Asyik Bertani, 5 Milenial Sukabumi Tepis Anggapan Sektor Pertanian Bukan Untuk Pemuda

Sukabumiupdate.com
Senin 27 Okt 2025, 20:28 WIB
Asyik Bertani, 5 Milenial Sukabumi Tepis Anggapan Sektor Pertanian Bukan Untuk Pemuda

Lima milenial Sukabumi saat panen cabai. (Sumber : Dok: Warga)

SUKABUMIUPDATE.com - Jelang momentum Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada tanggal Selasa 28 Oktober 2025. Lima pemuda asal Kecamatan Parungkuda, Kabupaten Sukabumi menepis anggaran bahwa sektor pertanian akan sulit dilakukan oleh kaum muda. Mereka tergabung dalam kelompok Indonesia Wahana Agrikultur Natural (IWAN) yang baru saja sukses melaksanakan panen cabai perdana dengan hasil yang sangat memuaskan.

‎“Cita-cita dan harapan kami berlima, ingin sukses di pertanian di kemudian hari supaya bisa membuka lapangan pekerjaan untuk teman-teman kami yang belum produktif,” ujar Gery Dwi Samudra (24) saat panen Cabai di wilayah Parungkuda, Senin (27/10/2025).

‎Keberhasilan lima pemuda ini membuktikan bahwa pertanian merupakan lahan menjanjikan, sesuai dengan motivasi utama mereka yakni menjadi pemuda produktif. Sebelum memulai, Gery menjelaskan bahwa mereka kompak mengikuti Bimbingan Teknis (Bimtek) untuk mendalami ilmu pertanian.

Baca Juga: Banjir Bandang Terjang Cisolok Sukabumi: 500 KK Terdampak, Akses Antar Desa Terputus

‎“Kami berlima itu sebelum melakukan pertanian ini mengikuti Bimtek yang di mana diajarkan karakter tanaman, karakter tanah, SOP, serta dataran MDPL. Tujuannya untuk meminimalisir kematian atau kerugian gagal panen,” jelasnya.

Menurutnya, tantangan terbesar datang ketika awal masa tanam, mereka harus menyiapkan dan mengolah lahan terlebih dahulu yang memakan waktu, tenaga serta materi yang mereka miliki. Namun semangat kebersamaan menghasilkan buah manis di bulan ke lima sejak masa tanam dimulai.

‎“Pembukaan lahan itu 1 bulan. Karena ini tanahnya kan litosol ke andosol yang cukup sulit. Karena ada bebatuan dan bata-bata bekas proyek ayam. Kami harus membongkar bata-bata itu kemudian kami jadikan lahan pertanian,” kata Gery.

"Alhamdulillah kita merasakan kebahagiaan semuanya karena hasilnya sangat baik dan sangat melimpah hasil panennya. Hasilnya memuaskan," tambahnya.

‎Sementara Daifa Fadilah (34 tahun) menambahkan bahwa keputusannya untuk beralih ke pertanian organik didorong oleh rasa keprihatinan terhadap diri sendiri untuk melawan semua sifat negatif dalam dirinya.

‎“Kami prihatin pada diri sendiri yang mempunyai sifat pragmatis, materialistis, dan konsumtif. Setelah kami mengikuti Bimtek, kami ingin melakukan pertanian secara organik. Sehingga kami bisa berproduktif dan tidak lagi mempunyai sifat-sifat tersebut,” kata Daifa.

Baca Juga: Tanggul Sungai Jebol, Warga Cisolok Sukabumi Ceritakan Detik-detik Air dan Lumpur Terjang Pemukiman

‎Mereka sengaja memilih menanam cabai karena harganya yang fluktuatif, dan umumnya petani enggan menanam di cuaca tak menentu. Namun, hal itu tidak menjadi masalah bagi kelima Pemuda karena mereka mengandalkan metode organik.

‎“Kami menggunakan pupuk organik pertumbuhan, pembuahan, dan pestisida yang dapat menunjang hasil serta kuantitas dan kualitas penanaman kami,” ungkap Daifa.

‎Pada panen perdana ini, mereka berhasil mendapatkan hasil yang signifikan. Untuk cabai caplak, dari 4.000 pohon, diperkirakan menghasilkan 200 hingga 300 kilogram. Sementara untuk cabai jenis lainnya, mereka memperkirakan panen 50 hingga 100 kilogram.

‎Menurut Daifa, kesuksesan ini juga didukung oleh manajemen tim yang baik. "Di sini kami berlima mempunyai tanggung jawab masing-masing sesuai SOP yang berdasarkan buku panduan yang kami buat," pungkasnya.

Berita Terkait
Berita Terkini