Mojang Sukabumi Menggugah Dunia Lewat Pantun: Nayla Yuliandri di Festival Antarbangsa 2025

Sukabumiupdate.com
Minggu 08 Jun 2025, 12:35 WIB
Aksi Nayla di Panggung Festival Pantun Antarbangsa 2025 (Sumber: dok Nayla)

Aksi Nayla di Panggung Festival Pantun Antarbangsa 2025 (Sumber: dok Nayla)

SUKABUMIUPDATE.com - Paparikan (sunda) atau pantun yang dikumandangkan Nayla Yuliandri di Panggung Festival Pantun Antarbangsa 2025 menggugah dunia. Acara seni bertutur yang berlangsung di Brunei Darussalam, pada 24 - 29 Mei 2025, tersebut membawa nama Nayla Yuliandri, mojang asal Cikembar Kabupaten Sukabumi ini menjadi salah satu seniman pantun kebanggaan Indonesia.

Nayla adalah Mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Ia lahir dan besar di Kampung Cipetir, Desa Sukamulya, Kecamatan Cikembar Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Dalam festival bergengsi yang diselenggarakan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei bersama MASTERA (Majelis Sastra Asia Tenggara) ini, Nayla tampil membawakan pantun bertema “Senyum Serumpun, Suara dari Tatar Sunda”, yang mengangkat nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Sunda.

Baca Juga: Butuh Dermaga, Nelayan Ujunggenteng Sukabumi Bertemu DPRD Sukabumi dan Legislator Senayan

“Pertama kali tampil di ajang internasional saya sangat deg-degan, tapi juga merasa bangga bisa mewakili Indonesia dan tampil di depan banyak negara. Itu jadi pacuan saya untuk lebih percaya diri,” ungkap Nayla, saat diwawancarai sukabumiupdate.com, Minggu (8/6/2025).

Nayla mengaku telah mempersiapkan penampilannya selama dua bulan. Selain latihan fisik dan vokal, ia banyak mencari referensi pantun melalui buku, video, dan platform daring. Tantangan terbesar, menurutnya, terletak pada proses penciptaan pantun yang harus memenuhi kaidah estetika serta mengandung pesan filosofis.

“Penampilan pantun di Brunei disebut ‘bermukun’. Selain berpantun, kami juga harus menyanyi, menari, dan berdialog. Ini sangat berbeda dengan tradisi pantun di Indonesia,” jelasnya.

Baca Juga: Rp24,4 Triliun untuk Bansos, Subsidi Upah Hingga Transportasi: Skema Lima Stimulus Ekonomi 2025

Makna dari tema “Senyum Serumpun, Suara dari Tatar Sunda” sendiri, menurut Nayla, mencerminkan kehangatan dan harmoni dalam keberagaman. Seperti rumpun bambu yang tumbuh berdampingan dan saling menopang, nilai-nilai dalam pantun tersebut diharapkan menjadi gema budaya yang memperkuat identitas lokal di mata dunia.

Di balik pencapaiannya, Nayla tak lupa menyebut peran besar Teater Sajiwa di SMK Mardiyuana Cikembar, komunitas seni yang menjadi rumah pertamanya dalam dunia teater dan sastra. “Teater Sajiwa jadi awal langkah saya memasuki dunia kesenian. Saya sangat didukung, terutama oleh Pak Indra Gandara selaku pembina, dan Pak Yopi Taufik Munggaran selaku pendiri,” ungkap Nayla.

Festival ini juga memberinya perspektif baru mengenai peran pantun sebagai medium diplomasi. “Pantun bisa menjadi alat diplomasi yang halus dan bersahabat, karena menyampaikan makna tanpa menyakiti. Ia merangkul perbedaan dalam nuansa simbolik dan sopan santun,” katanya.

Baca Juga: UPTD PU Jampangtengah Sukabumi Ungkap Rencana Perbaikan Jalan Cikawung-Rancaoray

Nayla berencana mendalami seni monolog dan teater bersama komunitas Celah-Celah Bandung yang dipimpin oleh Iman Soleh. Ia pun menyampaikan pesan bagi generasi muda yang ingin berkarya di bidang seni: “Yang paling penting adalah percaya diri. Jangan takut berbeda. Karya terbaik lahir dari keberanian menjadi diri sendiri.”

Nayla berharap, seni sastra dan teater di Sukabumi terus berkembang sebagai ruang pembentukan karakter generasi muda. “Seni bukan hanya warisan budaya, tapi juga ruang untuk tumbuh dan melahirkan pemuda-pemudi yang berani bersuara lewat karya,” pungkasnya.

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini