SUKABUMIUPDATE.com - Pernyataan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Tito Karnavian terkait bantuan Malaysia untuk korban banjir di Aceh menuai kritik keras dari mantan Menteri Luar Negeri Malaysia, Tan Sri Rais Yatim. Kritik tersebut disampaikan Rais Yatim secara terbuka dan menjadi perhatian publik di kedua negara.
Polemik ini bermula dari pernyataan Tito Karnavian dalam podcast Suara Lokal Mengglobal dan juga saat menjadi bintang tamu di kanal YouTube Helmy Yahya Bicara.
Dalam perbincangan tersebut, Tito menyinggung bantuan medis dari Malaysia yang nilainya disebut kurang dari Rp1 miliar atau sekitar 60 ribu dolar AS, dan menilai jumlah tersebut tidak seberapa jika dibandingkan dengan kemampuan sumber daya dan anggaran Indonesia dalam penanggulangan bencana.
Pernyataan itu disampaikan Tito saat membahas pengalaman masa lalu menerima bantuan obat-obatan dari pengusaha Malaysia, sekaligus mengaitkannya dengan penanganan bencana banjir di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Namun, pernyataan tersebut memicu respons keras dari Tan Sri Rais Yatim. Ia menilai cara penyampaian Tito tidak mencerminkan etika dan adab dalam hubungan antarnegara, khususnya antara negara bertetangga.
“Saya menerima secara dukacita reaksi menteri dalam negeri rakan kita di seberang yang menyatakan bahawa sumbangan 60.000 dolar AS itu diumumkan sebagai perkara kecil dan sumbangan yang tidak berpatutan,” ujar Rais Yatim, dikutip dari video viral yang beredar.
Menurut Rais Yatim, bantuan kemanusiaan seharusnya dilihat sebagai bentuk simpati dan empati, bukan semata-mata dinilai dari besaran nominal.
“Ini bukan berbudi bahasa sebenarnya. Apabila rakan atau jiran membantu, berapa banyak pun jangan dipersoalkan. Jangankan 60.000 dolar AS, kalau 60 ringgit pun diberi, harus berterima kasih,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pernyataan Tito yang dinilai disampaikan ke publik internasional, sehingga berpotensi menimbulkan kesan negatif terhadap Malaysia.
“Kenyataan umum yang dibuat kepada dunia seolah-olah menunjukkan Malaysia menyumbang sedikit, dalam bentuk 60.000 USD,” katanya.
Rais Yatim bahkan menyarankan agar pejabat publik lebih berhati-hati dalam berkomunikasi, terutama dalam konteks hubungan diplomatik.
“Menteri berkenaan harap bersekolah dulu dalam bentuk perkataan, komunikasi, dan bahasa kepada sesuatu jiran. Ini harus dijadikan pedoman, seperti pada zaman Presiden Soeharto dulu yang sentiasa berterima kasih atas apa pun bantuan yang diberikan,” ungkapnya.
Ia mencontohkan saat Malaysia, termasuk Johor, pernah memberikan bantuan sederhana kepada Indonesia dalam situasi bencana.
“Pernah Johor menyumbang hanya beberapa bungkusan beras dan kuih-muih kepada Jakarta. Waktu itu Pak Harto tetap mengucapkan terima kasih,” kata Rais Yatim.
Menutup pernyataannya, Rais Yatim mengajak untuk kembali pada nilai-nilai budi pekerti dan kearifan lama dalam hubungan antarbangsa.
“Bila orang memberi, kita merasa. Bila orang merasa, kita pun bersukacita. Nilai ini perlu dikembangkan kembali,” pungkasnya.


