Dinding Bersejarah Gedung Sate Kisah Heroik di Balik Hari Bakti PU 3 Desember

Sukabumiupdate.com
Rabu 03 Des 2025, 08:07 WIB
Dinding Bersejarah Gedung Sate Kisah Heroik di Balik Hari Bakti PU 3 Desember

Gedung Sate kini berdiri sebagai Kantor Gubernur Jawa Barat, pusat kebijakan strategis yang berfokus pada pembangunan infrastruktur modern yang berkelanjutan (Digital Image Gedung Sate: Gemini)

SUKABUMIUPDATE.com - Setiap tanggal 3 Desember, Indonesia berhenti sejenak untuk mengenang Hari Bakti Pekerjaan Umum (PU), sebuah peringatan yang tidak hanya berbicara tentang infrastruktur dan pembangunan, tetapi juga tentang pengorbanan jiwa yang berharga. Peringatan ini berakar kuat pada peristiwa bersejarah yang berlangsung tiga bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan, tepatnya pada 3 Desember 1945, di Bandung. Lokasi sentral dari drama patriotik ini adalah Gedung Sate, yang saat itu berfungsi sebagai Gedung Departemen Van Verkeer En Waterstaat atau kantor pusat Departemen Pekerjaan Umum.

Kala itu, 21 pemuda pemberani yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Pekerjaan Umum mengambil bertanggung jawab besar, yakni mempertahankan kantor yang berarti vital tersebut dari upaya pengambilalihan oleh pasukan Sekutu, yang dalam hal ini adalah NICA (Netherland Indies Civil Administration). Pertempuran berlangsung sengit, berdarah, dan berimbang, berakhir setelah tujuh jam perlawanan gigih yang berujung pada gugurnya tujuh pejuang muda PU.

Kisah pertempuran di Gedung Sate adalah gambaran berani dari semangat mempertahankan kemerdekaan yang baru seumur jagung. Gerakan Pemuda PU, yang berisikan teknisi, insinyur muda, dan staf administrasi yang idealis, bertekad menjaga aset negara yang bernilai strategis yaitu data, peta, dan peralatan yang diperlukan untuk berjalannya roda pemerintahan dan pembangunan Republik Indonesia yang baru berdiri.

Baca Juga: Hari Difabel Sedunia: Pentingnya Memahami Perbedaan Difabel dan Disabilitas

Mereka bertempur melawan pasukan NICA yang bersenjata lengkap dan berpengalaman militer, bermodal tekad dan senjata seadanya. Pertempuran ini berlangsung tidak seimbang, tetapi semangat berkorban berhasil berkumandang di seluruh kompleks gedung. Gugurnya tujuh pemuda dalam peristiwa ini adalah simbolisasi dari dedikasi tak bersyarat; mereka berkorban bukan di medan tempur terbuka, melainkan di tempat kerja mereka, berjuang untuk memastikan bahwa fondasi pembangunan negara tidak jatuh kembali ke tangan penjajah. Mereka kini diabadikan sebagai Pahlawan Sapta Taruna (Tujuh Pahlawan Muda), yang namanya bersemayam di dinding bersejarah Gedung Sate.

Hari Bakti PU, pada intinya, adalah lebih dari sekadar mengenang gugurnya para pahlawan; ia adalah momentum untuk berkontemplasi mengenai etos kerja dan dedikasi yang berperan sebagai landasan pembangunan nasional. Pahlawan Sapta Taruna telah meninggalkan warisan (atau lebih tepatnya, bermakna) dedikasi yang bertahan melintasi waktu, sebuah standar bertinggi bagi setiap insan Pekerjaan Umum di masa kini. Mereka mengajarkan bahwa tugas berkaitan dengan infrastruktur mulai dari pembangunan jembatan, irigasi, hingga jalan bukan hanya pekerjaan teknis, tetapi adalah bagian integral dari upaya mempertahankan kedaulatan dan berkembangnya bangsa.

Peristiwa 3 Desember 1945 berlanjut bergema sebagai pengingat bahwa setiap proyek pembangunan, setiap inci infrastruktur yang berdiri tegak, adalah perwujudan dari semangat berjuang untuk kemajuan dan ketahanan negara, sebuah komitmen yang berlanjut hingga hari ini dalam wujud kerja keras dan berbakti untuk negeri.

Baca Juga: Aria Bima: DPR Siapkan Tim Khusus untuk Recovery Bencana Aceh-Sumatera

Saat ini, Gedung Sate tidak hanya berfungsi sebagai monumen bersejarah, melainkan juga sebagai pusat pemerintahan yang berperan vital. Dengan arsitektur Indisch yang berciri khas termasuk tusuk sate ikonik di atapnya gedung ini berdiri sebagai Kantor Gubernur Jawa Barat, menjadi pusat pengambilan keputusan strategis yang berkaitan dengan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di provinsi terpadat di Indonesia. Fungsi ganda ini berarti Gedung Sate terus berdetak dengan aktivitas harian, tempat di mana kebijakan infrastruktur dan layanan publik disusun. Keberadaannya di tengah kota Bandung, yang berkembang pesat sebagai kota metropolitan, menjadikannya titik fokus berkaitan dengan perencanaan tata ruang, transportasi, dan pengelolaan sumber daya air sebuah kesinambungan logis dari tanggung jawab yang dahulu berusaha dipertahankan mati-matian oleh Sapta Taruna.

Semangat Hari Bakti PU telah bertransformasi dari perjuangan fisik berhadapan NICA menjadi berjuang untuk mewujudkan infrastruktur yang modern dan berkelanjutan. Di era mutakhir ini, kementerian dan dinas terkait Pekerjaan Umum berhadapan dengan tantangan yang berbeda: berkelit dari masalah berkaitan dengan ketimpangan pembangunan antar daerah, isu lingkungan, dan kebutuhan akan teknologi konstruksi yang bersifat inovatif. Pembangunan jalan tol Trans-Jawa, proyek Bendungan Jatigede, hingga inisiatif Citarum Harum di Jawa Barat semua adalah manifestasi kontemporer dari "Hari Bakti" itu sendiri. Proyek-proyek ini memerlukan dedikasi, integritas, dan inovasi setinggi-tingginya, berlanjut bercermin pada semangat Sapta Taruna yang bertekat untuk memastikan kemajuan dan ketahanan negara, bukan hanya secara fisik tetapi juga ekonomi dan sosial.

Lebih dari sekadar kantor, Gedung Sate saat ini berperan sebagai destinasi edukasi dan pusat berbagi bagi masyarakat, terutama melalui Museum Gedung Sate yang berada di dalamnya. Museum ini bertujuan untuk mendokumentasikan sejarah pembangunan infrastruktur di Jawa Barat dan kisah heroik 3 Desember 1945, berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan masa lalu yang penuh pengorbanan dengan masa depan yang berkembang. Dengan demikian, Gedung Sate hari ini berdiri tegak, tidak hanya sebagai simbol arsitektural yang bernilai estetika tinggi, tetapi juga sebagai pengingat yang bergema, memastikan bahwa semangat berjuang dan berbakti para pendahulu dalam pembangunan tetap berada di hati nurani setiap generasi, khususnya para pengambil kebijakan yang berkarya di dalamnya.

Baca Juga: Kereta Wisata Jaka Lalana Disambut Antusias, Dispar Sukabumi Siapkan Paket Destinasi Unggulan

Pahlawan Sapta Taruna

Tujuh pegawai Pekerjaan Umum yang gugur secara heroik pada pertempuran 3 Desember 1945 di Gedung Sate, yang kemudian dikenal sebagai Pahlawan Sapta Taruna, adalah:

  1. Didi Hardianto Kamarga

  2. Muchtaruddin

  3. Soehodo

  4. Rio Soesilo

  5. Soebengat

  6. Ranu

  7. Soerjono

Mereka adalah representasi dari dedikasi dan keberanian insan Pekerjaan Umum yang berjuang bukan dengan senjata militer, melainkan bermodalkan semangat berkorban untuk mempertahankan aset dan kedaulatan negara yang baru saja berdiri. Nama-nama mereka kini dihormati dan bersemayam di dinding bersejarah Gedung Sate sebagai pengingat abadi akan pengabdian dan berbakti untuk negeri.

Setiap tanggal 3 Desember, Indonesia berhenti sejenak untuk mengenang Hari Bakti Pekerjaan Umum (PU), sebuah peringatan yang berakar kuat pada peristiwa bersejarah pada 3 Desember 1945, di mana 21 pemuda PU berjuang mati-matian di Gedung Sate demi mempertahankan kantor pusat dari pasukan NICA, berakhir dengan gugurnya Pahlawan Sapta Taruna. Peristiwa ini berlanjut bergema sebagai pengingat bahwa setiap proyek pembangunan dan infrastruktur yang berdiri tegak adalah perwujudan dari semangat berjuang untuk kemajuan dan ketahanan negara, sebuah komitmen yang berlanjut hingga hari ini dalam wujud kerja keras dan berbakti untuk negeri. Gedung Sate kini berdiri sebagai Kantor Gubernur Jawa Barat, pusat kebijakan strategis yang berfokus pada pembangunan infrastruktur modern yang berkelanjutan, sambil juga berperan sebagai destinasi edukasi dan museum yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan masa lalu yang penuh pengorbanan dengan masa depan yang berkembang.

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini