SUKABUMIUPDATE.com – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, memimpin Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila untuk pertama kalinya sejak dilantik sebagai kepala negara. Suasana khidmat menyelimuti Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta, pada Rabu pagi, menandai momen bersejarah sekaligus peneguhan komitmen pemerintahan baru terhadap ideologi bangsa.
Presiden Prabowo tiba di lokasi pukul 08.00 WIB dan langsung menerima laporan dari Komandan Upacara, Kolonel Pnb Muhamad Amry Taufanny. Dalam rangkaian upacara yang dihadiri oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming, pimpinan lembaga tinggi negara, duta besar negara sahabat, serta menteri Kabinet Merah Putih, Presiden mengajak seluruh peserta untuk mengheningkan cipta. “Marilah kita sejenak mengenang arwah dan jasa-jasa para pahlawan revolusi dan para pendahulu kita yang telah berkorban untuk kedaulatan, kehormatan, kemerdekaan bangsa Indonesia, dan untuk mempertahankan Pancasila,” seru Presiden dalam amatannya yang khidmat.
Rangkaian upacara dilanjutkan dengan pembacaan naskah Pancasila oleh Ketua MPR Ahmad Muzani, Pembukaan UUD 1945 oleh Wakil Ketua DPD Yorrys Raweyai, serta pembacaan dan penandatanganan naskah ikrar oleh Ketua DPR Puan Maharani. Menteri Agama Nasaruddin Umar menutup acara dengan pembacaan doa. Usai upacara, Presiden beserta rombongan meninjau Sumur Lubang Buaya untuk memanjatkan doa bagi para pahlawan revolusi, mengingatkan semua pihak pada akar sejarah yang melatari peringatan ini.
Baca Juga: Rangkaian Lomba Literasi 2025 Resmi Ditutup: Literasi untuk Kesejahteraan dan Masa Depan Sukabumi
Dari Lubang Buaya ke Lembaga Peradilan: Menjalin Makna di Balik Seremonial
Peringatan ini bukan sekadar rutinitas seremonial, melainkan momentum untuk merefleksikan nilai-nilai dasar yang menjadi fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila hadir sebagai ideologi pemersatu yang kokoh, yang terbukti mampu menghadapi berbagai rongrongan ideologi lain, sebagaimana dibuktikan dalam tragedi 1965.
Di sisi lain, dalam kerangka kehidupan bernegara, tegaknya Pancasila sebagai dasar negara sangat berkaitan erat dengan keberadaan lembaga-lembaga negara yang berfungsi menjaga marwah hukum dan keadilan. Salah satu pilar utamanya adalah kekuasaan kehakiman yang independen. Independensi ini merupakan perwujudan dari sila-sila Pancasila, khususnya sila kedua tentang kemanusiaan yang adil dan beradab serta sila kelima tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Makna Kesaktian: Kekuatan Filosofis, Bukan Magis
Hari Kesaktian Pancasila lahir dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia menghadapi tragedi G30S/PKI tahun 1965. Pancasila terbukti mampu mengatasi rongrongan ideologi lain dan tetap menjadi dasar negara. Kesaktian Pancasila tidak dipahami secara magis, melainkan melalui kekuatan filosofis, moral, dan historis yang terkandung di dalamnya.
Sebagai dasar negara, Pancasila termaktub dalam Pembukaan UUD NRI 1945, yang menegaskannya sebagai landasan konstitusional bagi seluruh tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Baca Juga: Gen Z Sukabumi Bicara Makna G30S/PKI
Pilar Negara Hukum
Dalam negara hukum, kekuasaan kehakiman memiliki posisi sentral untuk menjamin tegaknya keadilan. Konstitusi menegaskan dalam Pasal 24 ayat (1) UUD NRI 1945 bahwa: “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.”
Makna "merdeka" dalam pasal tersebut mengandung arti bahwa hakim dalam menjalankan tugasnya bebas dari segala bentuk campur tangan, baik dari eksekutif, legislatif, maupun pihak-pihak eksternal lainnya. Independensi ini merupakan syarat mutlak dalam mewujudkan prinsip negara hukum. Penguatan lebih lanjut ditegaskan dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, yang mewajibkan hakim menjaga kemandirian peradilan dan melarang segala bentuk campur tangan.
Relevansi Pancasila dalam Setiap Putusan Hakim
Independensi kekuasaan kehakiman sejatinya merupakan implementasi nyata dari nilai-nilai Pancasila:
Sila Pertama menuntun hakim untuk menjunjung sumpah jabatan dan rasa tanggung jawab moral kepada Tuhan.
Sila Kedua menegaskan pentingnya perlakuan adil dan beradab terhadap para pihak yang berperkara.
Sila Ketiga mengingatkan bahwa putusan hakim harus memperhatikan kepentingan dan persatuan bangsa.
Sila Keempat menjiwai proses pengambilan keputusan hakim yang bijaksana dan sesuai rasa keadilan masyarakat.
Sila Kelima menjadi tujuan akhir dari setiap putusan pengadilan, yakni mewujudkan keadilan yang dapat dirasakan oleh seluruh rakyat.
Baca Juga: 2 Cucunya Keracunan MBG, Mahfud MD Desak Pemerintah Perbaiki Tata Kelola
Dengan demikian, pesan dari Lubang Buaya hari ini jelas: keteguhan bangsa dalam menjaga ideologi negara harus berjalan seiring dengan keteguhan lembaga peradilan dalam menjaga independensinya.
Hari Kesaktian Pancasila 2025, yang baru saja secara khidmat dipimpin oleh Presiden Prabowo, bukanlah sekadar mengenang masa lalu. Ia adalah refleksi untuk masa depan. Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa harus diwujudkan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam penyelenggaraan peradilan. Independensi kekuasaan kehakiman merupakan bentuk nyata pengamalan Pancasila dalam bidang hukum, karena hanya melalui peradilan yang bebas dan merdeka, keadilan dapat ditegakkan secara murni dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(Disusun dari laporan BPMI Setpres/mahkamahagung.go.id dan analisis mendalam atas makna Hari Kesaktian Pancasila )