Dinamika Politik Islam di Indonesia

Sabtu 24 Februari 2018, 16:47 WIB

SUKABUMIUPDATE.com - Secara teologis, agama dan politik (baca: kekuasaan) tidak dapat dipisahkan. Menurut pemahaman Islam, Al-Quran memperlakukan kehidupan manusia sebagai suatu keseluruhan yang organik. Artinya, semua bidang kehidupan manusia harus dibimbing oleh petunjuk-petunjuk yang bersumber dari Al-Qur’an, termasuk di dalamnya adalah kehidupan politik. Karena itu perkembangan politik di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pergulatan politik Islam di Indonesia.

Secara historis, politik Islam di Indonesia mengalami pasang dan surut. Pada masa menjelang kemerdekaan sampai orde lama adalah masa pertarungan ideologi. Di periode awal Orde Baru bisa dikatakan politik Islam berada di luar arena kekuasaan, baru pada era 1980-an orde baru mulai merangkul muslim. Di era reformasi barulah politik Islam mulai mendapat tempat yang diinginkan dikancah perpolitikan nasional. Berangkat dari itu penulis ingin mengupas bagaimana sesungguhnya dinamika politik Islam di Indonesia?.

Periode Menjelang Kemerdekaan – Orde Lama

Pada periode ini elit politik Indonesia terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang menginginkan Indonesia berdasarkan Islam, dan kelompok yang menginginkan Indonesia berdasarkan ideologi non-agama yaitu kelompok nasionalis. Kedua aliran pemikiran tersebut masing-masing mempunyai akar dalam sejarah dan perkembangan gerakan nasionalis Indonesia pada tengah pertama abad ke-20.

Untuk mengakomodir berbagai pendapat demi menghasilkan kesepakatan bersama, maka sebelum Indonesia merdeka dibentuklah apa yang disebut dengan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-USAHA Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Badan ini terdiri dari wakil-wakil berbagai unsur dan tokoh-tokoh, berjumlah 67 orang, terdiri dari 60 orang yang dianggap tokoh dari Indonesia dan 7 orang anggota Jepang dan keturunan Indonesia lainnya tanpa hak suara. Badan ini bertugas mendiskusikan dan menyusun RUUD dan dasar Negara Indonesia merdeka dan telah bersidang 2 kali: 28 Mei-1 Juni 1945 dan 10-17 Juli 1945.

Segera setelah sidang pertama berakhir, 38 anggota melanjutkan pertemuan. Kemudian mereka membentuk panitia kecil yang terdiri atas sembilan orang yang dipilih. Mereka adalah Soekarno (nasionalis); Mohammad Hatta (Islam, nasionalis); A.A. Maramis (Kristen); Abikoesno Tjokrosoejoso (PSII); Abdul Kahar Mudzakir (Muhammadiyah); Haji Agus Salim (Islam); Achmad Soebarjo (Islam, nasionalis); KH. Wahid Hasyim (NU); Muhammad Yamin (nasionalis). Mereka diberi tugas merumuskan rancangan Pembukaan Hukum Dasar yang dikenal dengan preambul atau Pembukaan UUD. Hasil dari kesepakatan Panitia Sembilan ini kemudian disebut dengan Piagam Jakarta (The Jakarta Charter). Isi dari Piagam Jakarta tersebut yaitu:

“…Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan (tidak dengan kata Ketuhanan yang Maha Esa) dengan kewajiban menjalankan syariat bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”

Sehari setelah itu (11 Juli 1945), Latuharhari, seorang Protestan dan anggota Badan Penyelidik, menyatakan keberatannya atas kalimat tersebut. “Akibatnya mungkin besar. Terutama terhadap agama lain, katanya,”… kalimat ini juga bisa menimbulkan kekacauan, misalnya, terhadap adat istiadat.” Soekarno yang memimpin pertemuan, mengingatkan segenap anggota bahwa preambul itu adalah suatu jerih-payah antara golongan Islam dan kebangsaan, “kalau kalimat ini tidak dimasukkan, tidak bisa diterima oleh kaum Islam.”

Pasca dibacakan Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, keesokan harinya, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang telah dibentuk 7 Agustus 1945, dipimpin oleh Soekarno sebagai Ketua dan Hatta sebagai Wakil Ketua, menerima dengan bulat teks perubahan preambul dan batang tubuh Undang-Undang Dasar. Preambul dan batang tubuh Undang-Undang Dasar dengan beberapa perubahan ini dikenal luas sebagai “Undang-Undang Dasar 1945”.

Peristiwa ini menjadikan sejumlah kelompok Islam merasa dikhianati. Kekalahan ini oleh generasi Islam berikutnya dipandang sebagai kelemahan politik Islam. Dampak dari peristiwa tersebut memunculkan pemberontakan di beberapa daerah dengan tujuan mendirikan negara Islam. Misalnya, Kartosuwirjo di Jawa Barat pada tanggal 7 Agustus 1949 memproklamasikan Negara Islam Indonesia (NII). Kahar Muzakar mengadakan pemberontakan di Sulawesi Selatan pada tahun 1952, dan Daud Beureueh memproklamasikan Negara Islam di Aceh sebagai bagian dari NII yang diproklamasikan Kartosuwirjo. Namun berbagai pemberontakan ini justru selanjutnya melemahkan perjuangan politik Islam, karena menjadikan rezim Orde Baru selalu curiga terhadap politik Islam.

Periode Orde Baru

Setelah ikut membantu menumpas pengikut PKI, harapan kelompok Islam untuk bisa banyak ambil bagian dalam politik di Indonesia pada awal pemerintahan Orde Baru tidak terwujud. Hal ini disebabkan oleh warisan kesalahpahaman dari pemerintah kolonial yang menganggap Islam sebagai sumber pemberontakan yang dibenarkan dengan adanya berbagai pemberontakan kelompok Islam seperti DI/TII. Akibatnya, pemerintah Orde Baru cenderung phobia terhadap gerakan politik Islam.

Islamofobia dikalangan pemerintah Orde Baru, oleh beberapa tokoh Islam diduga menjadi sebab kuatnya pengaruh lembaga think tank CSIS dalam merumuskan kebijakan pemerintah terhadap Islam. Hal ini sebagaimana disinyalir oleh beberapa tokoh Islam. Menguatnya militansi politik Islam pasca G-30-S/PKI 1965 mampu menyatukan gerakan politik Ali Moertopo dengan elit Katolik-Cina seperti Harry Tjan Silalahi; Sofyan Wanandi dan Jusuf Wanandi.

Selanjutnya pemerintahan orde baru melakukan penyederhanaan parpol. Pada Pemilu 1971 terdapat 10 kontestan partai politik yaitu: Golkar, NU, Parmusi, PNI, PSII, Parkindo, Partai Katholik, Perti, IPKI, dan Murba. Faksi-faksi kelompok partai politik ini kemudian disederhanakan menjadi dua partai yaitu (1) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan penggabungan partai-partai Islam: NU, Parmusi, PSII, dan Perti; (2) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) merupakan penggabungan partai-partai nasionalis dan Kristen yaitu PNI, Parkindo, Katolik, Perti, IPKI, dan Murba. Penyederhanaan ini sesuai dengan UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik.

Pada tahun 1970-an Soeharto sangat berhati-hati terhadap Islam. L.M. Idrus Effendi pada akhir 1980-an dan para pembantunya mulai merangkul kalangan Muslim dan meninggalkan mereka yang non-Muslim dan abangan. Hal ini disebabkan dukungan dari pihak militer untuk mengokohkan kekuasaannya sudah mulai melemah.

Pada awal tahun 1980-an pengaruh dan peranan politik CSIS juga mulai merosot. Hal ini tampak pada Munas III Golkar tahun 1983, kelompok Tanah Abang hanya mendapat dua kursi, sedangkan Sudharmono atas restu Soeharto terpilih sebagai ketua Golkar periode 1983-1988. Di bawah kepemimpinan Sudharmono, Golkar secara intensif melakukan pendekatan terhadap ormas-ormas Islam. Tahun-tahun setelah ini merupakan rujuknya pemerintah dengan kelompok Islam, yang ditandai dengan semakin akomodatifnya pemerintah terhadap kepentingan Islam. Sikap akomodatif pemerintah ini ditunjukkan dengan diberlakukannya dua undang-undang pada tahun 1989 yaitu Undang-undang Peradilan Agama dan Sistem Pendidikan Nasional.

Diantara kebijakan pemerintah yang mengadopsi aspirasi umat Islam misalnya, diizinkannya penggunaan jilbab, dimana sebelumnya terjadi pelarangan berdasarkan SK Dirjend Dikdasmen No. 052/C/Kep/D/1982. Setelah pemilu 1992, menteri-menteri Kristen yang mengendalikan departemen keuangan diganti dengan menteri-menteri Muslim yang punya hubungan dengan ICMI. Pada tahun 1993 SDSB ditutup atas desakan dari umat Islam. Untuk meyakinkan komitmennya terhadap Islam, maka pada tahun 1991 Soeharto dan keluarganya naik haji ke Mekkah. Seiring krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997, Soeharto tidak lagi bisa mempertahankan diri sebagai orang nomor satu di Indonesia sehingga pada 21 Mei 1998 ia menyerahkan kekuasaanya pada Habibie.

Periode Reformasi

Pada masa ini politik Islam boleh dikatakan mencapai titik pijak yang sangat kuat. Kebangkitan politik Islam ditandai oleh beberapa fenomena yang hampir tidak muncul ke permukaan pada masa Orde Baru. Era ini muncul gairah pembentukan partai politik berbasis Islam. Menjelang PEMILU 1999 sudah terdapat 35 buah partai Islam yang mendaftarkan diri ke Departemen Kehakiman. Setelah diadakan seleksi oleh Tim Sebelas, yang lolos sebagai kontestan pemilu 1999 sebanyak 20 partai Islam dari 48 partai politik.  Kini, sejak reformasi telah 4 kali pemilu diselenggarakan. Partai-partai berbasis Islam secara akumulatif belum pernah meraih kemenangan. Berikut hasil perolehan suara partai Islam pada pemilu post Soeharto:

Berdasarkan grafik diatas, pada era pasca Soeharto partai Islam mendapat suara yang cukup signifikan, yakni 35,5% dari total suara sah pada pemilu 1999 dan 38,35% dari total suara sah pada pemilu 2004. Lonjakan suara pada pemilu 2004 diperoleh PKS, di mana pada pemilu 1999 Partai Keadilan (sebelum menjadi PKS) hanya memperoleh 1,36% suara sedangkan pada pemilu 2004 melonjak menjadi 7,34%. Namun, pemilu 2009 dan 2014 kurang menggembirakan karena perolehan partai Islam untuk tahun 2009 hanya mendapatkan 28.90% dari suara sah, sedangkan pada Pemilu 2014, partai Islam mendapatkan 31.41% dari suara sah secara nasional.

Di ranah politik, partai-partai politik berbasis Islam, terus berjuang mengitegrasikan nilai-nilai syari’at ke dalam hukum positif di Indonesia melalui politik legislasi nasional (baca: undang-undang) maupun legislasi derah (baca: peraturan daerah). Perjuangan ini dilakukan secara prosedural di parlemen dan dengan mekanisme yang demokratis di setiap alat kelengkapan dewan, baik melalui fraksi, komisi maupun Badan Legislasi. Sebagai perjuangan, ikhtiar tersebut tidak selalu berhasil karena partai-partai berbasis Islam kalah dalam jumlah, bahkan kadang di antara mereka sendiri berbeda pendapat. 

Dari uraian dinamika partai politik di atas dapat disimpulkan bahwa meski partai politik berbasis Islam mengalami pasang surut dalam perjalanannya, eksistensinya tetap harus dipertahankan dan diperjuangkan. Parpol berbasis Islam harus tetap ada karena dibutuhkan untuk kanalisasi perjuangan umat Islam. Bisa juga menjadi solusi menolak radikalisme. Terakhir yang paling penting adalah sebagai sebagai upaya pengintegrasian nilai-nilai Islam dalam hukum positif di Indonesia. Untuk itu umat Islam tidak boleh pesimis dengan keadaan, yang perlu dilakukan adalah menebar kedamaian Islam, karena NKRI sudah final, tidak perlu diperdebatkan lagi. Tidak perlu membentuk Negara Islam Indonesia, karena hukum Islam secara bertahap telah terintegrasi ke dalam peraturan perundang-undangan. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana cara memagarinya agar hukum di Indonesia tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Terakhir, Politik Islam harus benar-benar dijaga agar senantiasa menjadi pelindung utama tetap tegaknya ajaran Islam serta alat untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. 

Follow Berita Sukabumi Update di Google News
Berita Terkini
Life06 Mei 2024, 10:00 WIB

Hanya dalam Waktu 10 Menit! Cara Meningkatkan Mood yang Ampuh dan Cepat

10 cara yang terbukti secara ilmiah untuk meningkatkan mood Anda dalam 10 menit atau kurang.
Ilustrasi. Tersenyum | 10 cara yang terbukti secara ilmiah untuk meningkatkan mood Anda dalam 10 menit atau kurang. (Sumber : pixabay.com/@Pexels)
Life06 Mei 2024, 09:34 WIB

Orang Tua Wajib Tahu Dampak Buruknya, Ini 6 Bahaya Terlalu Mengekang Anak!

Terlalu mengekang anak rupanya tidak baik untuk perkembangannya saat tumbuh dewasa. Dampak buruk dari pola asuh tersebut sangat besar.
Ilustrasi. Dampak buruk terlalu mengekang anak. Sumber foto : Pexels/Antoni Shkraba
Sehat06 Mei 2024, 09:00 WIB

Hidup Sehat dan Bahagia, 5 Langkah Sederhana Menurunkan Kolesterol

Kolesterol jahat bisa di atasi dengan langkah sederhana untuk menurunkannya.
Ilustrasi - Kolesterol jahat bisa di atasi dengan langkah sederhana untuk menurunkannya. (Sumber : Freepik.com/@pvproductions).
Sukabumi06 Mei 2024, 08:40 WIB

Melalui Diskumindag, Pemkot Sukabumi Fokus Berdayakan Potensi UMKM

Pemberdayaan UMKM merupakan target yang dibebankan kepada Diskumindag.
Opening ceremony program UMKM Naik Kelas di Ruang Pertemuan Balai Kota Sukabumi, Jumat, 3 Mei 2024. | Foto: Dokpim Kota Sukabumi
Sukabumi Memilih06 Mei 2024, 08:12 WIB

Masyarakat Ingin Perubahan? 7 Nama Potensial untuk Pilkada Kabupaten Sukabumi

Terdapat tujuh kandidat yang berpotensi menjadi pemimpin di Kabupaten Sukabumi.
(Foto Ilustrasi) Direktur JSPP Muhamad Salman Ramdhani menyampailkan pandangannya terkait hasil survei Pilkada Kabupaten Sukabumi tahun 2024. | Foto: SU
Inspirasi06 Mei 2024, 08:00 WIB

Lowongan Jurusan Teknik untuk Kerja di Bidang Research and Development

Jika Minat dengan Lowongan Jurusan Teknik untuk Kerja di Bidang Research and Development, Simak Informasi Berikut!
Ilustrasi. Wawancara kerja. | Lowongan Jurusan Teknik untuk Kerja di Bidang Research and Development (Sumber : Freepik.com)
Life06 Mei 2024, 07:00 WIB

7 Ciri Orang Sudah Menemukan Kebahagiaan Diri, Apa Kamu Termasuk?

Inilah Ciri Orang Sudah Menemukan Kebahagiaan Diri, Apa Kamu Termasuk?
Ilustrasi. Tertawa bersama teman. | Ciri Orang Sudah Menemukan Kebahagiaan Diri. Foto: Freepik
Food & Travel06 Mei 2024, 06:00 WIB

5 Manfaat Rutin Minum Air Rebusan untuk Penderita Asam Urat

Yuk Ketahui Sederet Manfaat Rutin Minum Air Rebusan untuk Penderita Asam Urat Berikut!
Ilustrasi. Air Lemon. Manfaat Rutin Minum Air Rebusan untuk Penderita Asam Urat | Foto:  Pixabay/Ri_Ya
Science06 Mei 2024, 05:00 WIB

Prakiraan Cuaca Jawa Barat 6 Mei 2024, Yuk Cek Dulu Langit di Awal Pekan!

Prediksi cuaca hari ini 6 Mei 2024 wilayah Jawa Barat termasuk Sukabumi, Cianjur, Bogor, Bandung dan sekitarnya.
Ilustrasi - Prediksi cuaca hari ini 6 Mei 2024 wilayah Jawa Barat termasuk Sukabumi, Cianjur, Bogor, Bandung  dan sekitarnya. (Sumber : Freepik.com/@fanjianhua).
Life05 Mei 2024, 22:08 WIB

Tindak Lanjuti Perilaku Buruk, 7 Cara Terbaik untuk Melakukan Time-Out Pada Balita

Dengan konsistensi dan penegakan aturan yang tenang, kerja keras Anda dalam menerapkan time-out yang besar kemungkinan akan menghasilkan hasil berupa lebih banyak perilaku yang baik.
Ilustrasi cara melakukan time-out pada balita. | Sumber Foto : pexels.com/@Arina Krasnikova