Tambang Pasir Besi di Karang Bolong Diduga Ilegal, Kades Cidahu Sukabumi Buka Suara

Sukabumiupdate.com
Kamis 13 Nov 2025, 20:12 WIB
Tambang Pasir Besi di Karang Bolong Diduga Ilegal, Kades Cidahu Sukabumi Buka Suara

Potret gundukan pasir besi di Pantai Karang Bolong Desa Cidahu, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Sukabumi. (Sumber : SU/Ragil Gilang).

SUKABUMIUPDATE.com - Aktivitas pengangkutan pasir besi di kawasan stockpile pasir besi Kampung Cikawung Laut, Pantai Karang Bolong, Desa Cidahu, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Sukabumi, yang sempat menyita perhatian publik, mendorong Kepala Desa Cidahu, Wahyu Hidayat yang akrab disapa Wahyu Joy untuk angkat bicara.

Menurut Wahyu Joy, material pasir besi yang kini mulai kembali diangkut merupakan sisa hasil pertambangan milik PT Bumi Pertiwi Makmur Sejahtera (BPMS), yang sebelumnya sempat beroperasi di wilayah tersebut. Berdasarkan pantauan di lapangan, aktivitas pengangkutan pasir besi itu telah berjalan kembali tanpa sepengetahuan pemerintah desa.

“Gundukan pasir besi di lokasi itu, dari informasi mencapai sekitar 2.500 ton. Sekitar tahun 2018 sempat diangkut ratusan ton oleh pihak perusahaan, lalu berhenti karena adanya peraturan pemerintah larangan membawa hasil tambang mentah. Namun sejak 2022 aktivitas pengangkutan kembali berlangsung, oleh perorangan mengatasnamakan perusahaan, mungkin kurang lebih sekitar 500 ton sudah keluar, dan dilakukan oleh pihak perorangan yang mengatasnamakan perusahaan,” ujar Wahyu Joy saat ditemui Sukabumiupdate.com, di ruang kantor kepala desa, Kamis (13/11/2025).

Baca Juga: Tegalbuleud hingga Karang Bolong, Jejak Tambang Pasir Besi di Pesisir Selatan Sukabumi

Ia mengaku terkejut ketika meninjau langsung lokasi tersebut. Menurutnya, kondisi tumpukan pasir besi kini sudah berkurang drastis dibandingkan saat perusahaan resmi meninggalkan area tambang.

“Kami sudah dua tahun menjabat sebagai kepala desa, dan selama itu tidak pernah ada pihak perusahaan atau siapapun yang berkoordinasi dengan desa terkait kegiatan pengangkutan. Kami hanya mendapat informasi dari warga. Maka kami simpulkan aktivitas itu dilakukan secara ilegal,” tegasnya.

Lebih lanjut, Wahyu menjelaskan bahwa lahan tambang pasir besi di kawasan tersebut merupakan lahan Hak Guna Usaha (HGU) seluas kurang lebih 40 hektar hasil pembebasan dari warga penggarap. Aktivitas pembebasan lahan dimulai sejak 2012, pertambangan baru berjalan aktif sekitar tahun 2017–2018 sebelum akhirnya terhenti.

Potret gundukan pasir besi di Pantai Karang Bolong Desa Cidahu, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Sukabumi.Pasir besi di Pantai Karang Bolong Desa Cidahu, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Sukabumi. | SU/Ragil Gilang.

“Sejak ada kebijakan pemerintah yang melarang ekspor hasil tambang mentah, perusahaan tidak lagi beroperasi. Semua alat berat sudah dibawa keluar lokasi, hanya tersisa stockpile pasir besi,” ungkapnya.

Wahyu juga mengungkapkan bahwa saat proses pembebasan lahan dulu, banyak kejanggalan terjadi. Ia bahkan mengaku telah mengikuti persoalan itu sejak masih aktif di salah satu organisasi masyarakat.

“Dulu sosialisasi ke warga katanya lahan akan dijadikan proyek pertanian. Tapi ternyata malah dijadikan tambang pasir besi. Banyak manipulasi yang kami lihat, baik dalam pembebasan lahan maupun izin lingkungan,” ujarnya.

Selain soal aktivitas tambang ilegal, Wahyu Joy menyoroti kondisi jalan di sekitar lokasi yang kini dikeluhkan warga akibat dilalui truk pengangkut pasir besi.

“Jalan itu memang milik Perhutani, tapi banyak warga juga yang memanfaatkannya. Kami minta pihak Perhutani lebih tegas bahkan kalau perlu menutup akses bagi truk pengangkut pasir,” kata Wahyu.

Ia berharap Pemerintah Daerah (Pemda) dan aparat penegak hukum (APH) segera turun tangan menyelidiki aktivitas tersebut, termasuk memeriksa legalitas lahan, dampak lingkungan di kawasan Pantai Karang Bolong, serta kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan yang belum terlaksana.

“Kalau perusahaan tidak bertanggung jawab, kan masih ada asetnya. Tapi ini harus melalui proses dan koordinasi dengan Pemda. Kami menduga, kalau bisa keluar dan mengangkut pasir besi sebanyak itu, tentu sudah ada yang memberi izin. Intinya, itu tindakan maling,” tegasnya.

Menurut informasi yang dihimpun, PT Bumi Pertiwi Makmur Sejahtera (BPMS) memang memiliki izin usaha pertambangan (IUP) hingga tahun 2031. Namun, Wahyu Joy menyebut perusahaan tersebut belum memenuhi ketentuan hukum pertambangan secara penuh.

“Saya sudah cek ke provinsi dan pusat, di ESDM tidak ada datanya. Perusahaan itu belum dinyatakan clear and clean. Seharusnya setiap tahun mereka wajib menyerahkan Rencana Kerja dan Biaya (RKB), tapi sejak 2019 sudah tidak aktif,” jelasnya.

Ia menegaskan, berdasarkan informasi dan saksi , lahan yang menjadi area pertambangan juga bermasalah, namun pengangkutan pasir besi yang dilakukan tanpa izin resmi jelas melanggar hukum.

"Dugaan kuat lahannya juga bermasalah. Ini perlu turun tangan Pemda untuk menyelesaikannya," tutupnya.

 

Berita Terkait
Berita Terkini