SUKABUMIUPDATE.com - Di Kampung Cikaramat, Desa Mekarsari, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, rumah Lindawati (40 tahun) kini terasa sunyi. Tak ada lagi suara langkah kaki Purnama Alam (24 tahun), anak lelaki yang jadi tumpuan harapan keluarga, yang biasa disambut di pintu dengan pelukan hangat.
Sejak akhir tahun lalu, Purnama tak lagi pulang. Ia berpulang – jauh dari rumah, jauh dari pangkuan ibu dan pelukan neneknya, sebagai korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Lindawati hanya bisa menyaksikan pemakaman anak kandungnya dari layar ponsel. Purnama dimakamkan di Kamboja, tepat pada Hari Raya Idul Fitri, Maret 2025. Video call menjadi satu-satunya cara untuk menyampaikan doa dan tangis perpisahan.
“Biasa ramai sama dia, sekarang sepi. Neneknya sampai sekarang masih suka nangis sendiri,” tutur Lindawati lirih, melalui sambungan WhatsApp kepada sukabumiupdate.com, Jumat (30/5/2025).
Baca Juga: 569 WNI Kembali Lolos dari Jerat TPPO Myawaddy: 87 Perempuan, 5 Diantaranya Hamil
Alkisah, pada Februari 2024, tanpa sepengetahuan ibunya, Purnama berangkat diam-diam ke Batam. Sekitar pukul 03.00 WIB dini hari, ia menelepon Lindawati. “Katanya mau kerja restoran, gaji Rp12 juta. Tujuannya ke Thailand,” kenang Lindawati.
Iming-iming pekerjaan bergaji tinggi itu datang dari akun Instagram milik seseorang bernama Erik, yang berdomisili di Medan. Melalui perantara bernama Fauzi, Purnama difasilitasi pembuatan paspor dan diberangkatkan.
Namun kenyataan jauh dari harapan. Setelah transit di Malaysia, Purnama dikirim ke Kamboja dan dipaksa bekerja di Kaimen Hong Casino, bagian dari sindikat perdagangan manusia. Ia harus bekerja 13 hingga15 jam sehari, makan dan tempat tinggal tidak layak, dan komunikasi dengan keluarga penuh keterbatasan.
“Selama bekerja sering mengeluh, dari makan sampai jam kerja. Bahkan pernah minta uang buat makan,” ujar Lindawati.
Purnama sempat menghubungi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kamboja untuk meminta pertolongan. Namun isi pesannya terbaca oleh pihak perusahaan tempat ia bekerja. Setelah itu, ponselnya disita, ia diancam disetrum, dan komunikasi pun terputus.
Baca Juga: Korban TPPO, 9 WNI Ditahan Polisi Kamboja: 2 Diantaranya Warga Sukabumi
Perusahaan menuntut uang tebusan Rp50 juta untuk membebaskannya. Keluarga yang hanya petani kecil, terpaksa meminjam ke sana-sini dan hanya sanggup mengumpulkan Rp40 juta. Tapi Purnama tak pernah kembali.
Pada 14 Agustus 2024, kabar mengejutkan datang, Purnama dirawat di rumah sakit. Ia sempat dijanjikan akan dipulangkan pada 16 Agustus. Namun, 19 September 2024, kabar duka menyusul, Purnama meninggal dunia.
“Sudah kami perjuangkan selama hampir delapan bulan, meminta bantuan lewat anggota DPRD Kabupaten Sukabumi, dan SBMI, namun kabarnya pemerintah tidak sanggup bantu karena kendala biaya. Perusahaan juga tidak bertanggung jawab. Aakhirnya kami keluarga menerima setengah ikhlas,” kata Lindawati, menahan sesak.
Karena tak ada biaya pemulangan dan perusahaan tak lagi bisa dihubungi, keluarga akhirnya mengirim surat permohonan agar Purnama dimakamkan di Kamboja. Proses pemulasaraan hingga pemakaman hanya bisa disaksikan melalui video call.
Tak ada pelukan terakhir. Tak ada doa langsung di liang lahat. Hanya suara isak dan sambungan internet yang mengantar kepergian Purnama.
Baca Juga: Kedamaian Alam Sukabumi: 5 Wisata Bagi Kamu yang Ingin Menenangkan Diri
Yang lebih memilukan, istri Purnama, Rani, masih berada di tempat yang sama. Ia juga bekerja di Kaimen Hong Casino dan belum bisa dipulangkan. Sejak September, komunikasi dengan Rani pun terputus.
Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Sukabumi, Jejen Nurjanah, membenarkan bahwa Purnama dimakamkan di Kamboja setelah pihak keluarga menyerah karena proses pemulangan tak juga terlaksana.
“Perusahaan tempat dia bekerja tidak ditemukan. KBRI juga mengalami kendala karena anggaran tidak tersedia,” ujar Jejen.
Jejen pun mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah tergiur tawaran kerja di luar negeri melalui media sosial, apalagi dengan janji gaji besar dan proses cepat tanpa biaya.
“Kalau ingin bekerja ke luar negeri, pastikan melalui jalur resmi. Cari informasi ke Disnakertrans, KP2MI, atau buka situs Kementerian Ketenagakerjaan. Jangan langsung percaya jika hanya lewat ajakan teman atau media sosial,” imbaunya.
Kini, di rumah yang sepi itu, Lindawati dan ibunya hanya bisa memeluk kenangan. Foto-foto Purnama menjadi saksi bisu dari perjuangan yang kandas di negeri orang. Duka mereka adalah potret nyata dari betapa kejamnya jerat perdagangan manusia, yang merenggut tak hanya nyawa, tapi juga masa depan dan kehangatan keluarga.