SUKABUMIUPDATE.com - Kampung Cibatu Legok, yang terletak di RT 22 RW 04 Desa Nagrak, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, dikenal sebagai salah satu sentra kerajinan kukumbul (kumbul atau kukumul)—pelampung pancing buatan lokal yang telah menyebar ke seluruh penjuru nusantara, bahkan hingga ke negeri jiran.
Menariknya, kerajinan kukumbul di kampung ini tidak lahir dari motif bisnis, melainkan dari kebutuhan warga yang gemar memancing dan ingin memiliki piranti yang mumpuni.
Siang itu, hujan rintik mengguyur wilayah Sukabumi, termasuk Cibatu Legok. Pemukiman padat ini tampak basah, dengan gerimis yang menitik di kolam-kolam ikan milik warga. Di tengah kehidupan sehari-hari, tampak sejumlah pemuda sibuk menjalankan usaha turun-temurun: membuat pelampung pancing.
Sebuah bangunan kecil dengan tiga ruangan dimaksimalkan untuk memproduksi kukumbul dalam berbagai jenis, bentuk, dan warna. “Di RW sini ada sekitar 20 keluarga yang menjadi perajin pelampung pancing,” ujar Firman Abdurahman Yunus (29), salah satu perajin di Cibatu Legok.
Baca Juga: "Anak Sekecil Itu Disuruh Jadi Wapres" Momen Heboh Rocky Gerung Goda Iwan Fals di Panggung Malinau
Setiap rumah bisa memproduksi hingga 5.000 buah kukumbul per minggu, yang sudah dinanti oleh para pelanggan. “Pasarnya nasional, dari Sumatera hingga Malaysia. Sekarang, lewat sistem online, bahkan sering dipesan oleh pemancing dari luar negeri,” lanjut Firman, yang kini lebih fokus pada pemasaran produk kukumbul Cibatu Legok.
Kukumbul buatan Cibatu Legok memiliki ciri khas tersendiri. Terbuat dari kayu ringan, kukumbul dibentuk, dipoles, dan diwarnai dengan cemerlang dan rapi. “Semua jenis diproduksi, tapi sekarang lebih banyak kukumbul berukuran besar untuk memancing di danau atau sungai. Yang kecil juga ada, untuk kolam,” jelas Firman.
Omzet tiap perajin bisa mencapai Rp8 juta per pekan, seiring dengan pasar yang terus berkembang. Firman menuturkan bahwa usaha ini berawal dari hobi memancing warga setempat.
Baca Juga: Potret Pemuda Sukabumi, Jumlah Pria Jomblo Lebih Banyak Dibanding Wanita
“Tidak ada data pasti kapan dimulainya, tapi sudah berlangsung sejak beberapa generasi. Berawal dari hobi, lalu membuat pelampung sendiri. Karena disukai, akhirnya diproduksi secara rutin hingga berkembang seperti sekarang,” tambahnya.
Firman berharap pemerintah dapat mendorong para pelaku usaha kecil ini agar terus berkembang, tidak hanya melalui bantuan modal, tetapi juga dukungan peralatan produksi.
“Kalau satu rumah produksi melibatkan lima hingga enam pekerja, berarti di RW ini saja sudah lebih dari 100 orang yang menjadi perajin pelampung pancing. Belum lagi perputaran uang dari pembelian bahan baku seperti kayu, amplas, cat, dan lainnya,” pungkas Firman.





