SUKABUMIUPDATE.com – Rencana pemerintah membagikan 330 ribu smart TV atau interactive flat panel (IFP) ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia pada tahun ajaran 2025 menuai kritik tajam dari berbagai pihak.
Program digitalisasi pendidikan yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto ini dinilai berisiko tidak tepat sasaran, boros anggaran, bahkan membuka peluang terjadinya korupsi.
JPPI Soroti Ketidaktepatan Sasaran dan Minimnya Infrastruktur
Sejumlah pihak menilai program ini tak tepat sasaran karena juga menyasar sekolah swasta elite seperti SMA Kolese Gonzaga di Jakarta Selatan, yang sebenarnya telah memiliki fasilitas lengkap.
Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menyebut bahwa pembagian perangkat digital tanpa evaluasi kebutuhan nyata di lapangan hanya akan menjadi program sesaat yang tidak optimal.
Menurutnya, sekolah di daerah banyak yang belum mempunyai sarana pendukung untuk menerapkan digitalisasi, sementara sekolah elite yang turut mendapatkan bantuan juga sebenarnya sudah memiliki fasilitas tersebut.
"Ini menyebabkan pemanfaatan hanya sesaat dan tidak optimal," kata Ubaid dikutip dari tempo.co, Minggu (14/9/2025).
Ia menambahkan, jika proyek ini tetap dijalankan tanpa pembenahan transparansi, risiko korupsi sangat besar.
"Kita semua tidak ingin sektor pendidikan terus berlumuran kasus-kasus korupsi. Harus diakhiri yang begini-begini ini," tegasnya.
Baca Juga: Pemcam Tegalbuleud Sukabumi Klarifikasi Soal Realisasi PBB Rendah di Desa Sumberjaya
ICW Ungkap Risiko Penyelewengan karena Pengadaan Tanpa Tender
Kritik juga datang dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Mereka menyoroti metode pengadaan smart TV yang dilakukan tanpa mekanisme tender terbuka. Pengadaan dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 2025, yang memperbolehkan penunjukan langsung untuk program prioritas nasional.
Koordinator Badan Pekerja ICW, Wana Alamsyah, menilai metode ini rawan konflik kepentingan.
"Hal tersebut membuka ruang penyelewengan jika tanpa mekanisme transparansi dan akuntabilitas yang ketat," kata Wana melalui pernyataan tertulis pada Jumat, 12 September 2025.
Wana juga mempertanyakan perusahaan yang ditunjuk pemerintah dalam pengadaan ini.
"Jika saat ini telah didistribusikan sejumlah TV ke sekolah, seharusnya prosesnya sudah selesai. Hal ini penting untuk dibuka kepada publik agar tahu siapa saja yang memenangi proyeknya," tegasnya.
LKPP: Pengadaan Sudah Sesuai Aturan, Gunakan Penunjukan Kompetisi
Menanggapi kritik tersebut, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) membantah pengadaan dilakukan tanpa seleksi. Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP, Setya Budi Arijanta, menjelaskan bahwa pihaknya menerapkan metode "penunjukan kompetisi" dengan mengundang delapan perusahaan besar yang memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di atas 25 persen.
Dari delapan perusahaan, hanya dua yang mengajukan penawaran, yaitu Acer dan Hisense. Acer mundur karena tidak bersedia menurunkan harga, sementara Hisense sepakat dengan harga Rp 26 juta per unit.
"Sudah termasuk ongkos kirim, asuransi, dan garansi gitu, ya," ujar Setya.
Kementerian Pendidikan Tegaskan Digitalisasi untuk Percepat Peningkatan Mutu
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah tetap mendukung program ini. Dirjen PAUD, Dikdas dan Dikmen, Gogot Suharwoto, mengatakan bahwa digitalisasi melalui IFP diyakini bisa meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.
"Jadi digitalisasi memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah," kata Gogot melalui keterangan tertulis, Sabtu (13/9/2025).
Ia menyatakan bahwa sekolah penerima telah melalui proses verifikasi kesiapan berdasarkan data dari portal pendidikan.
"Selama sekolah menyatakan siap menerima dan memenuhi kriteria di atas maka sekolah tersebut akan menjadi sasaran penerima program digitalisasi pembelajaran," jelasnya.
Pemerintah menargetkan distribusi 330 ribu smart TV akan rampung pada pertengahan 2026. Penyaluran dimulai sejak Mei 2025 dan menyasar sekolah di seluruh jenjang pendidikan.
Presiden Prabowo Subianto sendiri mengatakan program ini bertujuan untuk memfasilitasi pembelajaran jarak jauh dan menjawab persoalan kekurangan guru berkualitas di daerah.
"Sekarang pun kami sudah sebarkan, tapi baru mampu satu sekolah satu layar digital pintar," kata Prabowo saat meninjau Sekolah Rakyat Menengah Atas 10 di Ragunan, Jakarta Selatan, Kamis (11/9/2025).
Menteri Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa sekolah berhak menolak distribusi jika merasa belum siap menerima perangkat tersebut.
"Kalau misalnya sekolah tidak bersedia dan karena kekeliruan dari distributor, maka bisa minta dikembalikan atau minta kami ambil," ujar Mu’ti, Kamis (11/9/2025).
Sumber: Tempo.co