SUKABUMIUPDATE.COM - Udara di dalam ruang latihan yang sangat luas itu terasa begitu tegang dan kental dengan keseriusan, namun bukan karena emosi negatif, melainkan konsentrasi tingkat tinggi. Bagi Dewa 19, ini bukanlah latihan biasa, melainkan sesi "ujian" berkelas internasional.
Di hadapan mereka, berdiri sosok legendaris dari band Mr. Big, Eric Martin, Billy Sheehan dan Musisi internasional lainnya. Matanya yang tajam menyoroti setiap detail, mulai dari nada hingga tempo, menunjukkan dedikasi dan profesionalismenya yang luar biasa.
Momen langka ini, yang jarang terungkap ke public lewat unggahan video di akun Youtube Yuke Sampurna, sang pencabik bass Dewa 19, memperlihatkan proses kreatif yang brutal namun berhasil melahirkan sebuah keindahan sempurna di atas panggung megah GBK pada konser yang melahirkan sejarah musik di Indonesia, dari tekanan ke keajaiban kisah dramatis di balik panggung megah Dewa All Stars 2.0.
Baca Juga: Dewa 19 All Star 2.0: "Still of The Night" Guncang GBK, Sebuah Epitaf Megah untuk Rock '80an
Ketegangan yang Dirasakan Hingga ke Ruang Tamu Penonton
Video yang diunggah oleh Yuke Sampurna ini tidak sekadar tontonan, tapi sebuah pengalaman emosional yang intens. Melalui layar, ribuan pasang mata ikut merasakan langsung tensi di ruang latihan.
"Liat mas ari yg di tegur berkali2 sama Erik Martin malah saya yg deg2an," tulis seorang netizen, secara akurat menggambarkan perasaan banyak orang yang menonton. Komentar ini membuktikan betapa nyata tekanan yang ada, seolah bisa menjalar dan dirasakan oleh mereka yang menonton dari rumah.
Namun, sorotan utama tertuju pada Agung Yudha, atau yang akrab disapa Agung Gimbal. Sebagai drummer, dia adalah jantung dan tulang punggung dari ritme lagu. Eric Martin yang dikenal sangat perfeksionis terus-menerus mendorongnya untuk mencapai presisi tertinggi. Seorang netizen bahkan berkomentar, "Paling tertekan agung". Di balik komentar bernada canda itu, tersirat kekaguman yang mendalam pada mental Agung Gimbal yang tetap kokoh menghadapi tuntutan dari seorang maestro.
Momen yang diabadikan channel Yuke Sampurna ini bukan sekadar video latihan biasa. Ini adalah potret nyata profesionalitas kelas dunia yang dibungkus dengan kehangatan kolaborasi (Tangkapan layar: Youtube.com/@Yukesampurna).
Candaan yang Mencairkan Segala Ketegangan
Di tengah puncak ketegangan, sebuah momen langka dan tak terduga muncul, menjadi oase di tengah gurun tekanan. Eric Martin sempat menyinggung soal perbedaan generasi antara dirinya, Ari Lasso, dan Lilo.
Dengan timing yang sempurna, Ari Lasso langsung menangkap kesempatan itu dengan candaannya yang khas. Sambil menunjuk ke arah Lilo, ia berseloroh, "Tidak-tidak, dia yang sangat tua!"
Momen itu bagaikan sihir. Seketika, suasana tegang yang mencekam langsung mencair menjadi tawa renyah. Candaan sederhana ini adalah pengingat penting, bahwa di balik semua tekanan, mereka adalah sekelompok sahabat yang telah melalui puluhan tahun perjalanan musik Bersama, strategi cerdas para veteran untuk mengelola stres tanpa mengorbankan esensi profesionalisme mereka. Seorang netizen dengan bijak berkomentar, "Disini lebih enak karna bisa melihat Kalian Latihan, klo di mulus tidak sedetail ini," menunjukkan betapa mereka menghargai kejujuran dari proses yang tidak sempurna ini.
Netizen Selalu Menjadi Narator Setia
Komentar-komentar warganet di kotak komentar video tersebut justru menjadi narator paling jujur dari drama di balik layar ini. Mereka tidak hanya melihat "cerewetnya" Eric Martin, tetapi juga memahami esensi di baliknya.
"Eric Martin terlihat serius buat tmpil di konser ini.. gak cm dpt cuan aja.. respect eric," tulis seorang netizen. Komentar ini menyentuh inti dari profesionalisme tentang integritas dan rasa hormat pada penonton, bukan hanya soal bayaran.
Komentar lain bahkan lebih dalam lagi, "mereka yang latihan gw yang deg2an, sekelas professor di instrument masing2 latihannya serius banget, ngga ada ketawa2 bercandanya, salut". Ini adalah pengakuan bahwa untuk mencapai level tertinggi, disiplin dan keseriusan adalah harga mati yang tidak bisa ditawar.
Baca Juga: Dewa 19 & Mr. Big: Analisis Daya Lintas Generasi dan Status Legendaris "Old School"
Perspektif Musikalitas Mengawinkan Dua Jiwa yang Berbeda
Lebih dari sekadar latihan, video ini menyajikan pelajaran berharga tentang bagaimana dua gaya musikalitas yang berbeda bisa menyatu. Dewa 19, dengan kekayaan harmoni, progresi akord, dan aransemen yang kompleks, berhadapan dengan Eric Martin, yang terkenal dengan kekuatan vokal dan soul musik rock-nya yang eksplosif.
Sesi rehearsal ini adalah ruang di mana perdebatan musikal, koreksi, dan adaptasi terjadi secara real-time. Eric Martin tidak hanya sekadar menyanyikan lirik, ia berusaha memahami "rasa" dari setiap lagu Dewa 19, sementara Dewa 19 belajar bagaimana mengimbangi kekuatan vokal Eric Martin tanpa kehilangan karakter musik mereka sendiri.
Interaksi ini menciptakan sebuah fusi unik. Eric Martin tidak sekadar menjadi penyanyi tamu, ia menjadi bagian dari orkestrasi Dewa 19. Koreksi-koreksinya, yang mungkin terdengar "cerewet" bagi orang awam, justru adalah detail-detail krusial yang memastikan harmoni vokal antara dirinya, Ari Lasso, dan Lilo dapat menyatu dengan sempurna.
Hal tersebut menjadi esensi kolaborasi sejati, di mana setiap pihak tidak hanya menampilkan keahliannya, tetapi juga bersedia beradaptasi dan bertumbuh bersama untuk menciptakan sebuah karya yang lebih besar dari penjumlahan individu.
Baca Juga: Waspada Penipuan Digital! Band Legendaris Europe Peringatkan Penggemar tentang Ancaman Deepfake
Epilog, Jawaban Sempurna dari GBK
Semua tekanan, semua repetisi yang melelahkan, dan setiap koreksi yang detail akhirnya terbayar lunas. Proses yang penuh gejolak itu berbuah manis, meledak menjadi energi sempurna di atas panggung.
Saat mereka membawakan lagu-lagu ikonik seperti "To Be With You" dan "Green-Tinted Sixties Mind" di hadapan lautan manusia di GBK, semua cerita tentang deg-degan dan tekanan sudah menguap. Yang tersisa hanyalah keajaiban murni. Harmoni vokal Eric, Ari, dan Lilo menyatu seakan satu jiwa. Permainan drum Agung Gimbal terasa sangat solid dan menjadi fondasi yang kokoh. Hasilnya? Sebuah pertunjukan yang sangat memuaskan dan pantas mendapatkan standing ovation yang epik.
Final Lesson, Harga Sebuah Kesempurnaan
Kisah latihan ini adalah metafora yang sempurna untuk kehidupan. Tidak ada kesuksesan instan. Yang ada hanyalah perjuangan tanpa henti, tekanan yang membangun, dan disiplin besi di balik layar.
- Tekanan adalah Katalisator Pertumbuhan: Tekanan dari Eric Martin bukanlah untuk menjatuhkan, melainkan untuk mengangkat kualitas Dewa 19 ke level internasional.
- Kerja Sama Tim adalah Kunci: Chemistry dan kemampuan untuk mencairkan suasana, seperti yang ditunjukkan oleh Ari Lasso, adalah "pelumas" yang menjaga mesin bertekanan tinggi tetap berjalan mulus.
- Rasa Hormat Diraih dengan Dedikasi: Dedikasi Eric Martin yang tidak setengah-setengah justru membuatnya dihormati, tidak hanya oleh Dewa 19, tetapi juga oleh jutaan penonton yang menyaksikan videonya.
Konser ini membuktikan bahwa untuk menciptakan momen yang sempurna dan memuaskan, Anda harus berani melalui proses yang tidak sempurna dan penuh tekanan. Itulah harga yang harus dibayar oleh para legenda. Penasaran dengan videonya? Gaskeun! Updaters ke akun Youtube Yuke Sampurna.