SUKABUMIUPDATE.com - Rangkaian gempa bumi yang mengguncang wilayah Sukabumi dalam beberapa hari terakhir dipastikan berasal dari aktivitas sesar aktif. Hal itu disampaikan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setelah melakukan pemantauan awal.
Kepala Stasiun Geofisika Kelas III BMKG Sukabumi, Agung Sabtaji, menjelaskan pihaknya masih terus mengkaji sebaran gempa yang tercatat. “Untuk sementara penyebab gempa masih karena sesar aktif. Belum spesifik sesar apa, karena kami masih mempelajari sebaran gempa tersebut,” ungkapnya, kepada media Selasa (23/9/2025).
Agung melanjutkan, gempa dengan magnitudo 4,0 yang terjadi pada Sabtu 20 September 2025, malam memiliki mekanisme pergerakan mendatar atau strike slip fault. “Secara pergerakan mekanisme gempa, pergerakan gempa bumi M4,0 kemarin malam dengan mekanisme mendatar,” jelasnya.
Baca Juga: Pengeboran Panas Bumi 9 Km dari Titik Gempa Merusak Kabandungan Sukabumi, BMKG Ungkap 11 Fakta
BMKG, kata Agung, akan terus memantau aktivitas gempa beberapa hari ke depan sebelum menyampaikan kesimpulan lebih spesifik. “Mungkin dalam beberapa hari ke depan masih kita pantau dulu untuk kehati-hatian,” ucapnya.
Terkait dugaan sebagian masyarakat yang mengaitkan aktivitas gempa dengan kegiatan pengeboran panas bumi di kawasan Gunung Salak, Agung menegaskan hingga kini tidak ada data yang mendukung anggapan tersebut.
“Banyak yang mengaitkan kegempaan yang terjadi dengan aktivitas geothermal. Namun kami dari BMKG tidak memiliki data terkait aktivitas geothermal yang dilakukan perusahaan, sehingga tidak bisa menyimpulkan apakah ada kaitannya,” katanya.
Baca Juga: Gempa di Kabandungan Sukabumi Terus Dipantau, Kerusakan Rumah Bertambah
Ia menekankan, sementara ini penyebab gempa masih diyakini berasal dari aktivitas tektonik di sekitar Pegunungan Halimun-Salak.
“Kalau saya pribadi bukan dari sana, tetapi dari aktivitas tektonik di sekitar pegunungan Halimun-Salak. Untuk sementara kami masih menyimpulkan disebabkan aktivitas sesar aktif,” ujarnya.
Direktur Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, turut merinci fakta kejadian. Ia menyebut gempa utama berkekuatan magnitudo 4,0 dengan kedalaman hiposenter 7 kilometer, terjadi pada Sabtu 20 September 2025, pukul 23.47 WIB. Episenter berada di darat, tepatnya di Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi.
“Jenis gempa yang terjadi adalah gempa tektonik kerak dangkal yang dipicu aktivitas sesar aktif,” ujarnya melalui keterangan resmi.
Baca Juga: Tok-Tok! Misteri Suara Ketukan Pintu di Sukabumi: 6 Mitos, Benarkah Ulah Setan?
Menurut catatan sensor seismik DBJI (Darmaga) dan CBJI (Citeko), gempa menunjukkan karakteristik gelombang S yang tajam dan berfrekuensi tinggi, memastikan tidak ada kaitannya dengan aktivitas vulkanik. Analisis mekanisme sumber juga mengindikasikan pergerakan mendatar atau strike-slip fault.
Daryono menegaskan gempa ini tidak berhubungan dengan Sesar Citarik, karena pusat gempa utama dan susulannya tersebar jauh di barat jalur sesar tersebut. BMKG mencatat guncangan dirasakan di Kalapanunggal dan Kabandungan dengan intensitas III–IV MMI, di Pamijahan dan Leuwiliang III MMI, di Bogor II–III MMI, serta di Palabuhanratu dan Depok II MMI.
Gempa juga menimbulkan kerusakan ringan di Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan. “Catatan sementara, 20 jiwa mengungsi, lima rumah terdampak, dan 25 jiwa menghadapi situasi darurat. Patut disyukuri, gempa tidak menimbulkan korban meninggal dunia maupun luka-luka,” ungkap Daryono.
Kerusakan bangunan, menurut dia, dipicu hiposenter yang dangkal, kondisi tanah lunak di zona gempa, serta rumah warga yang belum berstandar tahan gempa. Hingga Minggu malam, BMKG mencatat 39 kali gempa susulan, lima di antaranya dirasakan warga dengan magnitudo terbesar 3,8 dan terkecil 1,9.
Daryono juga mengingatkan bahwa gempa di wilayah tersebut bukan kali pertama. “Kejadian serupa pernah terjadi pada Maret 2020 yang merusak ratusan rumah di enam kecamatan, dan Desember 2023 di Pamijahan dan sekitarnya,” jelasnya.