SUKABUMIUPDATE.com - Badan, Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengklarifikasi kabar soal Sesar Lembang di media online yang dinilainya meresahkan masyarakat. Secara spesifik, Kepala Stasiun Geofisika BMKG Teguh Rahayu menunjuk pemberitaan bahwa Bandung terancam gempa besar akibat pergerakan Sesar Lembang.
Mengutip tempo.co, Rahayu menjelaskan, BMKG telah memasang 33 alat pemantau gempa atau seismograf di wilayah Jawa Barat untuk memantau semua aktivitas gempa dari patahan, termasuk Sesar Lembang. “Ada enam sensor (seismograf) yang dipasang di sekitar Lembang,” katanya, Sabtu (21/6/2025).
Dari sejumlah penelitian, Sesar Lembang memang berpotensi mengakibatkan gempa. Berdasarkan hasil pemodelan peta guncangan gempa (shake map) BMKG, potensi maksimal gempa dari Sesar Lembang hingga bersakala intensitas VI-VIII MMI. “Guncangan pada skala itu bisa menimbulkan kerusakan serius mulai dari retakan dinding, kaca pecah, atap bangunan ambruk, hingga robohnya rumah-rumah sederhana,” ujar Rahayu.
Dampak gempa sebesar itu, menurut Rahayu, bisa mengguncang Bandung Raya yang wilayahnya meliputi Kota dan Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat. “Potensi gempa Sesar Lembang tersebut apabila semua segmen bergerak bersamaan berpotensi mengakibatkan gempa dengan magnitudo 6,8,” kata dia menambahkan.
Baca Juga: Gempa Doublet Guncang Bogor, BMKG: Akibat Aktivitas Sesar Aktif
Catatan disertakan Rahayu bahwa kekuatan gempa Sesar Lembang itu bersumber dari Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017 yang sampai sekarang belum dimutakhirkan. Juga, berdasarkan riwayat atau sejarahnya, belum pernah terjadi rilis atau pelepasan energi gempa dari seluruh segmen Sesar Lembang.
Aktivitas Sesar Lembang yang terbaru menurut catatan BMKG terjadi pada 2011. "Kekuatan gempa-nya bermagnitudo 3,3 yang merusak 300-an rumah penduduk."
Namun, tetap, Rahayu mengingatkan masyarakat untuk tidak mengabaikan potensi bencana dari gempa Sesar Lembang, meskipun waktu kedatangan gempa belum bisa diprediksi, pun besaran kekuatannya. Kesiapan masyarakat dan pemerintah daerah yang bisa dilakukan adalah seperti mitigasi non-struktural agar lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan terjadi bencana lewat edukasi, sosialisasi, dan literasi kepada masyarakat.
Kemudian mitigasi struktural, di antaranya dengan menyediakan dan memastikan papan informasi, rambu bahaya, jalur dan tempat evakuasi, serta peringatan dini berbasis kearifan budaya lokal. “Yang lebih menakutkan dari gempa adalah panik dan ketidaksiapan,” katanya.
Sumber: Tempo.co