SUKABUMIUPDATE.com - Artis Nikita Mirzani kembali menjalani sidang lanjutan atas kasus dugaan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Kamis, 25 September 2025.
Dalam persidangan ini, Nikita Mirzani menarik perhatian publik ketika secara terang-terangan menyoroti ketidakhadiran pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai saksi ahli.
Nikita Mirzani menilai bahwa ketidakhadiran BPOM dalam persidangan tersebut telah menunjukkan sikap tidak netral dalam menangani kasus yang tengah menjeratnya saat ini.
Mengutip dari Suara.com, ibu tiga anak menyayangkan sikap BPOM yang menolak hadir, dengan alasan tidak dipanggil secara resmi oleh pengadilan, melainkan atas permintaan pribadinya.
"Nggak netral dong, harus netral," kata Nikita Mirzani dikutip dari Suara.com pada Sabtu, (27/09/2025).
Baca Juga: Nikita Mirzani Kembali Gugat Reza Gladys, Tuntut Ganti Rugi Rp. 114 Miliar
Menurutnya, keterangan dari BPOM sangat krusial, mengingat mereka pernah melakukan pemeriksaan saat kasus ini masih dalam tahap penyidikan di Polda Metro Jaya.
Nikita Mirzani mengklaim bahwa pada saat pemeriksaan sebelumnya, BPOM tidak secara spesifik memeriksa produk yang menjadi inti permasalahan, yakni Glafidsya Glow Booster DNA Salmon milik Reza Gladys.
"Karena yang dijadikan saksi ahli waktu BPOM di Polda, dia ngeceknya (produk) yang lain, bukan Salmon DNA yang dicek," tegas Nikita.
Meski tanpa kehadiran saksi dari BPOM, persidangan tetap berjalan dengan agenda mendengarkan keterangan dari tiga saksi ahli yang dihadirkan oleh tim kuasa hukum Nikita. Ketiga saksi tersebut adalah Frans Asisi, seorang ahli linguistik; Suparji, yang merupakan ahli hukum pidana; serta Subani, seorang ahli dalam bidang hukum perdata.
Sebagai informasi, Nikita Mirzani bersama asistennya, Ismail Marzuki alias Mail Syahputra, didakwa atas dugaan pengancaman melalui media elektronik terhadap Reza Gladys serta tuduhan pencucian uang.
Mereka didakwa dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 45 ayat 10 huruf a dan Pasal 27B ayat (2) dari Undang-Undang ITE, serta Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang.
Sumber: Suara.com