SUKABUMIUPDATE.com - Di Kampung Karikil RT 03/01, Desa Bojongsari, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi, berdiri sebuah rumah panggung sederhana berukuran 5 x 8 meter yang nyaris roboh. Dinding kayu dan bambu yang dulu menjadi pelindung, kini lapuk dimakan usia. Atapnya bocor di sana-sini, membuat air hujan mudah merembes masuk.
Lebih memilukan lagi, beberapa penyangga rumah sudah patah. Rumah itu bukan sekadar tempat berteduh, melainkan saksi perjuangan hidup seorang pria bernama Sunandi (38), warga setempat yang sejak lahir mengalami keterbatasan penglihatan.
Sunandi hanya bisa melihat samar-samar dari mata kanannya, sementara mata kirinya sama sekali tidak berfungsi. Meski demikian, kondisi itu tak membatasi dirinya untuk berkembang, sejak remaja ia sudah menekuni dunia elektronik.
Baca Juga: Hasil Polling Sukabumiupdate.com: 96% Menilai Kinerja DPR Buruk!
Kepada sukabumiupdate.com, Sunandi menceritakan bahwa ketertarikannya pada dunia elektronik bermula saat ia berusia 15 tahun. Saat itu ia sering membongkar radio dan belajar secara otodidak, meski pernah juga mendapat bimbingan dari saudaranya mengenai komponen radio dan televisi.
“Awalnya saya suka bongkar-bongkar radio waktu umur 15 tahun, belajar sendiri. Dulu juga ada saudara yang ngajarin soal komponen radio dan televisi,” tutur Sunandi kepada Sukabumiupdate.com, Selasa (9/9/2025).
Dari ketekunannya, ia membuka jasa servis radio dan televisi. Bahkan ia memiliki sound system yang disewakan untuk acara pengajian atau hajatan warga. Uniknya, ia tidak pernah mematok harga, hanya menerima bayaran seikhlasnya, baik jasa servis, maupun sewa sound system.
Kehidupan Sunandi kian berat setelah sang ibu meninggal dunia pada 2015. Setahun kemudian, ayahnya menikah lagi dan pergi meninggalkannya, namun masih di wilayah Kecamatan Nyalindung. Sejak itu, Sunandi hidup seorang diri di rumah peninggalan orang tua.
Meski demikian, ia tetap berusaha mandiri. Kini, di tengah kondisi rumah yang kian lapuk, Sunandi tetap bertahan. Ia masih menerima perbaikan elektronik seadanya. Walau penglihatannya terbatas, ia percaya setiap kerja keras tidak akan sia-sia.
“Yang penting saya bisa bermanfaat untuk orang lain. Soal rumah, mudah-mudahan ada jalan,” kata Sunandi dengan nada lirih namun penuh harap.
Sementara itu saudaranya Bayu Anggara (23 tahun) menyebut rumah Sunandi pernah direhab secara swadaya oleh warga. Namun kini kondisinya kembali memprihatinkan.
“Kalau hujan, di mana-mana bocor. Warga pernah gotong royong memperbaiki, tapi sekarang rusak lagi. Tahun 2021 juga sempat diurusin KK dan KTP oleh orangtua saya, jadi bisa dapat bantuan beras sama uang dari kantor pos,” ujar Bayu.
Menurut Bayu, rumahnya pernah diusulkan agar masuk program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) dari pemerintah desa. Namun hingga kini, harapan itu belum juga terwujud.
“Kata Pemdes, sudah diajukan untuk tahun 2025. Tapi yang dapat bantuan tahun ini bukan Kang Sunandi,” ucapnya.
Di balik rumah panggung yang nyaris roboh, tersimpan tekad kuat seorang pria yang enggan menyerah pada keadaan.
Ia bukan hanya memperbaiki barang-barang elektronik yang rusak, tapi juga memperbaiki semangat hidupnya sendiri, meski dengan satu mata yang hanya mampu melihat remang-remang.