SUKABUMIUPDATE.com - Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, tengah menjadi sorotan tajam menyusul serangan terbaru Israel terhadap fasilitas nuklir Iran. Iran secara terbuka menuduh Grossi berkontribusi dalam meningkatnya ketegangan melalui laporan dan pernyataan yang dianggap bias dan dimanfaatkan sebagai dalih agresi militer oleh Israel.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmael Baqaei, dalam pernyataan publik melalui platform X, mengecam keras Grossi. Ia menyebut laporan IAEA yang dirilis menjelang serangan sebagai “mengaburkan kebenaran” dan bias. Laporan itu, menurut Baqaei, menjadi dasar bagi negara-negara Eropa (E3) yakni Jerman, Prancis, dan Inggris beserta Amerika Serikat, untuk mendorong resolusi IAEA yang menuduh Iran tidak mematuhi kesepakatan nuklir 2015 (JCPOA).
Resolusi ini, lanjut Baqaei, dimanfaatkan Israel untuk melancarkan agresi ke Iran. "Tahukah Anda berapa banyak warga Iran yang tidak bersalah telah terbunuh atau cacat akibat perang kriminal ini?" tulisnya, sembari menuding Grossi telah menjadikan IAEA sebagai "mitra dalam perang agresi yang tidak adil ini."
Kemarahan Iran tidak berhenti di situ. Dalam pengaduan resmi kepada Sekretaris Jenderal PBB dan Presiden Dewan Keamanan, Duta Besar Iran untuk PBB Amir Saeed Iravani menuding Grossi telah melanggar prinsip imparsialitas yang menjadi dasar peran seorang pejabat tinggi badan internasional. Surat bertanggal 20 Juni 2025 itu menyebut bahwa Grossi gagal menyampaikan sikap tegas terhadap ancaman Israel terhadap fasilitas nuklir Iran yang secara hukum dilindungi.
Baca Juga: Gebyar 1 Muharam: Simbol Kebangkitan Desa Rambay Sukabumi Pasca Dihantam Bencana
Salah satu poin yang memicu kontroversi adalah laporan IAEA beberapa hari sebelum agresi Israel. Laporan itu menyoroti peningkatan tingkat pengayaan uranium di Iran lebih tinggi dari negara-negara yang tidak memiliki program senjata nuklir. Meski Grossi kemudian mengklarifikasi bahwa IAEA tidak menemukan indikasi upaya sistematis Iran dalam mengembangkan senjata nuklir, klarifikasi tersebut datang terlambat dan tidak mampu membendung dampak politik dan militer dari laporan awalnya.
Iran bahkan mengklaim telah mendapatkan dokumen sensitif IAEA yang menunjukkan adanya pengaruh politik terhadap keputusan lembaga tersebut. Hal ini memperkuat kecurigaan bahwa IAEA tidak lagi menjalankan fungsinya sebagai badan teknis yang independen, tetapi telah terjerumus ke dalam kepentingan pihak-pihak tertentu.
Ketegangan ini juga diperparah oleh kerusakan parah pada fasilitas pengayaan uranium di Fordow akibat serangan Israel. Grossi menyerukan deeskalasi dan mengajak Iran kembali ke meja negosiasi, sembari menegaskan pentingnya akses penuh bagi inspektur IAEA. Namun, pihak Iran tetap menilai respons lembaga tersebut tidak cukup dan terlalu berpihak.
Profil Rafael Grossi
Rafael Mariano Grossi adalah seorang diplomat Argentina dengan pengalaman lebih dari 35 tahun di bidang nonproliferasi dan pelucutan senjata. Ia resmi menjabat sebagai Direktur Jenderal IAEA pada 3 Desember 2019 setelah diajukan sebagai kandidat oleh Argentina pada Agustus 2019.
Grossi memiliki latar belakang pendidikan yang kuat: Sarjana Ilmu Politik dari Universitas Kepausan Katolik Argentina (1983), serta meraih Magister dan Doktor dalam Hubungan Internasional dari Universitas Jenewa dan Institut Pascasarjana Studi Internasional (1997).
Karier diplomatiknya dimulai pada 1985 melalui Dinas Luar Negeri Argentina. Ia dikenal atas perannya dalam berbagai isu strategis, termasuk inisiatifnya meninjau data hidroakustik dari CTBTO (Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty Organization) untuk menyelidiki hilangnya kapal selam Argentina ARA San Juan pada 2017.
Upayanya berujung pada penemuan reruntuhan kapal tersebut sekitar satu tahun kemudian.
Pada September 2023, Grossi kembali terpilih untuk masa jabatan kedua sebagai Direktur Jenderal IAEA, mengikuti rekomendasi Dewan Gubernur dan persetujuan Konferensi Umum. Dalam pidatonya saat itu, ia menyatakan komitmen terhadap misi IAEA dan menjunjung tinggi prinsip profesionalisme dan akuntabilitas.
Namun, gelombang kritik dari Iran belakangan ini menempatkan Grossi dalam posisi sulit. Ia dituding telah gagal menjaga netralitas lembaga yang dipimpinnya, dan justru memperkeruh konflik geopolitik yang sensitif. Seruan Iran untuk akuntabilitas terhadap Grossi membuka babak baru dalam hubungan antara Iran dan badan nuklir dunia.
Baca Juga: 5 Kebijakan Menteri yang Dianulir Presiden Prabowo: Respons Cepat atas Suara Publik
Sumber : Tempo.co