SUKABUMIUPDATE.com - Konten visual dan naratif tentang kisah tragis Jessica Radcliffe tewas diserang paus orca ‘asuhannya’ viral di jagat maya media sosial sejak pekan pertama Agustus 2025. Banyak yang terlena dan bersimpati dengan konten yang disebut terjadi taman laut bernama Pacific Blue Marine Park, dan Jessica saat itu tengah dalam masa menstruasi.
Dalam narasi video berdurasi 26 detik itu disebutkan bahwa jessica tewas secara tragis diserang oleh paus orca asuhannya.Potongan video yang diunggah di TikTok, Facebook, dan X ini memicu empati publik.
Penelusuran tim cek fakta suara.com membuktikan bahwa kisah ini adalah fiktif, bahkan sepenuhnya tak nyata. Tidak ditemukan sedikitpun informasi catatan resmi mengenai keberadaan Jessica Radcliffe, baik dalam database tenaga kerja, arsip berita, maupun obituari publik. Bahkan "Pacific Blue Marine Park" tidak pernah terbukti ada.
Baca Juga: Ada Ribuan Hektare! SPI Desak Pemkab Sukabumi Sapu Bersih Lahan HGU-HGB Telantar
Para ahli forensik digital yang menganalisis video tersebut menemukan tanda-tanda manipulasi berbasis kecerdasan buatan atau AI, mulai dari gerakan air yang tidak wajar, audio datar khas sintetis, hingga detail visual yang kabur dan proporsi tubuh tidak normal.
Yang membuat hoaks ini terasa meyakinkan adalah kemampuannya memanfaatkan ingatan kolektif publik terhadap tragedi nyata yang pernah terjadi.
Insiden mematikan melibatkan orca memang pernah terjadi dan tercatat dalam sejara industri atraksi satwa dunia. Seperti kasus pelatih SeaWorld Orlando, Dawn Brancheau, yang tewas pada 2010 akibat serangan orca bernama Tilikum. Ada pula Alexis Martínez yang meninggal pada 2009 di Loro Parque, Spanyol, serta Keltie Byrne yang tewas pada 1991 di Kanada.
Peristiwa-peristiwa itu terdokumentasi luas, memiliki saksi, laporan investigasi resmi, dan liputan media internasional, berbeda dengan kisah Jessica Radcliffe yang tak memiliki jejak bukti. Penyebaran hoaks ini juga dipicu oleh faktor psikologis dan teknologi. Video tersebut memadukan ketakutan dan simpati, dua emosi kuat yang kerap mendorong orang membagikan konten tanpa berpikir panjang.
Baca Juga: Jepang Pecahkan Rekor Internet Tercepat 125.000 Gbps dengan Serat Optik Revolusioner
Algoritma media sosial turut mempercepat penyebaran dengan mengutamakan konten sensasional yang ramai dibicarakan. Di sisi lain, kemajuan teknologi Al memungkinkan pembuatan video palsu yang begitu realistis sehingga batas antara fakta dan rekayasa semakin tipis.
Fenomena ini menjadi pengingat bahwa tragedi fiktif dapat terasa nyata bila dikemas dengan elemen emosional yang tepat dan dibungkus menggunakan teknologi canggih.
Publik dihimbau untuk selalu memeriksa sumber informasi, mengedepankan verifikasi sebelum membagikan konten, dan memahami bahwa tidak semua yang viral di dunia maya adalah kenyataan. Dalam era dimana tragedi nyata bisa dijadikan bahan cerita palsu, kewaspadaan digital menjadi pertahanan utama.
Sumber: suara.com