Achonk Menjaga Nyala Musik Blues di Sukabumi dengan Jiwa dan Gitar

Sukabumiupdate.com
Sabtu 16 Agu 2025, 16:00 WIB
Achonk Menjaga Nyala Musik Blues di Sukabumi dengan Jiwa dan Gitar

Achonk (Kanan) menjaga nyala musik Blues di Sukabumi dengan jiwa dan Gitar, "King of Blues-nya Sukabumi". Meski telah lama menjadi ikon musik blues di Sukabumi, ia sendiri enggan disebut demikian. (Sumber : Istimewa.).

SUKABUMIUPDATE.com - Di tengah gemuruh musik pop dan tren industri yang terus berganti, sosok Achonk tetap setia memainkan blues dengan gitarnya. Musisi yang akrab disapa "King of Blues-nya Sukabumi" ini telah lama menjadi ikon musik blues di Sukabumi, meski ia sendiri enggan disebut demikian. 

Menurut sejarahnya, Blues, sebuah genre musik yang lahir dari penderitaan dan kegigihan masyarakat Afro-Amerika di Deep South, Amerika Serikat, pada akhir abad ke-19 ini telah menjadi fondasi bagi banyak genre musik modern dari rock 'n' roll, jazz, R&B, hingga soul, semuanya berakar dari blues. 

Dian di Indonesia sendiri, blues memang tidak sepopuler genre lain, tetapi beberapa nama seperti Gugun Blues Shelter, Ginda Bestari, dan Adrian Adioetomo telah membuktikan bahwa blues bisa hidup dan berkembang. Sementara, di Kota dan Kabupaten Sukabumi, Achonk menjadi salah satu sosok yang konsisten membawa genre ini ke panggung-panggung lokal. 

Baca Juga: Rahasia 1 Miliar US Dollar di Balik Kedatangan Taylor Swift di Stadion Chiefs

“Yang membuat saya suka blues adalah kebebasan berekspresi, bebas berimprovisasi seperti halnya musik jazz bisa mengakomodir itu. Lain halnya musik-musik pop atau musik populer dan lainnya yang dihafal. Band-band kekinian mau nggak mau ya harus begitu aja, misalnya nih kalau musisi bawain lagunya BB King, atau Jimmi Hendrix tentu akan dibawakan dengan versi dan karakter masing-masing, bisa dimainkan secara bebas dengan patokan chord-nya aja.” Jelas Achonk kepada Sukabumiupdate.com.

"Saya hanya ingin bermusik dengan enjoy. Kalau ada yang bilang saya 'King of Blues Sukabumi', ya syukurlah, tapi yang penting saya tetap bisa berkarya," katanya sambil tertawa.

"Saya hanya ingin bermusik dengan enjoy. Kalau ada yang bilang saya 'King of Blues Sukabumi', ya syukurlah, tapi yang penting saya tetap bisa berkarya," katanya sambil tertawa.

 Achonk dan Perjalanannya dengan Blues 

Achonk mengenal blues secara tidak langsung. Ia mengaku, saat remaja lebih dulu terpengaruh oleh band-band rock seperti Scorpions, Black Sabbath, dan Iron Maiden. Namun, ketika ia mendengar permainan gitar legendaris seperti B.B. King dan Jimi Hendrix, ia tersihir oleh kebebasan ekspresi yang ditawarkan blues. 

"Blues itu seperti cerita hidup. Kamu bisa menangis, tertawa, atau marah, semuanya bisa diungkapkan melalui nada," ungkap Achonk kepada penulis pada sebuah kesempatan.

Menurut Achonk, menjadi musisi sejati bukan sekadar bisa memainkan alat musik atau mengikuti tren.  "Real musician itu, Nang! Mereka yang serius mendalami musikalitas, punya selera tinggi, dan detail dalam memilih instrumen. Mereka tidak hanya bermain musik, tapi juga menghayati setiap nadanya," tegasnya. 

Ia mengamati bahwa di Sukabumi, musisi dengan kualitas seperti itu semakin langka. "Dulu sebelum era Vagetoz, banyak musisi yang benar-benar mendalami musik. Sekarang, banyak yang hanya ikut-ikutan tren," ujarnya dengan nada prihatin. 

Salah satu alasan Achonk mencintai blues adalah kebebasannya. Berbeda dengan pop yang terikat pada struktur lagu yang ketat, blues memberi ruang untuk improvisasi. 

"Kalau kamu mainin lagu B.B. King, kamu bisa bawa dengan versimu sendiri. Chord-nya sama, tapi feel-nya bisa berbeda," jelasnya. 

Ia juga menekankan pentingnya "call-and-response" dalam blues, sebuah teknik di mana permainan gitar seolah berdialog dengan vokal atau instrumen lain. 

Meski diakui sebagai salah satu ikon blues Sukabumi, Achonk mengaku tidak mengejar popularitas. 

"Saya hanya ingin bermusik dengan enjoy. Kalau ada yang bilang saya 'King of Blues Sukabumi', ya syukurlah, tapi yang penting saya tetap bisa berkarya," katanya sambil tertawa. 

Ia juga aktif mengamen di Lampion Café, bukan sekadar untuk mencari nafkah, tapi juga menjaga ekosistem musik blues di Sukabumi.  Achonk berharap generasi muda Sukabumi tidak hanya terpaku pada musik populer. 

"Saya ingin ada musisi muda yang serius mendalami blues atau jazz. Jangan hanya ikut arus, tapi cari jati diri musik kalian," pesannya.   Ia mencontohkan Ginda Bestari, musisi blues Sukabumi yang kini go internasional. "Dia serius, dan hasilnya bisa dilihat sekarang," ujarnya. 

Achonk percaya bahwa musik tidak hanya memengaruhi jiwa, tapi juga tubuh.  "Saya sering ditanya kenapa awet muda. Mungkin karena saya selalu bahagia saat bermusik," candanya. 

Ia juga mendalami hubungan antara frekuensi musik dan kesehatan. "Musik klasik zaman dulu pakai steman 432 Hz, yang konon lebih menenangkan. Sekarang, banyak musik di 440 Hz, yang lebih energetik tapi kurang natural," jelasnya. 

Belakangan, para Musisi senior Sukabumi tak jarang menyempatkan diri berkumpul di Shas Music, Karangtengah, Cibadak, Kabupaten Sukabumi, sebuah tempat yang mendukung para seniman dan kreator Sukabumi dalam mewujudkan visi mereka.

“Harus kita akui Achonk merupakan salah satu gitaris blues terbaik di Sukabumi, ada Timmy juga, kan yang sekarang bikin band Jay The Bird di Jerman yang udah rilis EP-nya. Gugun Blues juga sering main ke Sukabumi, terakhir mereka ngejam di sini sekitar tiga minggu yang lalu, lah,” kata Ayi Chaplin, salah satu pegiat musik dan lingkungan di kota Cibadak.

“Ya, setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya. Saya sih, berharap muncul lagi nama baru yang bisa meneruskan spirit blues di Sukabumi ini” tambah Chaplin kepada Sukabymiupdate.com (16/8/2025).

Dengan gitar di tangan dan blues di hati, beberapa Musisi Sukabumi tetap setia menjadi penjaga nyala musik blues di Sukabumi. 

Penulis: Danang Hamid

 

 

Berita Terkait
Berita Terkini