SUKABUMIUPDATE.com - Pangkalan TNI Angkatan Laut (TNI AL) bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Barat, pemerintah daerah, dan Forkopimcam Cisolok menggelar aksi bersih-bersih pantai bertajuk Jabar Raksa Sagara di kawasan Pantai Pajagan, Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Selasa (18/11/2025).
Kegiatan tersebut berfokus pada persoalan pendangkalan muara Sungai Cipunaga yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Akibat sedimentasi yang terus menumpuk, nelayan Pajagan kerap mengalami kesulitan saat akan masuk ke dermaga, terutama ketika ombak besar.
Kepala DKP Provinsi Jawa Barat, Rinny Cempaka, menjelaskan bahwa kegiatan yang berlangsung di kawasan tersebut bukan merupakan reaktivasi sungai, tetapi lebih pada pengerukan kolam labuh.
“Engga, ini kita hanya pengerukan kolam labuh, jadi mengoptimalkan fungsi dari kolam labuh yang sekarang ini sedang dipenuhi sedimentasi. Jadi kita keruk, kita perdalam supaya teman-teman nelayan bisa lebih banyak lagi yang masuk ke kolam labuh,” jelasnya Selasa (18/11/2025).
Baca Juga: Daya Tarik Ikan Gerong di Pantai Cikeueus Sukabumi, Berujung Pemancing Terseret Ombak
Rinny menambahkan bahwa pengerukan ini merupakan bagian dari kerja sama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Lanal TNI AL.
“Betul, Pak. Jadi ini kolaborasi, kita sudah ada perjanjian kerja sama ke Lanal TNI AL antara Pak Gubernur dengan TNI AL. Ini adalah salah satu aktivitas yang kita lakukan dari hasil kerja sama itu, yaitu pengerukan kolam labuh,” ujarnya.
Terkait durasi pengerjaan, Rinny menyebutkan ditargetkan rampung selama 45 hari. “Kalau untuk pengerukan kolam labuh ini 45 hari, Pak. Nanti mungkin saya cek lagi untuk lebih jelasnya. Selama 45 hari ini kita lakukan pengerukan dengan target kolam labuh bisa bermanfaat dengan maksimal,” ucapnya.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah, Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut (Danlanal) Bandung, Kolonel Laut (P) Erfan Indra Darmawan, menjelaskan bahwa persoalan utama yang dihadapi nelayan di Pantai Pajagan adalah sedimentasi yang menumpuk hampir satu dekade. Kondisi tersebut membuat nelayan kesulitan merapatkan perahu ke daratan serta menghambat alur distribusi ikan.
Menurutnya, pengerukan yang dilakukan saat ini menjadi langkah penting untuk membuka kembali akses perahu nelayan.
“Dan kita bisa supaya nelayan itu bisa merapatkan hasil ikannya dan perahunya langsung ke jalan. Nanti ada jalan, jadi sedimentasinya sangat tinggi hampir 10 tahun sudah terbentuk seperti saat ini. Nah ini kebetulan dari provinsi bersama bupati di sini mencoba untuk menarik, jadi sedimentasi kita tarik, kita keruk agar nelayan bisa merapatkan hasil ikannya dan perahunya bisa kembali masuk ke dalam. Supaya kapalnya aman, kemudian hasil ikannya lebih segar dan lebih cepat masuk ke TPI,” ujarnya.
Kolonel Erfan juga menjelaskan bahwa pembangunan dermaga tidak dapat dilakukan secara instan karena memiliki dampak ekonomi yang besar dan memerlukan tahapan berkelanjutan.
“Tentunya dermaga ini memiliki multiplier effect yang sangat tinggi untuk mendatangkan ekonomi. Jadi ini merupakan keberlanjutan, tidak bisa instan, melalui tahapan. Salah satu tahapannya adalah mengatasi sedimentasi terlebih dahulu. Setelah pengerukan, nanti kita akan terus berusaha mengembangkan wisata, dan kita akan berkolaborasi di situ,” terangnya.
Ia menambahkan bahwa keberlanjutan program memerlukan sinergi pemerintah daerah dan provinsi. “Ini membutuhkan kolaborasi bersama, itulah kenapa ibu Kadis dan Bupati berada di sini bersama kita. Kelanjutannya tidak hanya di sini. Bronjong juga merupakan langkah awal untuk mengendalikan sedimentasi. Ada dua sungai yang berimplikasi besar membentuk sedimentasi di sini. Sungai di depan kita bronjongi dulu, yang di luar kita laksanakan pengerukan,” jelasnya.
Menanggapi informasi dari tokoh nelayan mengenai seringnya kecelakaan saat ombak besar, Danlanal Bandung menyampaikan bahwa langkah awal yang perlu dilakukan adalah memastikan area sandar kapal aman.
“Betul, untuk mengatasi hal tersebut awalnya dulu dari darat, tempat mereka berlabuh inilah yang kita amankan. Setelah tempat berlabuh kita tarik ke belakang supaya mereka bisa masuk ke dalam. Kita lihat di lapangan banyak sekali kapal-kapal yang berjejer. Kalau berjejer, ketika kena arus atau angin bisa terhempas, tenggelam, dan menimbulkan kerugian besar bagi nelayan,” ungkapnya.
Kolonel Laut Erfan menegaskan bahwa pemerintah daerah dan DKP telah menetapkan pengerukan sebagai prioritas utama.
“Maka itu dari kadis, bupati memasukan anggaran ini mengerjakan prioritas supaya mereka bisa masuk kedalam setelah mereka bisa masuk ke dalam tentunya kapal-kapalnya akan aman, nah itu langkah pertama. Setelah langkahnya aman kita akan melaksanakan pembinaan kembali, bagaimana melaksanakan kelautan, penyelamatan di laut, tindakan-tindakan penyelamatan di laut, apa yang harus dikerjakan di laut, nah itu yang akan kita langsungkan tentunya pendidikannya,” jelasnya.
Dimana Erfan juga mengatakan pengembangan kawasan juga akan berjalan seiring dengan pembangunan fasilitas baru. “Nanti setelah dibangun TPI, bersama kadis-kadis kami akan lanjutkan pengelolaannya. Untuk wisata juga sama seperti arahan Pak Bupati, akan kita laksanakan sejalan. Intinya ekonomi dan pertahanan harus seiring,” tambahnya.
Harapan Nelayan Pajagan
Tokoh sekaligus sesepuh nelayan Kampung Pajagan, Aji Troy, menyampaikan bahwa persoalan utama nelayan selama ini bukan hanya pendangkalan, tetapi juga belum adanya anggaran untuk pembenahan breakwater dan Gedung Tempat Pelelangan (GT).
Menurutnya, pengerukan sungai memberikan harapan baru bagi para nelayan.
“Yang diharapkan masyarakat nelayan adalah pengerukan dan pembenahan kali. Untuk pembenahan breakwater dan GT belum ada anggaran. Ini pengerukan sungai supaya lancar airnya, supaya tidak menjadi dangkal ke dermaga. Untuk tambat nelayan sendiri tidak ada kesulitan, tapi kesulitan terjadi ketika musim ombak besar, kapal susah mendarat. Dalam hal ini kami dari warga nelayan melalui dinas provinsi mengajukan kembali untuk pembenahan GT,” jelasnya.
Saat ditanya mengenai apakah kegiatan ini termasuk reaktivasi atau perluasan sungai, ia menjawab:
“Sebelumnya mengalir, hanya perbaikan saja. Terjadi pendangkalan, kemudian dikeruk. Nanti dengan adanya ini dampaknya ke nelayan jadi tidak lagi jam tengah malam berpikir bagaimana perahu takut kebawa air. Jadi tidak takut lagi sekarang karena ada penggalian penyodetan kali yang ada ini. Sungai Cipunaga, namanya Cipunaga, ya mungkin dari nenek moyangnya dari dulu udah nama Cipunaga.” pungkasnya.



