Retret Pelajar Kristen? Menteri HAM Angkat Suara Soal Polemik Rumah Singgah di Cidahu Sukabumi

Sukabumiupdate.com
Senin 30 Jun 2025, 10:08 WIB
Retret Pelajar Kristen? Menteri HAM Angkat Suara Soal Polemik Rumah Singgah di Cidahu Sukabumi

Sekelompok warga mendatangi rumah singgah yang berlokasi di Kampung Tangkil RT 04/01 Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi. | Foto: SU/Ibnu Sanubari

SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai memerintahkan stafnya untuk meninjau pembubaran retret pelajar Kristen di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi. Pigai juga mengatakan akan terlebih dahulu memastikan laporan peristiwa ini.

“Tanpa laporan kami juga jalan,” kata Pigai melalui pesan pendek, dikutip dari Tempo pada Senin (30/6/2025). “Saya perintahkan staf cek di sana. Jadi kami akan beri update.”

Diketahui, pembubaran retret pelajar Kristen ini terjadi di Kampung Tangkil RT 04/01 Desa Tangkil. Pembubaran terjadi seiring dengan terjadinya dugaan perusakan bangunan yang sebelumnya disebut rumah singgah oleh sejumlah warga pada Jumat (27/6/2025). Rekaman aksi ini viral di media sosial.

Adapun latar belakangnya, masyarakat memprotes penggunaan rumah itu yang disebut dijadikan tempat ibadah, padahal tidak memiliki izin untuk aktivitas tersebut. Pemilik rumah dikabarkan sudah diingatkan sejak April 2025, namun kegiatan ibadah tetap berulang hingga puncaknya pada Jumat siang.

Namun berdasarkan informasi terbaru dari Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI), kejadian ini adalah pembubaran kegiatan retret pelajar Kristen. GAMKI menyebut aktivitas itu dibubarkan oleh sekelompok warga dengan alasan perizinan. Bahkan, diduga terjadi perusakan dan intimidasi.

Baca Juga: Dipastikan Bukan Tempat Ibadah, Polemik Rumah Singgah di Cidahu Sukabumi Selesai Damai

Sekretaris DPD GAMKI Bogor Andry Simorangkir menilai pembubaran retret pelajar Kristen ini mencoreng nilai-nilai toleransi. GAMKI juga menilai peristiwa itu merupakan pelanggaran serius terhadap hak kebebasan beragama sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 UUD 1945.

“GAMKI mengutuk keras tindakan pembubaran ibadah yang mencerminkan sikap intoleransi dan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan konstitusi negara,” kata Andry dalam keterangan di situs resmi pada Senin.

GAMKI mendesak aparat penegak hukum dan pemerintah daerah mengusut tuntas insiden ini, menindak pelaku, dan menjamin keamanan kegiatan keagamaan di wilayah mana pun di Indonesia. Andry mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan regulasi tentang kebebasan beragama berjalan adil dan tidak diskriminatif.

Berakhir Damai dan Warga Ganti Rugi

Polemik rumah singgah (kekinian disebut vila) yang diduga dijadikan tempat ibadah di Desa Tangkil sebenarnya telah berakhir damai. Situasi di lapangan sudah kondusif dan berbagai pihak memastikan penanganan masalah tidak dibiarkan berlarut.

Kepala Seksi Trantib Satpol PP Kecamatan Cidahu Heppy Supriadi Supardi menegaskan rumah singgah itu tidak memiliki izin untuk difungsikan sebagai tempat ibadah. “Dalam berita acara klarifikasi yang kami susun bersama unsur Forkopimcam, MUI, dan tokoh masyarakat, pengelola rumah diminta menghentikan seluruh aktivitas yang tidak sesuai dengan izin peruntukannya,” kata Heppy pada Sabtu (28/6/2025).

Heppy menyebut saat ini pengelola rumah sudah tidak berada di lokasi. Sementara kondisi di sekitar kembali tenang, setelah sempat terjadi ketegangan akibat aksi unjuk rasa warga pada Jumat (27/6/2025). Masyarakat memprotes penggunaan rumah itu sebagai tempat ibadah.

“Surat teguran akan tetap dilayangkan, namun kami mengapresiasi warga yang menunjukkan itikad baik dan bersedia mengganti kerugian atas kerusakan yang terjadi. Intinya, rumah ini dikembalikan fungsinya sebagai tempat tinggal, bukan tempat ibadah,” tegasnya.

Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Sukabumi Tri Romadhono menyatakan bahwa pihaknya sejak awal telah berkoordinasi dengan Forkopimcam Cidahu dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam menangani persoalan tersebut.

“Insiden ini terjadi karena reaksi spontan warga atas rumah tinggal yang digunakan sebagai tempat ibadah tanpa izin resmi. Ini bukan gereja, dan bukan pula tempat ibadah resmi. Ini rumah tinggal yang dipakai untuk kegiatan keagamaan secara tidak semestinya,” ujar dia.

Menurut Tri, pemilik rumah sudah diingatkan sejak April 2025. Namun kegiatan ibadah tetap berulang hingga puncaknya pada Jumat siang. “Sudah tiga kali diingatkan, termasuk oleh Kapolsek dan MUI kecamatan. Tapi karena miskomunikasi, akhirnya warga bertindak,” katanya.

Dari hasil pengecekan di lokasi, kerusakan yang terjadi tidak signifikan. Namun sebagai langkah penyelesaian, warga telah menyatakan kesediaannya mengganti kerugian dan membuat surat pernyataan bersama untuk menjaga kondusifitas wilayah. “Ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak agar kejadian serupa tidak terulang. Warga Cidahu juga telah sepakat untuk menjaga suasana damai dan rukun,” ujar Tri.

Ia menegaskan pentingnya deteksi dini terhadap potensi konflik sosial serta peran aktif dari RT, RW, dan pemerintah desa dalam pendataan aktivitas warga yang tidak biasa. “Jika ada kegiatan keagamaan, harus melalui mekanisme izin yang benar. FKUB mewakili seluruh agama yang ada untuk memastikan semua berjalan sesuai aturan,” katanya.

Tri juga meluruskan informasi yang beredar di luar bahwa telah terjadi perusakan gereja. “Itu tidak benar. Yang terjadi bukan perusakan gereja, melainkan rumah tinggal yang difungsikan tidak sesuai. Ini perlu diklarifikasi agar tidak menimbulkan salah paham lebih luas,” kata dia.

Diketahui, rumah ini milik warga bernama Maria Veronica Nina yang berdomisili di DKI Jakarta, namun dikelola oleh adiknya, Wedi bersama Jongky dan istri. Hingga berita ini diterbitkan, pihak pengelola rumah belum memberikan keterangan langsung kepada media.

Berita Terkait
Berita Terkini