Luka Tanah Bergerak: Bertahan di Bilik Huntara, Warga Lembursawah Sukabumi Menanti Masa Depan

Sukabumiupdate.com
Rabu 28 Mei 2025, 14:43 WIB
Huntara yang dihuni korban pergerakan tanah, berlokasi di depan kantor Desa Lembursawah, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Sukabumi. | Foto: Istimewa

Huntara yang dihuni korban pergerakan tanah, berlokasi di depan kantor Desa Lembursawah, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Sukabumi. | Foto: Istimewa

SUKABUMIUPDATE.com - Hampir enam bulan telah berlalu sejak tanah bergerak menghancurkan tatanan hidup warga Desa Lembursawah, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Sukabumi. Namun hingga kini, ketidakpastian dan kesulitan masih menyelimuti ratusan jiwa yang terpaksa meninggalkan rumah mereka.

Tiga kampung yang terdampak yakni Lembur Pondok, Lembur Tonggoh, dan Rawa Gede, saat ini bertahan hidup di hunian sementara atau huntara, bangunan seadanya yang menjadi tempat berlindung dari kerasnya kehidupan. Lokasinya tak jauh dari bekas tenda darurat di Lapang Kampung Permukiman RT 01/01 Desa Lembursawah.

Di salah satu bilik huntara yang berdiri di atas tanah merah berukuran 4x6 meter, Kudsi (70 tahun) dan istrinya, Solihat (62 tahun), mencoba bertahan. Rumah permanen mereka tak lagi layak dihuni. Dinding-dindingnya retak, sebagian ambruk, dan struktur bangunannya miring.

Bukan hanya Kudsi dan Solihat, rumah anak-anaknya pun mengalami kerusakan parah. Dua dari tiga anak mereka juga tinggal di huntara, sedangkan satu lainnya mengungsi ke Desa Bantarsari.

“Yang penting sekarang ada beras. Mau tidur pakai kasur lantai yang tipis, ya, namanya juga sementara. Tapi anak-anak, balita, bayi, mereka perlu tempat yang lebih aman, nyaman buat istirahat dan belajar,” ujar Kudsi kepada sukabumiupdate.com, Rabu (28/5/2025) sambil memandangi gubuk bambu beratap terpal yang menjadi tempat tinggalnya sejak Januari lalu.

Baca Juga: Puluhan Keluarga Korban Pergerakan Tanah di Purabaya Sukabumi Bakal Berlebaran di Huntara

Huntara-huntara itu berdiri di lapangan depan kantor Desa Lembursawah. Jika hujan, tanah merah berubah menjadi lumpur, semakin mempertegas betapa sulitnya kehidupan di sana. Satu unit huntara dihuni dua keluarga, saling berbagi ruang yang terbatas. Tetapi di tengah kondisi serba seadanya, harapan tetap ada. “Kalau sudah tua, ditempatkan di mana saja jadi. Tapi anak-anak, cucu saya, mereka perlu masa depan,” kata Kudsi.

Menurut Sekretaris Desa Lembursawah, Mispalah, awalnya ada 987 jiwa dari 291 keluarga yang mengungsi pasca-bencana pada 4 Desember 2024. Kini, 385 jiwa dari 137 keluarga masih bertahan di huntara yang dibangun oleh komunitas dan relawan seperti Katgama UGM, Tlajung Peduli, Sebar Narung, dan lainnya.

“Saat ini, huntara dihuni oleh tiga bayi di bawah 12 bulan, 21 balita, 58 anak-anak, 36 remaja, 255 dewasa, 3 lansia, serta ibu hamil, menyusui, dan disabilitas,” jelas dia.

Adapun untuk memenuhi kebutuhan air bersih, pipa sepanjang 1.500 meter telah disalurkan dari mata air terdekat. Sementara penerangan, PLN telah memasang aliran listrik. Bantuan medis datang rutin setiap pekan dari Puskesmas Pabuaran dan relawan IDI serta komunitas refleksi kesehatan dari Cikarang.

Di tengah kondisi darurat ini, harapan besar bertumpu pada pembangunan hunian tetap atau huntap. Lahan seluas 52.000 meter persegi di Kampung Leuwi Malang, sekitar 200 meter dari lokasi huntara, telah dibeli menggunakan dana donatur senilai Rp 524 juta. Tanah tersebut telah diserahkan kepada warga, lengkap dengan Akta Jual Beli (AJB).

“Kalau sudah ada lahan dan suratnya sah, tinggal bangunannya. Informasinya akan dibangun KemenPUPR, seperti yang sudah dilakukan di Cugenang, Cianjur,” tambah Mispalah.

Camat Pabuaran Ikhsan Mukhlis Sani menegaskan seluruh huntara di Desa Lembursawah dibangun swadaya oleh para donatur. Ia juga menyebutkan kunjungan sejumlah pejabat tinggi pasca-bencana seperti Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq yang membantu sistem pipanisasi air bersih, Menteri Desa Yandri Susanto, dan Wakil Gubernur Jawa Barat Erwan Setiawan, yang memberikan bantuan logistik.

“Harapannya tentu saja satu: hunian tetap segera dibangun. Kasihan warga, terutama anak-anak,” ujar Ikhsan.

Di tengah bilik-bilik bambu dan atap terpal, warga Desa Lembursawah terus bertahan, menanti hari di mana mereka dapat kembali menjalani hidup dengan tenang di tempat yang layak. Hingga saat itu tiba, harapan mereka adalah harta yang paling berharga.

Berita Terkait
Berita Terkini