Dari Butiran Garam hingga Pasir Besi: Kekayaan Alam Sukabumi Selatan yang Terabaikan

Sukabumiupdate.com
Sabtu 13 Des 2025, 06:20 WIB
Dari Butiran Garam hingga Pasir Besi: Kekayaan Alam Sukabumi Selatan yang Terabaikan

Pengolahan garam dan tambang pasir besi di Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi | Foto : Dok. Sukabumiupdate

SUKABUMIUPDATE.com - Perairan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi, menyimpan potensi kekayaan alam yang tak kalah menarik dibanding wilayah pesisir lainnya di Jawa Barat. Selain hasil laut seperti ikan dan lobster yang telah lama menjadi sumber penghidupan warga, kawasan ini juga memiliki dua komoditas bernilai tinggi, yaitu pasir besi dan garam.

Pada masa jayanya, aktivitas penambangan pasir besi di kawasan Sukabumi bagian selatan ini menjadi salah satu roda ekonomi yang menjanjikan. Beberapa perusahaan besar sempat beroperasi, di antaranya PT Sumber Besi Prima (SBP) dan PT Sumber Suryadaya Prima (SSP) yang berlokasi di Desa Buniasih. Selain itu, di Desa Tegalbuleud terdapat Perumda Aneka Tambang dan Energi (Perumda ATE) serta PT Mehad Interbuana yang juga melakukan aktivitas serupa.

Namun kejayaan itu tak berlangsung lama. Kini, seluruh aktivitas penambangan telah terhenti. Yang tersisa hanyalah gundukan pasir, dermaga angkut yang tak lagi difungsikan sebagaimana mestinya, dan area-area bekas pengolahan yang ditinggalkan.

Baca Juga: Wabup Sukabumi Bantu Perbaikan Rutilahu Warga Jayabakti Cidahu

Sekretaris Desa Tegalbuleud, Romansyah, menyebut aktivitas Perumda ATE mulai beroperasi pada 2014 dengan membeli sekitar 35 hektare lahan milik warga, yang sebagian besar berupa sawah di sekitar Sungai Ciparanje. Sementara area tambang berada di pesisir pantai.

“Berjalan tiga tahun lalu bangkrut. Perumda ATE bekerja sama dengan PT Mehad Interbuana, dan PT Mehad yang melakukan penambangan. Hingga sekarang hasil pertambangannya masih ada,” ujar Romansyah kepada sukabumiupdate.com, baru-baru ini.

Namun, kata Romansyah, dalam perjalanannya PT Mehad digugat oleh PT SSP karena dianggap melakukan penambangan di lokasi yang masuk dalam Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT SSP berdasarkan dokumen eksploitasi tahun 2009. Konflik itu kemudian membuat aktivitas tambang dihentikan total.

“Sampai saat ini baik PT Mehad maupun Perumda ATE tidak bisa membawa pasir besi tersebut. Ada tujuh titik pengumpulan konsentrat dari Kampung Benteng sampai Muara Cibuni,” tambahnya.

Kepala Desa Buniasih, Badrudin menambahkan bahwa PT SBP dan PT SSP berdiri sejak 2008. Meski kedua perusahaan itu telah berhenti beroperasi sejak 2017, namun masih ada satu peninggalan yang bermanfaat bagi warga. “Dermaga SBP masih digunakan oleh para nelayan hingga sekarang,” kata Badrudin kepada sukabumiupdate.com, Jumat (12/12/2025).

Baca Juga: Mengungkap Kisah Menakjubkan di Balik 7 Keajaiban Dunia Modern

Seiring redupnya industri tambang, sambung Badrudin, warga Tegalbuleud mencoba mengembangkan potensi alam lainnya, yakni produksi garam rakyat. "Pada 2017, kami mulai menggagas pengolahan garam lokal. Meski skala produksi masih terbatas, kegiatan ini terus berjalan hingga kini. Bahkan saat ini, para pengrajin garam sedang membangun 50 unit embung dan 50 unit green house yang mencapai 15 unit masing-masing," ungkapnya.

Badrudin menyebut selain terkendala dalam hal pemasaran, para petani garam juga masih harus menempuh proses perizinan, seperti izin edar, BPOM, dan Dinas Kesehatan. “Produksi tetap berjalan, tetapi pemasaran skala besar belum maksimal. Adapun untuk dijual dilingkungan, masih kendala kemasan dan perizinan,” keluh Badrudin.

Tegalbuleud adalah contoh nyata daerah yang kaya akan sumber daya alam, namun belum sepenuhnya dapat mengoptimalkan nilai ekonominya.

"Pasir besi yang bernilai tinggi kini hanya menjadi tumpukan tak tersentuh akibat persoalan legalitas dan manajemen. Sementara itu, produksi garam rakyat justru muncul sebagai harapan baru, industri ramah lingkungan, meski perjalanan menuju industri yang mapan masih panjang," pungkasnya.

Berita Terkait
Berita Terkini