Wacana Pemekaran Sukabumi Menghangat, DPRD Ingatkan Kajian Harus Matang

Sukabumiupdate.com
Senin 20 Okt 2025, 18:34 WIB
Wacana Pemekaran Sukabumi Menghangat, DPRD Ingatkan Kajian Harus Matang

Ilustrasi pemekaran Kabupaten Sukabumi (Sumber: Istimewa)

SUKABUMIUPDATE.com - Perbincangan soal pemekaran wilayah di Kabupaten Sukabumi kembali mencuat. Di tengah geliat pembangunan yang terus bergerak, dua arus besar gagasan kini saling bersentuhan, rencana pembentukan Kabupaten Sukabumi Utara (KSU) dan wacana penggabungan sejumlah kecamatan ke Kota Sukabumi.

Isu yang semula bergulir di ruang-ruang diskusi masyarakat kini mulai masuk ke meja politik dan pemerintahan. Para tokoh, akademisi, hingga anggota dewan pun mulai menimbang arah kebijakan yang diyakini akan berdampak besar bagi masa depan Sukabumi.

Salah satunya, Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi dari Fraksi PKS, Uden Abdunnatsir, menegaskan bahwa setiap langkah pemekaran atau penggabungan wilayah harus disertai kajian mendalam dan tidak tergesa-gesa.

Baca Juga: Dari Perbukitan ke Pantai Selatan, Ini Rute Touring Sukabumi Ngabumi Session 4

“Saya pribadi lebih setuju pemekaran. Kabupaten Sukabumi Utara, misalnya, bisa jadi kabupaten sendiri. Tapi kalau wacana penggabungan ke Kota Sukabumi? Saya belum sepakat,” kata Uden kepada sukabumiupdate.com, Senin (20/10/2025).

Menurut Uden, isu ini tak bisa dipandang sebagai sekadar penataan administratif. Ia menyebut, keputusan untuk memekarkan wilayah atau menggabungkannya dengan daerah lain menyangkut nasib masyarakat banyak, baik dalam hal pelayanan publik, ekonomi, maupun politik representatif.

Ia menilai, pemekaran Kabupaten Sukabumi Utara justru membuka peluang percepatan pembangunan, terutama di wilayah utara yang selama ini dianggap masih tertinggal dalam pelayanan infrastruktur dan pemerintahan.

Baca Juga: Pelajar Sukabumi Jadi Korban Jambret Bermotor, Saat PKL di Bandung

“Kalau jadi kabupaten sendiri, pelayanan akan lebih dekat, koordinasi antarinstansi juga lebih cepat. Itu bisa mempercepat pemerataan,” ujarnya.

Namun, Uden menolak gagasan bahwa sebagian wilayah Kabupaten Sukabumi harus diserahkan ke Kota Sukabumi. Menurutnya, kapasitas pemerintahan Kota Sukabumi saat ini masih terbatas, baik dari sisi anggaran, tata kelola, maupun pelayanan publik.

“Menambah sembilan kecamatan bukan memperkuat, malah bisa membebani. Kota Sukabumi masih punya pekerjaan rumah sendiri, jangan sampai justru jadi beban baru,” katanya.

Baca Juga: Realisasi APBD Capai 70 Persen, Pemkot Sukabumi Masuk 3 Besar Terbaik Nasional

Selain persoalan administratif, Uden menyoroti dampak ekonomi yang muncul dari rencana penggabungan wilayah. Salah satu isu paling krusial adalah perbedaan Upah Minimum Regional (UMR) antara Kota dan Kabupaten Sukabumi.

“Buruh di kabupaten tentu khawatir standar upah mereka turun kalau masuk ke kota. Mereka tidak ingin haknya berkurang. Ini suara yang harus kita dengar,” tegasnya.

Ia menyebut, suara penolakan dari kalangan pekerja dan masyarakat di kawasan timur Sukabumi menjadi sinyal bahwa kebijakan semacam ini tak bisa diambil sepihak.

Baca Juga: Jadwal lengkap Liga Champions 2025/2026 Pekan Ketiga, Juventus vs Real Madrid

“Kalau alasan penggabungan untuk efisiensi, ya harus dilihat juga efeknya ke masyarakat bawah. Jangan sampai justru menimbulkan ketimpangan baru,” tuturnya.

Secara geografis, wilayah yang disebut-sebut akan menjadi bagian dari Kabupaten Sukabumi Utara memiliki potensi besar. Selain sumber daya alam, wilayah ini juga punya basis ekonomi rakyat yang kuat, terutama di sektor pertanian, industri rumahan, dan pariwisata.

“Kalau dikelola dengan mandiri, wilayah itu bisa tumbuh cepat. Pendapatan asli daerah bisa meningkat karena potensi ekonominya besar,” jelas Uden.

Baca Juga: KDM Sambut Baik Elektrifikasi KA Padalarang-Cicalengka

Namun, jika wilayah itu justru digabungkan ke Kota Sukabumi tanpa persiapan dan analisis mendalam, potensi tersebut dikhawatirkan tidak berkembang maksimal.
“Kalau langkahnya tergesa-gesa, dampaknya bukan hanya ke ekonomi tapi juga ke sosial dan politik,” ujarnya.

Wacana pemekaran juga membawa konsekuensi politik representatif. Wilayah yang kini termasuk dalam Daerah Pemilihan (Dapil) 4 Kabupaten Sukabumi, yang mencakup sembilan kecamatan potensial untuk pemekaran, memiliki 10 kursi di DPRD Kabupaten Sukabumi.
“Kalau ada perubahan wilayah, otomatis peta politik juga berubah. Fraksi PKS misalnya, punya dua kursi di Dapil 4. Kalau wilayahnya diambil alih atau berubah status, tentu berpengaruh pada konfigurasi politik daerah,” papar Uden.

Ia mengingatkan bahwa kebijakan pemekaran atau penggabungan tidak hanya menyentuh urusan administrasi, tetapi juga peta kekuatan politik dan representasi rakyat. Karena itu, menurutnya, prosesnya harus terbuka dan melibatkan semua unsur masyarakat.

Baca Juga: Viral Aksi Pemotor Ugal-ugalan di Jalan Raya Cicurug Sukabumi, Diburu Polisi

Uden menyerukan agar setiap langkah dalam proses ini dilakukan secara objektif dan transparan. Pemerintah daerah, akademisi, dan lembaga penelitian harus duduk bersama menyusun kajian komprehensif, bukan sekadar mempertimbangkan kepentingan politis.
“Jangan sampai masyarakat dikorbankan demi ambisi segelintir orang. Pemekaran, kalau memang itu jalan terbaik, harus ditempuh dengan serius, jujur, dan transparan,” tegasnya.

Ia juga berharap pemerintah pusat memberikan perhatian serius terhadap rencana ini. Menurutnya, Sukabumi sebagai kabupaten terluas di Jawa Barat sudah saatnya memiliki daerah otonom baru untuk mendekatkan pelayanan dan mendorong percepatan pembangunan.

Di balik dinamika politik dan tarik-menarik kepentingan, wacana pemekaran Sukabumi Utara sejatinya menyimpan harapan besar. Harapan akan pemerataan pembangunan, kesejahteraan warga, dan pengelolaan wilayah yang lebih efisien. Namun seperti kata Uden, setiap langkah kebijakan besar harus lahir dari kajian yang matang, bukan dari keinginan sesaat.
“Wacana boleh bergulir, tapi kepentingan rakyat harus tetap menjadi titik pusatnya. Sebab, di balik setiap garis batas administratif yang digambar di peta, tersimpan kehidupan nyata masyarakat yang menuntut keadilan dan kesejahteraan yang merata,” pungkasnya. (adv)

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini