Gugatan Pemilik Rolling Stone Melawan Google, Babak Baru Pertarungan Hak Cipta di Era AI

Sukabumiupdate.com
Senin 15 Sep 2025, 21:01 WIB
Gugatan Pemilik Rolling Stone Melawan Google, Babak Baru Pertarungan Hak Cipta di Era AI

AI Overviews, fitur baru Google, baru-baru ini digugat dengan tuduhan memanfaatkan konten berhak cipta secara ilegal untuk melatih AI oleh pemilik Rolling Stone (Ilustrasi AI: ChatGPt)

SUKABUMIUPDATE.com - Di tengah evolusi pesat kecerdasan buatan, muncul sebuah konflik yang tak terhindarkan. Penske Media Corporation (PMC), konglomerat media yang membawahi publikasi-publikasi ikonik seperti Rolling Stone dan Variety, secara resmi melayangkan gugatan terhadap Google. Gugatan ini bukan sekadar sengketa hukum biasa, melainkan sebuah proklamasi perang yang mengguncang fondasi industri digital.

Melansir tbsnews.net (14/9/25), tuduhan utamanya adalah Google AI Overviews, fitur baru Google yang dituduh secara ilegal memanfaatkan konten berhak cipta untuk melatih AI, tanpa izin apalagi kompensasi. Ini adalah pertarungan epik pertama yang akan mendefinisikan masa depan internet akankah para kreator mendapatkan imbalan yang layak atas karya mereka, atau akankah raksasa teknologi terus mendominasi tanpa batas? Gugatan serupa juga diajukan oleh perusahaan pendidikan daring, Chegg.

Google sendiri membantah tuduhan tersesebut dengan mengklaim bahwa AI Overviews memberikan pengalaman yang lebih baik bagi pengguna dan justru mengarahkan lebih banyak trafik ke berbagai situs web. Juru bicara Google, Jose Castaneda, menyatakan bahwa fitur ini membuat penelusuran lebih bermanfaat dan akan membela diri dari klaim yang dianggap tidak berdasar.

Baca Juga: Awas Penipuan, Pendaftaran Mitra Agen LPG Lewat WhatsApp Dipastikan Hoaks

Selain itu, gugatan ini muncul setelah Google memenangkan kasus antimonopoli yang memutuskan mereka tidak perlu menjual peramban Chrome.

Putusan tersebut menuai kekecewaan dari beberapa penerbit dan industri media. CEO News/Media Alliance, Danielle Coffey, berpendapat bahwa kekuatan pasar Google yang begitu besar membuat mereka tidak perlu mematuhi praktik sehat yang biasanya disepakati dengan perusahaan AI lain, seperti kesepakatan lisensi. Sebaliknya, perusahaan seperti OpenAI telah lebih dulu menandatangani perjanjian serupa dengan berbagai penerbit media.

Google Gerbang Digital yang Kini Jadi Juru Kunci, Dilema bagi Penerbit

Selama dua dekade terakhir, Google telah menjadi "gerbang utama" internet dengan pangsa pasar pencarian yang mencapai 91% secara global, memegang kendali penuh atas arus informasi. Namun, dengan peluncuran AI Overviews pada awal 2025, Google mengubah permainannya. Fitur ini dirancang untuk memberikan ringkasan instan dari berbagai sumber, memungkinkan pengguna mendapatkan jawaban tanpa harus mengklik tautan asli.

Meskipun terdengar efisien, fitur ini menciptakan dilema besar bagi para penerbit. Konten yang dihasilkan dari kerja keras jurnalis dan editor kini "disajikan" langsung oleh Google, tanpa ada timbal balik yang adil. Para penerbit merasa terpojok, jika mereka menolak kontennya diambil, mereka berisiko kehilangan visibilitas, namun jika membiarkannya, mereka kehilangan traffic dan pendapatan yang sangat vital. Laporan awal menunjukkan penurunan traffic organik ke situs berita mencapai 40%, sebuah angka yang mengancam keberlangsungan model bisnis mereka.

Baca Juga: Yayasan Sukabumi Update Peduli Salurkan Bantuan Kursi Roda untuk Warga Bojonggenteng

Gugatan PMC Menuntut Keadilan di Tiga Front

Gugatan yang diajukan di pengadilan California pada September 2025 ini lebih dari sekadar kasus hak cipta. PMC menyerang Google dari tiga sisi strategis:

  1. Pelanggaran Hak Cipta: Tuduhan utama adalah Google secara langsung menggunakan artikel berhak cipta untuk melatih AI-nya dan menyajikan ringkasan instan tanpa lisensi.
  2. Praktik Monopoli: Gugatan ini berargumen bahwa Google menyalahgunakan dominasi pasarnya. Penerbit dipaksa menyerahkan konten secara gratis dengan ancaman "tersingkir dari hasil pencarian" jika menolak.
  3. Kerugian Ekonomi: Dampak nyata dari AI Overviews adalah penurunan signifikan dalam pendapatan iklan dan affiliate marketing yang menjadi tulang punggung finansial penerbit.

