akan menjadi saksi di hari kiamat.

Mulla Al-Qari dalam Mirqatul Mafatih menukil pandangan Ibnul Malak sebagai berikut:

وأغرب ابن الملك حيث قال: أي: فلا يمس من شعر ما يضحي به وبشره أي ظفره وأراد به الظلف

“Ada pendapat gharib dari Ibnul Malak. Menurutnya, hadits tersebut berarti tidak boleh mengambil (memotong) bulu dan kuku hewan yang dikurbankan,”.



Berita Terkait
Berita Terkini