Tank Perang Dunia II Hancur di Sukabumi: Jejak Heroisme Pribumi dan Peringatan soal World War 3

Sukabumiupdate.com
Senin 23 Jun 2025, 15:00 WIB
Tank Perang Dunia II Hancur di Sukabumi: Jejak Heroisme Pribumi dan Peringatan soal World War 3

Ilustrasi tank Sherman Inggris. | Foto: Istimewa

SUKABUMIUPDATE.com - Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengeluarkan pernyataan serius terkait situasi di Timur Tengah yang semakin genting. Dalam cuitannya di media sosial, ia menilai dunia saat ini berada di ambang malapetaka jika konflik Iran dan Israel tidak terkendali. SBY bahkan memperingatkan kemungkinan Perang Dunia III atau World War 3, yang dampaknya bisa jauh melampaui batas kawasan yang kini memanas.

Peringatan itu mengingatkan kita pada babak penting dalam sejarah. Sukabumi menjadi saksi perlawanan rakyat pribumi terhadap militer Inggris, salah satu negara kuat saat Perang Dunia II. Letnan Kolonel Eddie Soekardi, sebagai Komandan Resimen III Tentara Keamanan Rakyat (TKR), memimpin strategi brilian yang membuat pasukan Inggris takluk dalam pertempuran di jalur Bojongkokosan, Sukabumi, hingga Cianjur, pada Desember 1945 dan Maret 1946.

Pertempuran ini menjadi salah satu bukti keberanian bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Pasukan Eddie berhasil memukul mundur Inggris, mengakibatkan ratusan serdadu mereka gugur dan terluka. Tak hanya itu, lebih dari 150 kendaraan tempur Inggris hancur, termasuk tank Sherman, simbol kekuatan militer dalam Perang Dunia II.

Tank Sherman yang hancur di Sukabumi menjadi ikon perlawanan heroik tersebut. Dianggap tak terkalahkan karena kejayaannya dalam Perang Dunia II, kendaraan lapis baja ini menjadi sasaran taktik gerilya pasukan Eddie. Perlawanan ini tidak hanya memukul mundur pasukan Inggris, tetapi juga menunjukkan kepada dunia bahwa rakyat Indonesia memiliki semangat juang, bahkan melawan militer yang sebelumnya berjaya di Burma, Malaya, dan Singapura.

Baca Juga: SBY Soroti Memanasnya Timteng, 5 Pemimpin Dunia di Persimpangan World War 3 atau Perdamaian

Mengutip catatan Historia, pada April 2014, Eddie menuturkan taktik hit and run dan pengarahan sniper di sepanjang jalur peperangan menjadi strategi yang digunakannya dalam melawan Inggris. Bahkan dalam suatu pertempuran, salah satu pimpinan batalion Inggris berhasil ditewaskan. Apa yang dikatakan Eddie selaras dengan catatan buku The Fighting Cock: The Story of The 23rd Indian Division karya Kolonel AJF Doulton. Dalam buku tersebut Doulton bercerita tentang seramnya "neraka Sukabumi-Cianjur bagi militer Inggris". "Inilah Perang Jawa sesungguhnya bagi kami," tulis dia.

Pengamat sejarah Irman Firmansyah mengungkapkan Eddie yang merupakan putra RH Didi Sukardi adalah lulusan Pembela Tanah Air (PETA) Bogor yang kemudian ditempatkan di Palabuhanratu. "Sesudah proklamasi, beliau menjadi Wakil Ketua Badan Keamanan Rakyat (BKR). Lalu menjadi Ketua BKR dan terlibat pengambilalihan kekuasaan di Sukabumi. Saat itu Inggris mengalihkan jalur perbekalan lewat Sukabumi karena diserang di Cikampek," katanya.

Melalui Maklumat Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945, BKR diubah menjadi TKR. Setelah mengalami beberapa kali perubahan nama, akhirnya menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Irman yang juga penulis buku Soekaboemi the Untold Story mengatakan Perang Konvoi melawan Inggris  berlangsung selama dua kali yakni pada Desember 1945 dan Maret 1946. Salah satu penyebab terjadinya Perang Konvoi I adalah karena Inggris tidak melibatkan TKR dalam mengembalikan para tawanan dan perbekalan. Padahal sebelumnya Inggris dan Indonesia bersepakat akan melibatkan TKR dalam pengembalian tawanan dan perbekalan tersebut.

Irman mengatakan yang dimaksud para tawanan adalah orang-orang Eropa yang sebelumnya ditahan oleh Jepang. "Saat Jepang kalah, namun sekutu belum datang, para tawanan masih di bawah pengawasan Jepang dan sebagian di bawah pengawasan pemerintah setempat. Nah dalam pengembalian tawanan itu, sayangnya Inggris tidak mematuhi kesepakatan dan main kirim-kirim saja melewati area kekuasaan TKR. Bahkan mereka sempat pula mengambil tawanan di Ubrug tanpa sepengetahuan TKR dan pemerintah setempat," ujarnya.

Sementara penyebab Perang Konvoi II adalah untuk mencegah Bandung dikuasai Inggris.

Irman juga merinci titik yang menjadi lokasi Perang Konvoi. Ia mengatakan Perang Konvoi I terjadi di Bojongkokosan, Kampung Ongkrak Pamuruyan, Karangtengah Cibadak, Degung Kota Sukabumi, dan Sukaraja. Sementara Perang Konvoi II terjadi di Kampung Ongkrak Pamuruyan, Cikukulu, Degung Kota Sukabumi, Sukaraja, Gekbrong Cianjur, Cikaret, dan Ciranjang. "Saat Perang Konvoi I Cibadak dibombardir pesawat Inggris," kata dia.

Selain di Sukabumi, pasukan Inggris juga dibuat tidak berdaya di Cianjur. Soeroso menjadi pimpinan gerilyawan kota yang berhasil mengganggu pergerakan Batalion 3/3 Gurkha Rifles (kesatuan elite militer Inggris yang diperkuat orang-orang Gurkha) dari Bandung ke Sukabumi.

Bersama gerilyawan lain dari Batalion 3 Resimen III TRI, Lasykar Hizbullah dan Sabilillah, Pesindo, Lasykar BBRI atau Barisan Banteng Republik Indonesia Cabang Cianjur-Sukabumi pimpinan Soeroso menyerang Batalion 3/3 Gurkha Rifles yang diperkuat tank Sherman, panser Wagon, brencarrier, dan sejumlah truk berisi pasukan.

Meski hanya menggunakan molotov cocktail (bom sederhana yang terbuat dari botol yang diisi bensin dan disertai sumbu) dan sejumlah pucuk senjata, mereka melakukan serangan terstruktur dari sudut-sudut pertokoan dan lorong rumah yang berderet di sepanjang pusat kota Cianjur.

Bagi para serdadu Gurkha Rifles, situasi itu cukup membingungkan dan mereka hanya bisa bertahan dan membalas serangan tersebut sekenanya dari balik kendaran-kendaraan tempur.

Ketidakberdayaan salah satu satuan elite militer Inggris dalam Perang Dunia II itu menjadi bukti orang-orang Indonesia mengalami kemajuan dan semakin militan. Eddie mencatat keberlangsungan perang tersebut dari perspektif tentara Indonesia.

Dalam Perang Konvoi Sukabumi-Cianjur 1946, lelaki kelahiran Sukabumi pada 18 Februari 1916 ini menulis bahwa faktor paling signifikan yang menyebabkan unggulnya TKR dan lasykar adalah semangat tinggi dan bantuan rakyat.

Setelah menaklukan Inggris di Sukabumi, karier militer Eddie melejit. Selepas menjabat Kepala Staf Brigade Guntur di Tasikmalaya, dia didapuk menjadi Komandan Brigade 14 Divisi Siliwangi dan sukses memadamkan perlawanan Front Demokrasi Rakyat Partai Komunis Indonesia (FDR PKI) di Kedu, Jawa Tengah. Namun sayang, saat kembali ke Jawa Barat pascalong march Divisi Siliwangi pada 1948, Eddie ditangkap oleh militer Belanda di Ciamis.

Penangkapan tersebut membuat heboh Divisi Siliwangi dan Markas Besar TNI di Yogyakarta. Namun menurut versi buku Siliwangi dari Masa ke Masa, Eddie sebenarnya tidak ditangkap, tetapi secara sepihak tanpa koordinasi dengan Panglima Divisi dan pimpinan TNI melakukan gencatan senjata dengan militer Belanda di Ciamis.

Selepas perang, Eddie sempat menjadi panglima di Kalimantan. Tetapi dia mengakhiri kariernya sebagai tentara pada 1957 dengan pangkat kolonel. Selanjutnya dia banyak berkiprah di dunia bisnis. Pada 5 September 2014, Eddie meninggal dunia di Bandung. Meskipun tidak banyak orang tahu mengenai perjuangannya, namun sejarah mencatat dia adalah salah satu komandan gerilyawan Indonesia yang disegani militer Inggris.

Berita Terkait
Berita Terkini