Terungkap! Tina Ulin Kana Tawakal dalam Spiritualitas Lagu Cing Ciripit

Sukabumiupdate.com
Minggu 09 Nov 2025, 11:08 WIB
Terungkap! Tina Ulin Kana Tawakal dalam Spiritualitas Lagu Cing Ciripit

Cing Ciripit adalah peninggalan budaya lisan yang memastikan bahwa, di tengah modernisasi, pelajaran berharga tentang kehati-hatian dan takdir tetap melekat dalam memori kolektif. (Gambar: CanvaAI)

SUKABUMIUPDATE.com - Di bawah langit biru Tatar Sunda, di tengah kebun dan sawah yang menghijau, tersembunyi sebuah melodi sederhana yang akrab di telinga setiap anak: "Cing Ciripit." Bukan sekadar urutan nada yang riang, lagu ini adalah sebuah gerbang menuju masa lalu, sebuah ritual kecil yang melibatkan jari-jari tangan, kelincahan, dan tawa. Permainan dimulai dengan jari telunjuk yang ditumpuk, menciptakan menara rapuh yang siap ditarik kapan saja.

Dalam setiap tarikan dan desakan jari itu, tersembunyi bisikan leluhur, mengingatkan bahwa hidup, layaknya permainan ini, penuh kejutan dan jebakan. Lagu ini adalah peninggalan budaya lisan yang memastikan bahwa, di tengah modernisasi, pelajaran berharga tentang kehati-hatian dan takdir tetap melekat dalam memori kolektif.

Maka, ketika kita menyelami liriknya yang hanya enam baris, kita menemukan kedalaman filosofis yang tak terduga. Alunan iramanya yang menggunakan laras Salendro atau Pelog  ciri khas musik Sunda yang membawa rasa damai dan gembira dengan cepat bertransisi menjadi sebuah kisah mini. Kisah tentang "tulang bajing kacapit", sebuah metafora yang menunjukkan bahwa bahkan makhluk paling lincah pun bisa terperangkap. Frasa tadi  bukanlah sekedar tentang tupai yang malang, melainkan sebuah proyektor moral yang menampilkan risiko dan kesulitan yang mengintai setiap langkah manusia. Inilah inti dari kekayaan budaya Sunda kemampuan untuk mengemas pelajaran hidup yang berat dalam bingkai permainan yang ringan dan menghibur, menjadikannya aset budaya yang tak lekang dimakan waktu.

Baca Juga: 25 Tempat Wisata Keluarga di Kota Sukabumi, Cocok untuk Liburan Singkat Akhir Pekan

Analisis Musik dan Filosofi Budaya dalam Lagu "Cing Ciripit"

Lagu "Cing Ciripit" bukan sekadar nyanyian pengiring permainan anak-anak di tanah Sunda, Jawa Barat. Ia adalah cerminan kekayaan budaya lisan yang sarat dengan pesan moral dan filosofi hidup. Melalui melodi sederhana dan lirik yang lugas, lagu ini menjadi jembatan edukasi karakter bagi generasi muda.

Secara musikal, "Cing Ciripit" tergolong dalam genre kakawihan barudak (nyanyian anak-anak). Karakteristik musiknya ditandai oleh:

  • Melodi (Laras): Lagu ini umumnya menggunakan tangga nada Pelog atau Salendro, yang merupakan ciri khas musik Sunda. Melodi yang diulang-ulang (repetitif) dan memiliki rentang nada yang sempit (ambitus kecil) sangat memudahkan anak-anak untuk menghafal dan menyanyikannya bersama.
  • Tempo dan Ritme: Temponya adalah Allegro (cepat dan ceria), sesuai untuk mengiringi gerakan permainan. Ritme yang stabil dan lincah (upbeat) menciptakan suasana yang riang dan membangkitkan semangat kebersamaan.
  • Struktur: Lagu ini memiliki struktur yang sangat singkat dan padat. Bagian akhir lirik, "Jrek-jrek nong, jrek-jrek nong", berfungsi sebagai penanda klimaks dan kesimpulan musikal. Frasa ini menirukan bunyi gamelan atau instrumen pengiring wayang, memberikan nuansa teatrikal yang khas.

Baca Juga: Linkin Park Kembali ke Grammy Setelah 15 Tahun, Mengukir Era Baru dengan 'From Zero'

Inti Musikal: Kekuatan lagu ini terletak pada fungsionalitasnya sebagai alat pemersatu dan pengatur waktu dalam permainan, mengutamakan irama kolektif di atas kerumitan melodi.Inti Musikal Cing Ciripit terletak pada Kekuatan fungsionalitasnya sebagai alat pemersatu anak-anak dan pengatur waktu dalam permainan, mengutamakan irama kolektif di atas kerumitan melodi.

 

Lirik "Cing Ciripit" yang hanya terdiri dari enam baris menyimpan tiga lapisan makna mendalam:

  1. Pesan Kehati-hatian (Baris 1–2)

“Cing ciripit, tulang bajing kacapit”

Lirik ini merupakan peringatan. "Tulang bajing kacapit" (tulang tupai terjepit) melambangkan risiko dan kesulitan hidup yang datang tiba-tiba. Bajing (tupai) yang lincah pun bisa terjepit. Ini mengajarkan anak-anak untuk selalu waspada dan berhati-hati dalam setiap tindakan, agar tidak terperangkap dalam kesulitan, entah itu kemiskinan, kebodohan, atau masalah moral.

  1. Bahaya dalam Kebaikan (Baris 3–4)

“Kacapit ku bulu pare, Bulu pare seuseukeutna”

Bulu pare (bulu padi) adalah bagian dari padi, simbol kemakmuran dan sumber kehidupan. Namun, bulunya seuseukeutna (sangat tajam). Lirik ini mengandung filosofi bahwa sesuatu yang baik pun bisa mendatangkan bahaya jika tidak dihadapi dengan hati-hati. Kekayaan atau kepintaran (simbol padi) bisa menjerumuskan jika disalahgunakan, atau jika kita lengah terhadap detail-detail kecil yang tajam.

  1. Konsep Takdir dan Ketuhanan (Baris 5–6)

“Jol pa dalang mawa wayang, Jrek-jrek nong, jrek-jrek nong”

Ini adalah puncak filosofi Sunda. Pa Dalang (Bapak Dalang) adalah metafora untuk Tuhan atau kekuatan takdir, sementara Wayang adalah metafora untuk manusia itu sendiri. Lirik ini mengajarkan konsep kepasrahan (tawakal) bahwa manusia hanyalah pemain yang digerakkan oleh skenario di pentas kehidupan. Bunyi "Jrek-jrek nong" adalah irama gamelan yang mengiringi lakon wayang, menandakan bahwa hidup ini adalah sebuah pertunjukan yang harus dijalani dengan riang dan penuh kesadaran.

Fungsi Budaya dan Pendidikan

  1. Pelatihan Kecepatan Reaksi: Dalam permainan "Cing Ciripit," anak yang jarinya terjepit adalah yang kalah. Hal ini secara langsung melatih kewaspadaan, fokus, dan kecepatan reaksi anak terhadap situasi yang berubah.
  2. Edukasi Moral: Lagu ini menyajikan ajaran moral yang kompleks (kehati-hatian, waspada) dalam kemasan yang sangat sederhana dan menyenangkan, menjadikannya alat transfer nilai budaya yang efektif.
  3. Memperkuat Komunitas: Sebagai kakawihan barudak, lagu ini menciptakan suasana kebersamaan dan interaksi sosial yang kuat, jauh dari sifat individualistis.

Baca Juga: Tips Memaksimalkan Kinerja dan Daya Tahan SSD Jantungnya Kecepatan Teknologi Modern

"Cing Ciripit" adalah contoh luar biasa dari bagaimana sebuah lagu permainan dapat menjadi wadah penyimpan kearifan lokal. Di balik keseruan irama "Jrek-jrek nong", lagu ini mengingatkan kita untuk selalu hati-hati dalam menghadapi risiko hidup (tulang bajing kacapit) dan pasrah namun tetap berjuang dalam menjalani skenario takdir (pa dalang mawa wayang).

Melodi "Cing Ciripit" berhenti, dan tawa anak-anak memenuhi udara. Namun, pesan yang disampaikan oleh lagu ini terus bergaung melampaui akhir permainan. Kita dibawa pada refleksi mendalam mengenai peran kita di dunia ini. Lirik "Jol pa dalang mawa wayang" bukanlah seruan untuk pasrah tanpa usaha, melainkan sebuah panggilan menuju kesadaran penuh. Kesadaran bahwa kita adalah wayang yang skenarionya mungkin dipegang oleh kekuatan takdir, tetapi cara kita memainkan peran, dengan segala kehati-hatian terhadap "bulu pare seuseukeutna", adalah wujud dari kehendak bebas kita. Pesan moral ini lestari dan relevan untuk setiap generasi.

Oleh karena itu, "Cing Ciripit" tetap penting hingga kini, tidak hanya sebagai pusaka sejarah, tetapi sebagai peta jalan moral. Ia mengajarkan generasi baru untuk menyeimbangkan kegembiraan dalam hidup (Jrek-jrek nong, jrek-jrek nong) dengan kewaspadaan yang harus selalu dibawa.

Nilai Budaya Sunda mewariskan peninggalan yang tak terhingga harganya, bahkan dari sebuah lagu anak-anak yang mengajarkan kita untuk menjadi lincah seperti bajing, tetapi hati-hati agar tidak terjepit; untuk menghargai kemakmuran (padi), tetapi waspada terhadap bahaya tersembunyi (bulunya yang tajam) dan untuk menjalani hidup sebagai manusia yang punya peran, sebagai khalifah di muka bumi yang bermakna dan mangfaat pikeun papada jalma jeung lingkungan di bawah arahan Sang Dalang Agung, memastikan nilainya kekal tak hanya dalam ingatan hingga yaumil akhir.

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini