Sri Mulyani Soroti Gaji Guru dan Dosen yang Rendah: Semua Harus dari Negara?

Sukabumiupdate.com
Senin 11 Agu 2025, 10:55 WIB
Sri Mulyani Soroti Gaji Guru dan Dosen yang Rendah: Semua Harus dari Negara?

Sri Mulyani: Gaji guru & dosen rendah jadi tantangan fiskal. Perlu peran publik dalam dukung pendidikan. Anggaran Rp 724,3 T belum cukup sejahterakan pendidik. (Sumber : Instagram @smindrawati)

SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati ikut angkat bicara soal rendahnya gaji guru dan dosen yang belakangan ramai diperbincangkan di media sosial. Menurutnya, persoalan ini bukan hanya menyangkut penghargaan terhadap profesi pendidik, tapi juga menjadi tantangan besar bagi keuangan negara.

Pernyataan tersebut disampaikan Sri Mulyani dalam Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia pada Kamis, 7 Agustus 2025. Dalam pidatonya yang disiarkan melalui kanal YouTube Institut Teknologi Bandung, ia menanggapi keluhan masyarakat soal gaji guru dan dosen yang dianggap tidak sebanding dengan tanggung jawab besar yang mereka emban.

Baca Juga: Sri Mulyani Umumkan Pembatalan Diskon Listrik 50 Persen, Ini Penggantinya

"Banyak di media sosial, saya selalu mengatakan, menjadi dosen atau menjadi guru tidak dihargai karena gajinya enggak besar. Ini juga salah satu tantangan bagi keuangan negara," ujar Sri Mulyani. Ia kemudian mengangkat pertanyaan yang memicu diskusi lebih dalam: "Apakah semuanya harus dari keuangan negara ataukah ada partisipasi dari masyarakat?"

Meskipun tidak menjelaskan secara rinci bentuk partisipasi masyarakat yang dimaksud, pernyataan ini membuka ruang diskusi mengenai keterlibatan publik dalam mendukung dunia pendidikan—khususnya dalam hal kesejahteraan tenaga pengajar.

Anggaran Pendidikan Mencapai Rp 724,3 Triliun

Pada 2025, pemerintah telah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp 724,3 triliun. Dana ini terbagi dalam tiga kluster utama:

  1. Kluster Pertama:
    Anggaran untuk siswa dan mahasiswa, termasuk program seperti:

    • Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah untuk 1,1 juta mahasiswa.

    • Program Indonesia Pintar (PIP) bagi 20,4 juta siswa.

    • Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk 9,1 juta pelajar.

    • Beasiswa LPDP.

    • Digitalisasi pembelajaran.

  2. Kluster Kedua:
    Dana yang dialokasikan untuk gaji dan tunjangan guru serta dosen.
    Termasuk di dalamnya:

    • Tunjangan profesi guru non-PNS untuk 477,7 ribu guru.

    • Sertifikasi bagi 666,9 ribu guru.

    • Tunjangan kinerja dan belanja rutin lainnya bagi tenaga pendidik.

  3. Kluster Ketiga:
    Difokuskan pada pembangunan infrastruktur pendidikan, seperti fasilitas sekolah dan kampus.

Selain itu, anggaran juga digunakan untuk Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) yang dialirkan ke hampir 200 kampus negeri di seluruh Indonesia.

Baca Juga: Sri Mulyani Tegaskan Kampus Tak Boleh Naikkan UKT di Tengah Pemangkasan Anggaran

Tantangan: Kesejahteraan Guru vs Kapasitas Fiskal

Rendahnya gaji guru dan dosen bukanlah hal baru, namun kini menjadi sorotan tajam karena dampaknya terhadap kualitas pendidikan dan semangat pengabdian tenaga pengajar. Sri Mulyani mengakui bahwa pemerintah masih menghadapi tantangan besar untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, terutama karena keterbatasan anggaran negara.

Di sisi lain, pertanyaan apakah semuanya harus ditanggung oleh negara memunculkan gagasan baru: perlukah ada peran serta masyarakat atau sektor lain dalam mendukung kesejahteraan pendidik?

Baca Juga: PPN 12% Trending! Biar Tak Salah Paham, Sri Mulyani Ungkap Kebijakan PPN Terbaru

Menanti Solusi Nyata

Pernyataan Sri Mulyani bisa dianggap sebagai ajakan untuk mencari solusi bersama, bukan sebagai bentuk pelepasan tanggung jawab pemerintah. Namun tetap, publik menanti penjelasan lebih lanjut soal bentuk partisipasi masyarakat yang dimaksud apakah itu melalui skema filantropi, kerja sama dengan sektor swasta, dana abadi pendidikan, atau model insentif lainnya.

Yang jelas, pendidikan adalah pondasi masa depan bangsa. Maka wajar jika masyarakat berharap profesi guru dan dosen dihargai secara layak bukan hanya dengan ucapan, tapi juga melalui kebijakan yang menyentuh kesejahteraan mereka secara konkret.

Sumber : Tempo.co

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini