SUKABUMIUPDATE.com – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Sukabumi menggelar workshop Deteksi Dini Gangguan Pendengaran untuk meningkatkan kapasitas petugas kesehatan di setiap puskesmas.
Kegiatan yang digelar di Aula Dinkes Kota Sukabumi, Rabu (13/8/2025), menghadirkan pemateri dr Kote Noordhianta, Sp.THT-KL, M.Kes, dan diikuti puluhan petugas kesehatan dari seluruh puskesmas di Kota Sukabumi.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kota Sukabumi, drg Wita Darmawanti, mengatakan peningkatan kapasitas ini penting karena dunia kesehatan selalu berkembang dengan ilmu dan teknologi baru.
"Jadi dunia kesehatan ini selalui dinamis dengan ilmu-ilmu baru sehingga kita wajib meningkatkan kapasitas petugas di puskesmas, dan ini juga bentuk sinergitas Faskes pertama dengan rujukan," ujar drg Wita kepada sukabumiupdate.com.
Baca Juga: Tren Kasus DBD Menurun, Dinkes Kota Sukabumi Imbau Warga Tetap Waspada di Musim Hujan
Berdasarkan data, lanjut Wita, dua dari setiap 100 orang di Indonesia mengalami gangguan pendengaran. Masalah ini masuk kategori penyakit tidak menular namun berdampak besar pada kualitas hidup penderitanya.
“Sehingga ini juga menjadi concern bagi kami karena gangguan telinga ini merupakan bagian dari penyakit tidak menular," tuturnya.
Sementara itu, dr Kote menegaskan pentingnya deteksi dini gangguan pendengaran, terutama pada anak, karena gangguan dengar dapat menghambat kemampuan bersosialisasi dan masa depan mereka.
“Pendengaran itu sebetulnya adalah masa depan hidup seseorang, karena apabila kita ada gangguan dengar maka secara otomatis kita akan kesulitan untuk bersosialisasi dan menutup sosialisasi kita dengan orang banyak,“ kata dr Kote.
Foto bersama para peserta edukasi deteksi dini gangguan pendengaran pada kegiatan yang diinisiasi Dinas Kesehatan Kota Sukabumi bersama narasumber.
Menurutnya, skrining pendengaran idealnya dilakukan sejak bayi baru lahir untuk mendeteksi masalah pada koklea atau rumah siput. Selain faktor bawaan lahir, gangguan dengar juga dapat disebabkan penumpukan kotoran telinga.
“Deteksi itu harus sedini mungkin bahkan sejak bayi baru lahir itu harus sudah dilakukan skrining pendengaran, karena sejak kelahiran itu kita langsung bisa skrining pendengaran untuk melihat apakah bagian rumah siput atau koklea itu ada masalah atau tidak,” ungkapnya.
“Selain itu, gangguan dengar ini juga selain akibat adanya faktor resiko ke arah ketulian bawaan lahir juga karena adanya penumpukan kotoran, makanya konsensus internasional itu sudah bersepakat harusnya semua bayi baru lahir dilakukan skrining pendengaran,” tambahnya.
Peningkatan kapasitas petugas kesehatan di puskesmas ini diharapkan dapat memperluas jangkauan deteksi dini. Meski pemeriksaan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) belum sepenuhnya objektif, Kote menyebut skrining awal tetap bisa dilakukan di puskesmas sebelum dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap.
“Untuk deteksi dini ini sebetulnya bisa dilakukan di FKTP atau layanan primer walaupun sebetulnya itu tidak objektif, namun awalnya itu bisa dikerjakan di puskesmas dulu untuk skrining awal,” pungkasnya. (adv)