SUKABUMIUPDATE.com - Wisuda ke-14 Universitas Nusa Putra yang digelar pada Rabu (3/9/2025), menghadirkan sebuah momen unik yang menggetarkan ruang Auditorium Nusa Putra. Di tengah ratusan wisudawan yang berbahagia, sosok Profesor Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, DEA., IPU., ASEAN Eng., berdiri sebagai lulusan terbaik Program Magister (S2).
Fenomena ini bukan hanya jarang terjadi, tetapi juga menyampaikan pesan kuat: ilmu tak pernah berhenti di satu gelar, bahkan ketika seseorang sudah menyandang predikat tertinggi di dunia akademik.
Profesor Dadan, yang selama ini dikenal luas di dunia teknik dan rekayasa, memilih kembali duduk di bangku kuliah S2 Nusa Putra. Keputusan itu lahir bukan karena haus gelar, melainkan haus akan ilmu baru.
“Hari ini adalah perayaan kemenangan dari perjalanan panjang yang penuh kerja keras, pengorbanan, dan doa. Ijazah ini bukan sekadar kertas, melainkan simbol dari diskusi panjang, riset, dan malam-malam penuh harapan,” ucapnya dalam pidato berjudul Antara Kebanggaan dan Tanggung Jawab.
Pidato itu, yang sesekali dihiasi pantun segar dan humor akademik, membuat suasana wisuda terasa hangat dan penuh inspirasi. Dengan rendah hati, ia bahkan bercerita bagaimana pertanyaan cucu, “Kapan Pak Kek lulusnya?” menjadi ujian paling sulit dibandingkan sidang tesis atau ujian kelas. “Hari ini kita bisa tersenyum bangga sambil berkata: akhirnya selesai juga! Ijazah asli sudah di kantong kita,” ujarnya disambut tawa dan tepuk tangan meriah.
Baca Juga: Lima Jenderal TNI–Polri Lulus Pascasarjana Nusa Putra University: Ilmu Lebih Berarti daripada Gelar
Bagi Profesor Dadan, wisuda bukanlah akhir, melainkan gerbang awal pengabdian. Ia menekankan bahwa di era kecerdasan buatan, big data, dan transformasi digital, sentuhan manusia tetaplah yang terpenting.
“Teknologi secanggih apa pun tetap membutuhkan etika, nurani, dan kebijaksanaan. Lulusan Nusa Putra tidak boleh hanya jadi pengguna teknologi, tetapi harus jadi pencipta, pengendali, dan penjaga agar teknologi berpihak pada kemanusiaan,” tegasnya.
Dalam pidatonya, ia juga mengingatkan rekan-rekan wisudawan untuk terus rendah hati dan menjaga integritas. Dengan humor khas, ia menyelipkan sindiran akademik: “Paper boleh ditolak, tapi kontribusi jangan pernah berhenti.” Kalimat itu seakan menjadi mantra baru yang menggema, menegaskan bahwa perjalanan ilmiah sejati bukan diukur dari jumlah publikasi, melainkan dari manfaat yang diberikan.
Momen ini menjadi bukti bahwa universitas adalah ruang lintas generasi. Bahwa mahasiswa bukan hanya anak-anak muda, tetapi juga profesor yang tak pernah lelah mencari ilmu. Bagi civitas akademika Nusa Putra, pencapaian Profesor Dadan adalah hadiah istimewa sekaligus bukti bahwa kampus ini menjadi rumah belajar yang sejati bagi siapa pun yang haus akan pengetahuan.
Dan ketika menutup pidatonya dengan pantun, “Pohon ilmu tumbuh bersemi, akar kuat menjulang tinggi. Hari ini wisuda jadi memori, esok kita siap mengabdi bagi negeri,” seluruh hadirin seolah diingatkan kembali bahwa ilmu bukanlah puncak, melainkan jalan panjang menuju pengabdian.
Wisuda ke-14 Universitas Nusa Putra pun meninggalkan catatan berharga: seorang profesor menjadi lulusan terbaik magister. Sebuah pesan abadi bahwa gelar boleh tertinggi, tetapi semangat belajar harus tetap rendah hati dan tak pernah berhenti. (adv)