SUKABUMIUPDATE.com – Gelora Bung Karno malam itu bukan hanya saksi dari konser, melainkan sebuah peristiwa sejarah. Konser Dewa 19 All Star 2.0 melampaui ekspektasi, mengubah lautan manusia menjadi lautan emosi, dan mengukuhkan sebuah fakta: musik rock era '80an tidak pernah mati, ia hanya menunggu untuk dibangkitkan. Momen puncaknya? Ketika riff ikonik "Still of The Night" milik Whitesnake menggelegar, menggemparkan seluruh stadion dan menyisakan kekaguman.
Sebuah Kejutan yang Merajut Kembali Warisan Rock
Bukan rahasia lagi, "Still of The Night" adalah mahakarya rock klasik yang dirilis pada tahun 1987. Lagu ini bukanlah bagian dari setlist rutin Dewa 19, namun untuk konser istimewa ini, Andra Ramadhan dan kawan-kawan memberikan hadiah tak terduga. Intro gitar yang penuh dramatis seketika mengubah suasana, dan semua mata tertuju pada Dino Jelusick. Vokalis muda yang dikenal sebagai keyboardist dan backing vocalist Whitesnake era modern ini, melengking dengan vokal yang nyaris sempurna, menghidupkan kembali roh legendaris David Coverdale.
Suara serak di awal yang penuh misteri, kemudian meledak menjadi high note memecah keheningan malam, membawa kita seolah kembali ke masa keemasan rock di era '80an. Penampilan ini jauh dari sekadar cover. Ini adalah sebuah penghormatan yang tulus, ditampilkan dengan penuh energi dan gairah.
Perayaan Simbolis Antara Dua Era
Kolaborasi ini memiliki makna yang lebih dalam dari sekadar membawakan lagu lama. Kehadiran Steve Vai, sang legenda gitar dunia yang juga mantan gitaris Whitesnake di album Slip of the Tongue, menjadikan momen ini terasa lebih istimewa. Ditemani oleh virtuoso bass Billy Sheehan dan keyboardist legendaris Derek Sherinian, interpretasi ulang lagu ini menjadi sebuah reuni simbolis, merajut kembali benang merah antara era lampau dan era modern Whitesnake.
Seperti yang Dino Jelusick sampaikan di Instagramnya, momen ini adalah sebuah "kehormatan," sebuah perayaan warisan rock yang abadi, dilakukan oleh para musisi yang sama-sama mewakili jiwa besar musik tersebut.
Menggugah Rasa Penasaran Generasi Milenial dan Gen Z
Yang paling menarik, "Still of The Night" berhasil memikat generasi muda yang mungkin tidak familiar dengan lagu ini. Alih-alih merasa asing, mereka justru terkesima.“Ini lagu apa? Kok keren banget?”, “Vokalnya, koq mirip banget sama yang di rekaman!”. Dan bagi yang familiar dengan Whitesnake ia berujar "Nyaris bangert Coverdale, Dino! keren!"
Pertanyaan-pertanyaan tadi segera dijawab dengan ponsel-ponsel yang menyala, mencari tahu siapa dan lagu apa yang sedang mereka dengarkan. Secara instan, "Still of The Night Whitesnake" menjadi trending search di antara penonton. Banyak yang langsung membuka Youtube untuk video klip ikonik Whitesnake yang menampilkan Tawny Kitaen menari di atas kap mobil Jaguar, seolah menemukan harta karun terpendam.
Baca Juga: Karma Police Radiohead Dua Sisi Pedang Pengadilan Sosial di Era Digital
Musik Berkualitas Tinggi yang Abadi
"Still of The Night" adalah contoh nyata bagaimana musik yang dibangun di atas fondasi kuat riff gitar yang tak terlupakan, vokal yang penuh emosi, dan aransemen yang dramatis akan selalu relevan. Keberhasilan Dewa 19 membawakan lagu ini, dengan tetap setia pada jiwa aslinya namun memberikan sentuhan kebaruan melalui para musisi tamu, membuktikan bahwa musik rock yang baik memang tak lekang oleh waktu.
Pada akhirnya, konser ini tidak hanya tentang hiburan. Ini adalah sebuah pelajaran musik, sebuah jembatan yang menghubungkan generasi, dari yang tua ke yang muda, dari yang klasik ke yang kontemporer. Dewa 19 dan para bintang tamunya tidak hanya menyajikan pertunjukan, mereka mempersembahkan sebuah warisan. Dan ini adalah warisan artistik yang sangat baik, megah dan menawan yang selalu layak untuk diteruskan.