SUKABUMIUPDATE.com - Peringatan Hari Penyandang Disabilitas Internasional 2025 pada 3 Desember, yang bertema "Fostering disability-inclusive societies for advancing social progress" (Mendorong masyarakat inklusif disabilitas untuk memajukan kemajuan sosial), berlangsung di tengah momentum global yang kuat. Tema ini tidak berdiri sendiri, melainkan berakar dari komitmen yang ditegaskan kembali dalam KTT Dunia Kedua untuk Pembangunan Sosial yang baru saja berlangsung di Doha, Qatar, pada 4-6 November 2025.
Di sana, para pemimpin dunia telah berkumpul untuk menegaskan kembali ambisi mereka dalam membangun tatanan global yang bersifat adil, inklusif, dan setara. Dengan bersandar pada momentum KTT Doha, peringatan 3 Desember ini bertujuan untuk beralih dari sekadar kesadaran menuju implementasi nyata, memastikan bahwa pembangunan sosial yang berkelanjutan benar-benar melibatkan dan berpihak pada penyandang disabilitas di seluruh dunia. Namun, saat menengok realitas di Indonesia, berlanjutkah semangat global ini berhasil diterjemahkan menjadi pemenuhan hak yang bermakna? Jawabannya berada pada kesenjangan antara regulasi yang berkualitas dan implementasi di lapangan.
Ketika kita berbicara tentang hak-hak disabilitas, sebenarnya kita sedang berbicara tentang kita semua. Mengapa? Karena inklusi sejati atau pemerataan dan keterlibatan itu bukan hanya tentang membangun ramp (jalan landai) tambahan atau menyediakan toilet khusus. Itu adalah tentang mengubah cara kita berpikir. Ini adalah kesadaran bahwa setiap orang berharga dan punya kontribusi. Seringkali, tantangan terbesar bagi penyandang disabilitas bukanlah kondisi fisik mereka, melainkan "tembok" yang kita bersama-sama berdirikan: stigma, anggapan bahwa mereka hanya butuh belas kasihan, dan lingkungan yang tidak berpihak. Padahal, jika semua orang punya akses yang sama ke sekolah, pekerjaan, dan transportasi, kita semua berpotensi memiliki masyarakat yang lebih cerdas dan lebih kaya. Jadi, 3 Desember berfungsi sebagai cermin, menanyakan: sudahkah kita berhenti berpura-pura inklusif dan mulai berbuat nyata?
Baca Juga: Bangkitkan Kopi Lokal, Distan Sukabumi Prioritaskan Tiga Sentra Pengembangan
Regulasi Ada, Namun Implementasi Berhadapan Jurang
Secara regulasi, Indonesia telah berlangkah maju dan berkomitmen pada standar internasional. Pengesahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas adalah fondasi hukum yang berarti, diikuti oleh sejumlah Peraturan Pemerintah (PP) yang berkaitan dengan akomodasi yang layak di sektor pendidikan, peradilan, hingga pelayanan publik dan perlindungan dari bencana. Secara de jure, kerangka hukum ini bertujuan untuk mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan, dan menghilangkan diskriminasi.
Namun, memasuki tahun 2025, realitas di lapangan berbicara lain. Implementasi UU tersebut seringkali berhadapan dengan tantangan bersifat struktural dan kultural. Kekurangan kejelasan dalam pedoman teknis pelaksanaan, alokasi sumber daya yang tidak memadai, serta lemahnya koordinasi lintas instansi pemerintah dan pemangku kepentingan berkontribusi pada kesenjangan besar antara harapan regulasi dan pemenuhan hak yang bermakna bagi penyandang disabilitas.
Hambatan Utama Aksesibilitas, Pekerjaan, dan Stigma
Pemenuhan hak penyandang disabilitas terhambat oleh tiga dimensi utama. Pertama, Aksesibilitas dan Infrastruktur: Meskipun UU bertujuan menjamin akses, infrastruktur fisik yang tidak dapat diakses mulai dari transportasi umum, ruang publik, hingga bangunan masih bersifat masif. Hal ini secara langsung membatasi hak dasar penyandang disabilitas untuk berpartisipasi penuh dalam kehidupan masyarakat. Kedua, Hak Atas Pekerjaan dan Pendidikan: Data menunjukkan kesenjangan signifikan; Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) penyandang disabilitas jauh di bawah TPAK nasional. Meskipun ada kuota wajib (2% untuk BUMN/D dan 1% untuk swasta), penyerapan tenaga kerja masih rendah karena kurangnya akomodasi yang layak, diskriminasi, dan terbatasnya pelatihan vokasi yang inklusif. Selain itu, sekitar 17,85% penyandang disabilitas berusia di atas 5 tahun belum pernah mengenyam pendidikan formal, menunjukkan sistem pendidikan inklusif masih memerlukan penguatan yang signifikan.
Baca Juga: Pemkab Sukabumi Perkuat Koordinasi Desa, Dukung Percepatan Proyek Tol Bocimi Seksi 3
Tantangan yang paling fundamental mungkin berada di tingkat sikap dan sosial. Stigma dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas masih berakar kuat dalam masyarakat, seringkali bermuara pada kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang hak-hak mereka. Perlakuan yang tidak tepat di layanan publik masih kerap terjadi karena petugas di lapangan tidak sepenuhnya memahami kewajiban mereka. Namun, semangat untuk berubah tetap berkobar.
Komisi Nasional Disabilitas (KND) yang telah berdiri, bersama dengan inisiatif daerah seperti uji publik Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) di berbagai provinsi, menunjukkan adanya gerakan kolektif untuk mempersempit kesenjangan antara hukum dan praktik. Peringatan Hari Disabilitas Internasional 2025, dengan tema "Fostering disability-inclusive societies for advancing social progress", adalah momentum berharga untuk menggencarkan kolaborasi multi-pihak, beralih dari pendekatan belas kasihan menuju penguatan kepemimpinan dan pemberdayaan disabilitas.
Di penghujung tahun ini, selain berjanji untuk hidup lebih sehat atau berhemat, mari kita tambahkan satu resolusi yang berasal dari hati: menjadi individu yang lebih inklusif. Kita tidak perlu menunggu kebijakan besar dari pemerintah untuk berubah. Inklusi berawal dari hal-hal kecil, seperti bersikap sabar di ruang publik, memastikan teman atau tetangga yang difabel mendapatkan informasi yang sama, atau berani bertanya "apa yang bisa saya bantu?" tanpa berasumsi. Tema global tentang "memajukan kemajuan sosial" itu bermakna bahwa kemajuan sosial kita bergantung pada seberapa baik kita berhasil merangkul semua orang, tanpa kecuali. Ingat, hari ini kita bersifat nondisabel, tapi esok, lusa, atau saat kita menua, kita semua akan berhadapan dengan tantangan aksesibilitas. Mari kita berinvestasi pada masyarakat yang berpihak pada setiap orang, hari ini juga.