Pernyataan dari pihak PMC menegaskan esensi gugatan ini: "Google telah menciptakan ekosistem di mana para penerbit dan kreator harus menyerahkan konten mereka secara gratis, atau menghadapi risiko tersingkir dari hasil pencarian. Ini adalah bentuk monopoli yang merugikan semua pihak."

Dampak Nyata dan Pembelaan Google

Bukti-bukti yang disajikan PMC menunjukkan dampak yang signifikan. Situs Rolling Stone melaporkan penurunan 35% traffic organik hanya dalam tiga bulan setelah AI Overviews diluncurkan. Pendapatan iklan dari seluruh publikasi PMC turun rata-rata 20-30%. Sebuah contoh konkret terjadi ketika seorang pengguna mencari "review album Taylor Swift". AI Overviews langsung menampilkan ringkasan padat dari artikel Rolling Stone, menghilangkan insentif pengguna untuk mengklik dan mengunjungi situs aslinya.

Di sisi lain, Google membela diri dengan argumen "penggunaan wajar" (fair use) dengan mengklaim bahwa AI Overviews bersifat transformatif, artinya Google menyajikan informasi dengan cara baru yang tidak menggantikan karya aslinya. Google juga mengklaim bahwa fitur ini justru mengarahkan lalu lintas ke lebih banyak sumber dan bahwa penerbit masih bisa mendapat manfaat melalui fitur lain seperti Featured Snippets.

Namun, pembelaan ini diragukan oleh banyak ahli. Seperti yang diungkapkan oleh seorang pakar ekonomi digital, "Jika pengguna sudah mendapatkan jawaban instan, mengapa mereka harus repot mengklik tautan? Google menciptakan ekosistem yang mengambil nilai tanpa memberikan kompensasi yang sebanding."

Baca Juga: Cegah Bunuh Diri Lewat Komunikasi: 5 Alasan Percakapan Sehari-hari Begitu Penting

Dampak Global & Peringatan bagi Indonesia

Kasus ini bukanlah masalah eksklusif AS. Dampaknya akan terasa di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Penerbit-penerbit besar seperti Kompas, Tempo, Antara dan lainnya hingga kreator konten independen, akan menghadapi tantangan serupa dan harus waspada serta proaktif.

Hasil dari gugatan PMC vs. Google akan menjadi preseden krusial. Jika PMC menang, Google dan raksasa teknologi lain seperti OpenAI dan Meta, kemungkinan besar akan dipaksa untuk membayar royalti atau lisensi konten kepada penerbit. Ini bisa menjadi era baru di mana nilai dari konten digital diakui secara finansial.

Namun, jika Google menang, para penerbit harus secara fundamental mengubah model bisnis mereka. Skenario yang mungkin terjadi menurut para ahli IT, antara lain:

  • Penyelesaian Damai (Settlement): Google dan PMC mencapai kesepakatan di luar pengadilan, di mana Google membayar sejumlah kompensasi. Ini serupa dengan kasus yang terjadi di Eropa.
  • Regulasi Baru: Pemerintah AS dan Uni Eropa mungkin akan memperketat hukum hak cipta untuk AI, mirip dengan regulasi yang sudah ada untuk hak cipta musik atau film.
  • Kolaborasi Berbasis Bagi Hasil: Mungkin akan ada model bisnis baru di mana tech giants dan penerbit bekerja sama dalam skema bagi hasil yang adil.

Titik Balik Masa Depan Informasi

Gugatan PMC terhadap Google bukan sekadar sengketa hukum biasa ini adalah titik balik bersejarah dalam hubungan antara teknologi dan kreativitas manusia. Hasilnya akan menentukan apakah internet akan tetap menjadi ekosistem yang adil bagi para pembuat konten, atau didominasi oleh raksasa AI yang mengambil nilai tanpa kompensasi.

Bagi Indonesia, ini adalah peringatan dini untuk segera mempersiapkan strategi hukum, teknologi, dan bisnis. Ini adalah saatnya untuk memastikan bahwa para kreator lokal tidak ditinggalkan di era di mana AI tidak hanya menjadi alat, tetapi juga pesaing langsung yang tak terlihat. Pertanyaan besarnya kini adalah: akankah internet di masa depan akan tetap terbuka dan berkeadilan bagi semua, atau hanya menguntungkan segelintir raksasa teknologi?

(Dari berbagai sumber)

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini