SUKABUMIUPDATE.com - Dikelilingi megahnya Gunung Gede Pangrango dan Gunung Halimun, Sukabumi menyimpan sebuah kisah yang jauh lebih pekat dan kaya daripada sekadar pemandangan alamnya yang memesona. Di bawah bayang-bayang kedua dataran tinggi itu, Kabupaten Sukabumi membentangkan panorama alam yang membius, sekaligus menulis sebuah narasi sejarah yang pekat dan memikat.
Wilayah Sukabumi adalah peti harta karun tempat kisah biji kopi terukir, komoditas yang selama berabad-abad dikenal dengan julukan besar namun pahit "Emas Hitam" di tanah Jawa. Aroma sangrai yang kala itu menyeruak dari lereng-lereng ketinggian adalah resonansi dari kejayaan, penderitaan, dan ketahanan, menyiratkan sejarah kolonial yang mendalam dan sekaligus menancapkan akar budaya pertanian yang tak lekang oleh waktu.
Inilah jantung Kopi Sukabumi, sebuah perpaduan sinematik antara geografis yang subur dan jiwa para petani lokal yang tak pernah menyerah. Setiap cangkir yang tercipta adalah perwujudan sempurna dari perjuangan, mengandung kekayaan cita rasa Robusta yang kuat dan Arabika yang elegan. Lebih dari sekadar minuman, kopi Sukabumi adalah sebuah bukti hasil karya sebuah kawasan yang kini mulai bangkit, siap memanjakan lidah para penikmat kopi modern dengan kualitas premium yang ditopang oleh sejarah yang heroik.
Baca Juga: Cerita Pilu Pelaku UMKM di Cisolok Sukabumi: Warung dan Bengkel Ludes Dilalap Api
Sukabumi diberkati untuk menumbuhkan dua jenis kopi utama yang masing-masing memiliki karakter kuat: Arabika dan Robusta (Foto:Istimewa).
Dari Pajak Wajib Tanam hingga Kebangkitan di Era Modern
Jejak kopi di Sukabumi bukanlah fenomena baru. Kopi pertama kali masuk ke wilayah ini pada awal abad ke-18. Tepat pada tahun 1707, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) menjadikan Priangan, termasuk Sukabumi, sebagai pusat perkebunan kopi untuk memenuhi permintaan pasar Eropa.
Kopi di masa itu bukan sekadar komoditas, bahkan menjadi alat kontrol ekonomi yang brutal. Biji kopi diwajibkan ditanam oleh pribumi sebagai pajak wajib yang harus dibayarkan kepada Pemerintah Kolonial Belanda. Inilah alasannya kopi dijuluki “Emas Hitam”, karena nilainya setara dengan logam mulia, namun menjadi sumber penderitaan bagi rakyat. Bukti sejarah mencatat puluhan perkebunan besar Belanda pernah berdiri tegak di Sukabumi. Sayangnya, kejayaan itu meredup seiring perubahan politik dan gejolak ekonomi pasca-kemerdekaan, menyebabkan banyak kebun yang terbengkalai.
Kini, kopi Sukabumi kembali bangkit. Petani-petani lokal, yang tersebar di sentra kopi Sukabumi seperti Gegerbitung, Kabandungan, Kadudampit, dan Sukaraja, mulai menyadari nilai warisan yang mereka miliki. Dengan dukungan komunitas seperti Asosiasi Petani Kopi Indonesia (APEKI), mereka berfokus pada perbaikan kualitas, pengolahan pasca-panen modern, dan mempromosikan citra kopi lokal ke kancah nasional.
Baca Juga: Tottenham Hotspurs vs Manchester United: Duel Panas Perebutan Papan Atas Liga Inggris
Sektor agroindustri berbasis kopi mulai diperhatikan serius oleh Pemda setempat.
Kekayaan Cita Rasa Arabika dan Robusta
Sukabumi diberkati untuk menumbuhkan dua jenis kopi utama yang masing-masing memiliki karakter kuat: Arabika dan Robusta. Kedua varietas ini tumbuh subur di ketinggian yang berbeda, menghasilkan profil rasa yang unik.
Kopi Arabika tumbuh di dataran tinggi yang sejuk, khususnya di lereng Gunung Gede Pangrango dan Gunung Halimun seperti daerah Kabandungan dan Kadudampit pada ketinggian ideal 1.200 hingga 1.600 meter di atas permukaan laut. Arabika Sukabumi dikenal sebagai specialty coffee karena menawarkan body medium dan tingkat keasaman (acidity) yang cerah dan seimbang. Aromanya cenderung mengarah pada nuansa bunga (floral) dan buah (fruity), menjadikannya favorit para penikmat manual brew.
Sementara itu, Robusta Sukabumi berasal dari dataran menengah, seperti Cipeuteuy, dan tumbuh di ketinggian yang lebih rendah. Robusta di sini menonjolkan body yang tebal, kandungan kafein tinggi, serta aroma cokelat, karamel, dan nutty. Robusta Sukabumi bahkan terkenal di antara jenis Robusta lain karena memiliki cita rasa manis yang khas, menjadikannya pilihan sempurna untuk campuran espresso yang kental atau minuman berbasis susu.
Baca Juga: Mengintip Peluang Akses Kredit Usaha Rakyat bagi Pelaku UMKM Kota Sukabumi
Menelusuri Aroma di Ladang Kopi
Bagi para penikmat kopi yang ingin lebih dari sekadar menyeruput, Sukabumi bisa saja menawarkan pengalaman edukasi wisata kopi yang imersif. Di mana Anda tidak hanya melihat pohon kopi, tetapi juga bisa diajak mengikuti seluruh siklus hidupnya mulai dari membedakan Arabika dan Robusta, berpartisipasi dalam panen cherry merah, mengamati pengolahan pasca-panen, hingga cupping (pencicipan) untuk membandingkan rasa dari berbagai metode olahan. Bahkan, hal ini sudah dilakukan sejak lama oleh Desa Wisata Hanjeli di Waluran dengan komoditas yang berbeda (Hanjeli).
Petani-petani lokal, Sukabumi tersebar di sentra-sentra kopi seperti Gegerbitung, Kabandungan, Kadudampit, dan Sukaraja
Anda bisa mengunjungi kedai-kedai kopi yang mengusung konsep alam. Destinasi seperti Kopi Gede (dekat Situ Gunung) atau Ngopi di Kebon memanfaatkan pemandangan hijau Sukabumi sebagai latar belakang sempurna. Di tempat-tempat ini, Anda bisa menikmati Arabika Sukabumi yang segar dengan pemandangan alam yang menenangkan atau Robusta Sukabumi yang manis sambil bersantai di tengah suasana terbuka.
Untuk mencicipi hasil panen terbaik, Anda bisa mengunjungi beberapa coffee shop di pusat Kota Sukabumi yang berpegang teguh pada penggunaan biji lokal. Salah satunya adalah Barn Coffee di Jl. Gudang, yang sering menjadi hub untuk membandingkan Arabika dan Robusta Sukabumi. Atau, jika Anda mencari nuansa yang lebih tradisional dan alami, Ngopi di Kebon (Karangtengah) menawarkan pengalaman ngopi di tengah kebun bambu dengan sentuhan yang sangat lokal.
Baca Juga: Ryan D’Masiv Itu Dulunya Rocker Cadas! Tapi, Koq Lagu-lagunya Banyak Galau?
Bukti sejarah mencatat puluhan perkebunan besar Belanda pernah berdiri tegak di Sukabumi. Sayangnya, kejayaan itu meredup seiring perubahan politik dan gejolak ekonomi pasca-kemerdekaan, menyebabkan banyak kebun yang terbengkalai.
Dorongan Pemerintah dan Festival Kopi 2025
Kebangkitan kopi Sukabumi semakin diperkuat oleh dukungan Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin), komitmen untuk memajukan komoditas ini sangat nyata.
Kepala Disdagin Kabupaten Sukabumi, Dani Tarsoni, menegaskan bahwa Sukabumi memiliki prospek yang sangat kuat dalam industri kopi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2025, luas perkebunan rakyat yang ditanami kopi pada tahun 2024 telah mencapai 1.474 hektare. Data yang paling mencolok adalah lonjakan produksi yang signifikan menjadi 766 ton, atau meningkat hingga 100% dibanding tahun sebelumnya. Disebutkan bahwa sebanyak 22 kecamatan di Kabupaten Sukabumi menjadi penghasil kopi, dengan produksi terbesar berasal dari Kecamatan Gegerbitung sebanyak 175,56 ton dan Kecamatan Kadudampit 129,11 ton, menegaskan peran sentra-sentra ini.
Untuk mendorong potensi besar ini dan meningkatkan daya saing para pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM) pengolah kopi, Pemerintah Kabupaten Sukabumi akan menggelar Festival Kopi Sukabumi 2025. Acara ini akan diadakan pada Kamis, 13 November 2025, bertempat di Gedung Promosi dan Pusat Pengembangan Produk IKM Disdagin Kabupaten Sukabumi, Jalan Kh. Anwari, Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu. (Baca artikel terkait)
Kopi Sukabumi adalah cermin dari perjalanan panjang sebuah komoditas yang kini bersemi kembali. Setiap tegukan adalah pelajaran sejarah, apresiasi terhadap alam, dan dukungan terhadap semangat kebangkitan pertanian Sukabumi. Hayu ka Sukabumi! Urang ngops!



