SUKABUMIUPDATE.com - Polemik rumah singgah yang diduga dijadikan tempat ibadah di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, berakhir damai. Situasi di lapangan telah kondusif dan berbagai pihak memastikan penanganan masalah tidak dibiarkan berlarut.
Kepala Seksi Trantib Satpol PP Kecamatan Cidahu Heppy Supriadi Supardi menegaskan rumah singgah yang terletak di Kampung Tangkil RT 04/01 itu tidak memiliki izin untuk difungsikan sebagai tempat ibadah. “Dalam berita acara klarifikasi yang kami susun bersama unsur Forkopimcam, MUI, dan tokoh masyarakat, pengelola rumah diminta menghentikan seluruh aktivitas yang tidak sesuai dengan izin peruntukannya,” kata Heppy pada Sabtu (28/6/2025).
Heppy menyebut saat ini pengelola rumah sudah tidak berada di lokasi. Sementara kondisi di sekitar kembali tenang, setelah sempat terjadi ketegangan akibat aksi unjuk rasa warga pada Jumat (27/6/2025). Masyarakat memprotes penggunaan rumah itu sebagai tempat ibadah.
“Surat teguran akan tetap dilayangkan, namun kami mengapresiasi warga yang menunjukkan itikad baik dan bersedia mengganti kerugian atas kerusakan yang terjadi. Intinya, rumah ini dikembalikan fungsinya sebagai tempat tinggal, bukan tempat ibadah,” tegasnya.
Baca Juga: Ratusan Warga Cidahu Sukabumi Protes Rumah Singgah Diduga Disalahgunakan
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Sukabumi Tri Romadhono menyatakan bahwa pihaknya sejak awal telah berkoordinasi dengan Forkopimcam Cidahu dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam menangani persoalan tersebut.
“Insiden ini terjadi karena reaksi spontan warga atas rumah tinggal yang digunakan sebagai tempat ibadah tanpa izin resmi. Ini bukan gereja, dan bukan pula tempat ibadah resmi. Ini rumah tinggal yang dipakai untuk kegiatan keagamaan secara tidak semestinya,” ujar dia.
Menurut Tri, pemilik rumah sudah diingatkan sejak April 2025. Namun kegiatan ibadah tetap berulang hingga puncaknya pada Jumat siang. “Sudah tiga kali diingatkan, termasuk oleh Kapolsek dan MUI kecamatan. Tapi karena miskomunikasi, akhirnya warga bertindak,” katanya.
Dari hasil pengecekan di lokasi, kerusakan yang terjadi tidak signifikan. Namun sebagai langkah penyelesaian, warga telah menyatakan kesediaannya mengganti kerugian dan membuat surat pernyataan bersama untuk menjaga kondusifitas wilayah. “Ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak agar kejadian serupa tidak terulang. Warga Cidahu juga telah sepakat untuk menjaga suasana damai dan rukun,” ujar Tri.
Ia menegaskan pentingnya deteksi dini terhadap potensi konflik sosial serta peran aktif dari RT, RW, dan pemerintah desa dalam pendataan aktivitas warga yang tidak biasa. “Jika ada kegiatan keagamaan, harus melalui mekanisme izin yang benar. FKUB mewakili seluruh agama yang ada untuk memastikan semua berjalan sesuai aturan,” katanya.
Tri juga meluruskan informasi yang beredar di luar bahwa telah terjadi perusakan gereja. “Itu tidak benar. Yang terjadi bukan perusakan gereja, melainkan rumah tinggal yang difungsikan tidak sesuai. Ini perlu diklarifikasi agar tidak menimbulkan salah paham lebih luas,” kata dia.
Diketahui, rumah ini milik warga bernama Maria Veronica Nina yang berdomisili di DKI Jakarta, namun dikelola oleh adiknya, Wedi bersama Jongky dan istri. Hingga berita ini diterbitkan, pihak pengelola rumah belum memberikan keterangan langsung kepada media.