Buronan Dikejar Polisi Bukan Karena Bikin Musik Pakai AI, Tapi Menipu!

Sukabumiupdate.com
Kamis 27 Nov 2025, 09:19 WIB
Buronan Dikejar Polisi Bukan Karena Bikin Musik Pakai AI, Tapi Menipu!

Modus Penipuan: Pelaku (Luciano) menipu korbannya dengan menjanjikan pembuatan 60 lagu secara manual/orisinal dengan harga mahal (sekitar Rp 2 juta per lagu, total sekitar Rp 120 juta). (Tangkapan layar Facebook: @Dapur Gombress)

SUKABUMIUPDATE.COM - Kasus buronan Fasal Hasan alias Luciano, yang menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polrestabes Semarang pada November 2025, segera menarik perhatian publik luas di Indonesia. Berita yang beredar secara sensasional menyoroti penggunaan teknologi Kecerdasan Buatan (AI) untuk menciptakan lagu. Namun, dalam penelusuran fakta di lapangan, jelas bahwa tindakan kriminal yang sesungguhnya adalah modus penipuan yang dilakukan Luciano, menjadikan AI sebagai alat bantu kejahatan, bukan sebagai subjek pelanggaran hukum itu sendiri.

Kasus ini bermula dari adanya kesepakatan komersial antara Luciano dengan seorang korban di Semarang. Luciano menjanjikan sebuah kerja sama ambisius: penciptaan 60 lagu baru yang diklaim akan digarap secara orisinal dan melalui proses manual oleh dirinya dan tim band yang disiapkan.

Dalam dunia industri musik, proses penciptaan lagu secara orisinal melibatkan waktu, emosi, skill musikal, dan dedikasi yang intensif. Atas janji karya orisinal itulah, korban bersedia membayar biaya yang tidak sedikit, dilaporkan mencapai kisaran Rp 2 juta per lagu, sehingga total nilai transaksi mencapai sekitar Rp 120 juta, sebuah angka yang mencerminkan harapan korban terhadap kualitas dan keunikan karya yang akan dihasilkan.

Namun, janji manis itu mulai runtuh ketika hasil karya diserahkan. Korban menemukan kejanggalan serius pada lagu-lagu yang seharusnya merupakan hasil kreativitas manual dan eksklusif. Alih-alih mendapatkan komposisi yang lahir dari sentuhan manusia, terkuaklah fakta bahwa puluhan lagu tersebut ternyata dibuat menggunakan Artificial Intelligence (AI), sebuah proses yang jauh lebih cepat dan murah dari yang dibayangkan.

Baca Juga: Kaleidoskop Musik 2025: 15 Lagu Pop Indonesia Terbaru Paling Hits di Spotify, Siap Geser Dominasi, Pop Galau 2.0

Kebohongan Fasal Hasan Luciano semakin terkuak secara dramatis saat ia dan timnya tidak mampu menampilkan atau membawakan lagu-lagu itu secara langsung dengan baik, mengindikasikan kurangnya pemahaman atau penguasaan materi. Informasi dari pihak ketiga semakin memperkuat dugaan bahwa karya yang dijual mahal tersebut adalah output instan dari algoritma, bukan hasil keringat musisi, meruntuhkan kepercayaan korban sepenuhnya.

Fokus Hukum Tentang Penipuan, Bukan Hak Cipta AI

Meskipun narasi publik fokus pada AI, Polrestabes Semarang menegaskan bahwa dasar hukum yang digunakan untuk menjerat Fasal Hasan alias Luciano adalah Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penipuan. Pasal ini berfokus pada tindakan seseorang yang dengan sengaja menggerakkan orang lain untuk menyerahkan suatu barang dengan menggunakan nama palsu atau tipu muslihat, dengan ancaman pidana penjara maksimal empat tahun.

Dalam kasus ini, tipu muslihat Luciano adalah menyembunyikan fakta bahwa lagu dibuat AI dan mengklaimnya sebagai karya orisinal manual dengan harga premium. Dengan demikian, buronan tersebut dikejar polisi bukan karena melanggar hak cipta dengan AI sebuah isu yang status hukumnya masih abu-abu melainkan karena secara terang-terangan menipu kliennya demi keuntungan pribadi.

Terlepas dari inti pidananya adalah penipuan, kasus Semarang ini berfungsi sebagai lonceng peringatan keras bagi seluruh industri kreatif di Indonesia. Kasus ini menyoroti betapa pentingnya transparansi dalam pemanfaatan teknologi AI dalam proses penciptaan karya komersial.

Ketika sebuah karya digital diperjualbelikan, terutama dengan harga tinggi, pengguna harus jujur mengenai sejauh mana kontribusi manusia dan sejauh mana campur tangan mesin. Kasus ini telah menciptakan preseden yang mempertegas bahwa AI dapat dianggap sebagai alat untuk melakukan kejahatan konvensional, dan praktik penjualan karya instan berlabel original human-made akan ditindak tegas sebagai upaya penipuan.

Baca Juga: Begal Ojol di Cikembar Sukabumi Belum Dimintai Keterangan, Polisi: Pelaku Masih Dirawat

Berdasarkan laporan media, kasus yang terjadi di Indonesia melibatkan seorang pria bernama Fasal Hasan alias Luciano yang menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polrestabes Semarang:

  1. Modus Penipuan: Pelaku (Luciano) menipu korbannya dengan menjanjikan pembuatan 60 lagu secara manual/orisinal dengan harga mahal (sekitar Rp 2 juta per lagu, total sekitar Rp 120 juta).
  2. Fakta di Lapangan: Ternyata, lagu-lagu tersebut dibuat menggunakan Artificial Intelligence (AI), bukan dengan proses pengerjaan manual yang disepakati dan dibayar mahal oleh korban.
  3. Terbongkar: Penipuan ini terbongkar ketika pelaku diminta menampilkan lagu-lagu tersebut, dan ia serta band yang dibawanya tidak mampu memainkannya dengan benar, serta korban juga mendapatkan informasi dari teman-temannya bahwa lagu itu dibuat dengan AI.
  4. Tindak Pidana: Pelaku dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang penipuan, dengan ancaman pidana 4 tahun penjara.

Jadi, buronan tersebut bukan dikejar polisi semata-mata karena menciptakan lagu dengan AI, melainkan karena melakukan penipuan terhadap kliennya mengenai proses dan keaslian karya yang dijual dengan harga tinggi. Kasus ini memang mencuatkan kembali pertanyaan besar apa benar berita ini? Koq aneh? Heboh! Seorang pria menjadi buronan polisi setelah dilaporkan menciptakan 60 lagu menggunakan kecerdasan buatan (AI), meskipun kasusnya sendiri adalah penipuan, mari kita pikirkan lagi hal berikut:

  1. Hak Cipta dan Kepemilikan Intelektual (KI)

Saat ini, di banyak negara, termasuk Indonesia, hak cipta karya biasanya diberikan kepada manusia yang menciptakan karya tersebut. Status hak cipta untuk karya yang sepenuhnya dibuat oleh AI tanpa intervensi kreatif manusia masih menjadi perdebatan hukum global.

  • Tantangan: Jika seseorang hanya memasukkan prompt  ke AI dan menghasilkan lagu, seberapa besar kontribusi kreatif manusia tersebut? Dan, bagaimana jika AI dilatih menggunakan jutaan lagu berhak cipta tanpa izin?
  1. Batasan Penggunaan AI (Kreativitas Manusia vs. Output Mesin)

Industri musik sedang berjuang menentukan batas.

  • AI sebagai Alat: Banyak yang melihat AI sebagai alat bantu yang sah (seperti synthesizer atau software musik), di mana manusia masih memegang kendali kreatif (memilih input, memilah output, melakukan editing).
  • AI sebagai Pencipta: Penggunaan AI untuk menghasilkan karya secara keseluruhan memunculkan kekhawatiran etika dan ekonomi, karena dapat mendevaluasi kerja keras dan orisinalitas seniman manusia.

Baca Juga: Rehabilitasi Ira Puspadewi: Publik Beri Sinyal Positif Presiden Prabowo, Tetapi Gagalnya Penegakan Hukum

Banyak perusahaan musik besar di dunia kini mulai menggugat startup pembuat musik AI karena dugaan penggunaan karya berhak cipta untuk melatih model mereka (training data). Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa pertempuran hukum dan etika untuk mendefinisikan batas antara kreativitas manusia dan output mesin masih berlangsung sengit.

Fenomena buronan kasus penipuan lagu AI yang melibatkan Fasal Hasan alias Luciano pertama kali meledak dan menjadi perbincangan hangat di media sosial dan media massa nasional sekitar Rabu, 5 November 2025, bertepatan dengan disebarkannya pengumuman Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polrestabes Semarang. Berita ini kemudian diangkat secara masif oleh media-media besar di Indonesia, terutama yang memiliki basis pelaporan di Jawa Tengah dan Jakarta (asal pelaku), dengan mengutip langsung konfirmasi resmi dari pihak kepolisian. Sumber otoritas utama yang memberikan rincian kronologi adalah AKBP Andika Dharma Sena (saat itu menjabat Kasat Reskrim Polrestabes Semarang), yang menjelaskan bahwa inti kasusnya adalah penipuan: pelaku menjanjikan pembuatan 60 lagu secara manual dan orisinal senilai total Rp 120 juta, namun ternyata lagu-lagu tersebut dibuat menggunakan Kecerdasan Buatan (AI) tanpa sepengetahuan klien, sehingga ia dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan. Kehebohan berita ini lantas dipicu oleh judul-judul sensasional yang menyorot AI, seperti yang dilaporkan oleh Detikcom/DetikJateng sejak tanggal 5 November 2025, diikuti oleh media-media online nasional lainnya pada hari-hari berikutnya, menjadikan detail penipuan lagu menggunakan Generator Musik AI sebagai headline utama.

(Dari berbagai sumber)

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini