SUKABUMIUPDATE.com - Salah satu amar putusan tunda pemilu dari hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengundang reaksi keras para ahli hukum di Indonesia. Dinilai langkah kewenangan karena ikut mengurusi pemilu, Hakim PN Jakpus yang memutuskan perkara perdata antara Partai Prima dan KPU bahkan disebut layak dipecat.
Ini diungkap oleh Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi sekaligus Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie yang ikut berkomentar soal salah satu amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutuskan menghukum KPU RI untuk menunda tahapan Pemilu.
Menurut Jimly hakim dianggap tidak bisa membedakan urusan perdata san urusan publik, menyusul keputusannya yang mengabulkan gugatan Partai Prima.
Baca Juga: Kapan Puasa Hari Pertama Ramadan 2023? Simak Penjelasannya
"Hakimnya layak untuk dipecat karena tidak profesional dan tidak mengerti hukum Pemilu serta tidak mampu membedakan urusan private (perdata) dengan urusan urusan publik," kata Jimly dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (3/3/2023) dilansir dari suara.com.
Jimly mengatakan pengadilan perdata harus membatasi diri hanya untuk masalah perdata. Di mana sanksi perdata cukup dengan ganti rugi, bukan menunda Pemilu yang tegas merupakan kewenangan konstitusional KPU.
"Kalau ada sengketa tentang proses maka yang berwenang adalah Bawaslu dan PTUN, bukan pengadilan perdata. Kalau ada sengketa tentang hasil Pemilu maka yang berwenang adalah MK," kata Jimly.
Baca Juga: Loker Jawa Barat Lulusan SMA Sederajat, Lokasi Penempatan Dekat Sukabumi
Jimly mengusulkan agar KPU mengajukan banding atas putusan PN Jakpus. Bahkan, lanjut Jimly, bila perlu sampai tahap Kasasi sampai menunggu putusan berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
Di sisi lain, Jimly menegaskan kembali bahwa hakim pengadilan tidak memiliki wewenang memerintahkan KPU melakukan penundaan Pemilu. "Hakim PN tidak berwenang memerintahkan penundaan Pemilu," kata Jimly.