Rp 25 Ribu Per Patok, Petani Penggarap di Sukabumi Protes Kenaikan Biaya Tanda Jasa

Sukabumiupdate.com
Selasa 12 Agu 2025, 13:51 WIB
Rp 25 Ribu Per Patok, Petani Penggarap di Sukabumi Protes Kenaikan Biaya Tanda Jasa

Petani penggarap di lahan perkebunan PT Asabaland menolak kenaikan biaya tanda jasa (Sumber: su/ragil)

SUKABUMIUPDATE.com - Lebih dari 150 petani penggarap lahan di perkebunan PT Asabaland mendatangi kantor administrasi perusahaan di Kampung Citiis RT 07/5, Desa Pangumbahan, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, Selasa (12/8/2025). Mereka mempertanyakan kebijakan penanaman pohon gmelina di lahan garapan warga serta kenaikan biaya tanda jasa yang disetor ke perusahaan.

Hasan (59), salah satu petani penggarap yang telah menggarap lahan sejak era PT Wira Citespong, mengungkapkan kekecewaannya. Ia menyebut penanaman gmelina oleh perusahaan dilakukan berdampingan dengan lahan warga, bahkan ada yang di lahan garapan.

“Padahal masih banyak lahan kosong yang bisa dipakai. Selain itu, tanda jasa juga naik dari Rp 15 ribu menjadi Rp 25 ribu per patok (400 meter persegi) untuk daratan, dan sawah dari Rp 25 ribu menjadi Rp 50 ribu. Kami keberatan,” ujar Hasan kepada Sukabumiupdate.com.

Baca Juga: Bupati Sukabumi Hadiri Pasar Murah HUT ke-80 Kejaksaan RI, Stan Hasil Bumi Distan Diserbu Warga

Ade Ambon, koordinator lapangan petani penggarap, menambahkan bahwa kebijakan pembatasan lahan garapan juga menjadi sorotan.

“Membuka lahan sawah butuh biaya sekitar Rp 5 juta per patok. Kalau lahan yang sudah dibuka dibatasi atau digilir, jelas merugikan. Apalagi sawah yang mereka garap hanya bisa ditanami sekali setahun karena tadah hujan,” ungkapnya.

Menanggapi hal itu, Administrator PT Asabaland, Dedi Purnomo, mengatakan pihaknya akan mempertimbangkan kembali sejumlah peraturan.

Baca Juga: Perubahan APBD 2025: DPRD Kota Sukabumi Tolak Skema Baru P2RW Dikelola Kelurahan

“Kami bisa memahami harapan mereka. Tanda jasa bukan Rp 50 ribu per patok, melainkan Rp 25 ribu, dan itu untuk kegiatan sosial di lingkungan perusahaan dan dikembalikan kepada warga dalam kegiatan sosial yang lebih besar. Memang dana sosial sudah ada, dengan adanya tambahan dari tanda jasa, kegiatan akan lebih luas,” bebernya.

Dedi menambahkan bahwa Penanaman gmelina sudah memiliki izin, dan pembatasan garapan bertujuan menghindari ketimpangan serta memastikan penggarap adalah warga setempat.

Kepala Desa Pangumbahan, Mulyana yang hadir dalam pertemuan tersebut, berharap ada jalan tengah antara perusahaan dan petani. “Kami ingin ada solusi terbaik. Perusahaan akan lebih bijak dan aspirasi petani bisa diterima,” kata Mulyana.

Baca Juga: Polling Sukabumiupdate.com: 56% Tak Setuju Larangan Kendaraan Nunggak Pajak Melintas di Jalanan Jabar

Pertemuan dihadiri pula perwakilan kelompok tani Sabilulungan Desa Pangumbahan, serta sejumlah tokoh masyarakat setempat.

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini