UU Cipta Kerja, Perselingkuhan Negara Berkedok Investasi

Minggu 25 Oktober 2020, 15:30 WIB

Oleh: Oksa Bachtiar Camsyah

Pengesahan UU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020 lalu menuai beragam reaksi penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Bukan tanpa alasan, penolakan tersebut dilatarbelakangi oleh sejumlah hal yang turut mempengaruhi kepercayaan publik kepada pemerintah.

Naskah UU Cipta Kerja sendiri telah mengalami lima kali perubahan sejak disahkan oleh DPR. Saat pengesahan undang-undang tersebut, DPR menggenggam naskah dengan tebal 905 halaman. Kemudian, berturut-turut muncul naskah versi teranyar, yakni 1.028 halaman, 1.035 halaman, 812 halaman, hingga yang terkini 1.187 halaman.

Perubahan naskah itu pun menambah ketidakpercayaan publik kepada pemerintah dalam persoalan undang-undang yang diasumsikan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan sektor investasi itu.

Berbicara tentang investasi, nampaknya kita perlu menelisik kembali, apakah UU Cipta Kerja ini akan meningkatkan nilai investasi di Indonesia? Kalaupun iya, apakah peningkatan nilai investasi tersebut akan segendang sepenarian dengan penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan masyarakat? Mari kita ulas sejenak.

Asumsi dasar yang diklaim terkait disusunnya UU Cipta Kerja adalah memang untuk meningkatkan investasi, di mana muara akhirnya adalah penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan buruh, serta pertumbuhan ekonomi.

Namun faktanya, bila kita melihat ke belakang, data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan, total nilai realisasi investasi pada tahun 2019 senilai Rp 809,6 triliun saja hanya mampu menyerap tenaga kerja sekitar 1 juta orang.

Artinya, sektor investasi tidak menjadi sektor utama dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kepala BKPM Bahlil Lahadalia berdalih, perkembangan teknologi mempengaruhi angka penyerapan tenaga kerja tersebut, walaupun nilai realisasi investasinya tinggi.

Kemudian, pernyataan searah namun kurang masuk di akal dilontarkan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan Roeslani.

Ia mengatakan, setelah UU Cipta Kerja disahkan, diharapkan akan melahirkan lapangan kerja melalui dorongan peningkatan investasi sebesar 6,6 hingga 7 persen. Hal itu berkaitan dengan pembangunan usaha baru atau mengembangkan usaha eksisting.

Padahal di atas telah dipaparkan bahwa pada kenyataannya, nilai investasi itu tidak terlalu berpengaruh besar terhadap rasio penyerapan tenaga kerja. Selama tidak ada supporting sytem lain yang mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia agar mampu berkompetisi dengan perkembangan teknologi. Karena memang nyatanya, berbicara pemerataan akses internet saja kita ini masih belepotan.

Rosan mengatakan dipastikan UU Cipta Kerja ini dapat mewujudkan lapangan kerja yang berkualitas dan merangsang dibukanya usaha-usaha baru. Pasalnya, setiap tahun ada sekitar 2,92 juta penduduk usia kerja baru yang masuk pasar kerja, sehingga kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat mendesak.

Saya tidak menyalahkan pernyataan Rosan. Sebab, faktanya Kadin memang mencatat, terdapat 87 persen dari total penduduk bekerja yang memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah, dan 38,9 persen berpendidikan sekolah dasar. Oleh karena itu, di satu sisi saya pun setuju untuk didorongnya penciptaan lapangan kerja, khususnya di sektor padat karya. Namun persoalannya, apakah UU Cipta Kerja menjadi solusi untuk itu?

Hal itu kemudian coba dijawab kembali oleh Kepala BKPM Bahlil Lahadalia. Bahlil menyatakan, sedikitnya ada 153 investor yang akan masuk ke Indonesia setelah ditetapkannya UU Cipta Kerja. 153 investor tersebut berasal dari dalam dan luar negeri seperti relokasi investasi dari Korea Selatan, Taiwan, Jepang, Amerika Serikat, Cina, dan sejumlah negara Eropa.

Para pemodal tersebut bergerak di sektor infrastruktur, industri manufaktur, perkebunan, kehutanan, pertambangan, kesehatan, energi, dan pariwisata.

Namun pernyataan itu seakan dibantah oleh kabar bahwa sebanyak 35 investor global dengan nilai aset kelolaan (asset under management/AUM) sebesar 4,1 triliun dollar AS, menulis surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo terkait UU Cipta Kerja tersebut.

Mereka khawatir dengan adanya perubahan kerangka perizinan, berbagai persyaratan pengelolaan lingkungan, konsultasi publik, dan sistem sanksi, akan berdampak buruk terhadap lingkungan, hak asasi manusia, serta ketenagakerjaan di Indonesia. Hal itu tentu akan menimbulkan ketidakpastian dan menurunkan daya tarik pasar Indonesia. Suatu paradoks dalam balutan kata investasi.

Cerita ini berlanjut saat BKPM terlihat tidak patah semangat dalam meyakinkan publik bahwa investasi ini menjadi poin penting dalam kehidupan negara Indonesia.

BKPM kali ini merilis realisasi investasi pada kuartal III/2020 sebesar Rp 209 triliun. Angka tersebut memiliki total 45.726 proyek.

BKPM mengatakan realisasi ini telah mencapai 74,8 persen dari target Rp 817,2 triliun nilai realisasi investasi di Indonesia pada tahun 2020.

Realisasi itu pun memang meningkat dibandingkan dengan kuartal II/2020 yang hanya sebesar Rp 191,9 triliun dan naik jika dibandingkan dengan tahun lalu di kuartal yang sama yang hanya senilai Rp 205,7 triliun.

Dari total realisasi investasi di kuartal III/2020 tersebut, BKPM kemudian mencatat sumbangan aliran penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp 102,9 triliun atau 49,3 persen, meningkat dari kuartal II/2020 sebesar 9,1 persen dan 2,1 persen dari periode yang sama tahun lalu.

Sementara itu, penanaman modal asing (PMA) mencapai Rp 106,1 triliun atau 50,8 persen, naik 8,7 persen dari kuartal sebelumnya, dan 1,1 persen dari tahun lalu.

Realisasi investasi pada kuartal III/2020 ini terfokus di luar Jawa, yakni sebesar 52 persen atau Rp 110,4 triliun. Sedangkan di Jawa hanya 47,2 persen atau Rp 98,6 triliun. Kendati demikian, Jawa Barat masih menjadi provinsi favorit tujuan investasi, disusul oleh DKI Jakarta dan Banten. 

Realisasi investasi kuartal III/2020 yang sebesar Rp 209 triliun itu telah menyerap 295.387 tenaga kerja. Penyerapan tersebut terjadi melalui 45.726 proyek investasi.

Dengan demikian, realisasi investasi dari Januari hingga September 2020 mencapai Rp 611,6 triliun atau 74,8 persen dari total Rp 817,2 triliun. Di mana dari sisi PMA, negara asal investasi didominasi oleh Singapura dengan nilai sebesar US$ 2,5 miliar, Cina US$ 1,1 miliar dan Jepang US$ 900 juta.

Di sini kita melihat, total realisasi investasi sepanjang tahun 2019 sebesar Rp 809,6 triliun atau 102,2 persen dari target realisasi investasi 2019 yang ada di angka Rp 792 triliun saja hanya mampu menyerap 1 juta tenaga kerja.

Dengan demikian, apakah nilai realisasi investasi pada tahun 2020 ini akan seiring sejalan dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja? Kan tidak ada jaminan untuk itu. Lalu apakah UU Cipta Kerja menjadi solusi? Saya rasa masih bisa diperdebatkan pula. Karena kita pun memahami bahwa peningkatan investasi tidak menjadi garansi untuk terciptanya penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan masyarakat.

Maka apakah keputusan pemerintah dalam melahirkan UU Cipta Kerja ini sudah berangkat dari fakta kebutuhan masyarakat Indonesia hari ini? Tentu ini akan menimbulkan diskusi yang panjang dan penuh kecurigaan. Terlebih kita tahu salah satu kelompok masyarakat menyebut bahwa sedikitnya ada 12 aktor intelektual di balik UU Cipta Kerja ini. 12 aktor itu disebut-sebut diduga memiliki kepentingan pribadi dalam penerbitan UU Cipta Kerja.

Saya rasa pemerintah jangan terus bersembunyi di balik kata investasi untuk berusaha meyakinkan publik soal undang-undang sapujagat tersebut. Saat ini publik telah bisa menilai, mana kebijakan yang benar-benar berbasis kebutuhan rakyat mana yang tidak.

Apalagi hari ini terdapat gelombang penolakan di mana-mana dan menyebabkan stabilitas negara kita terganggu. Padahal dalam pendekatan ekonomi sudah jelas kita tahu bahwa para investor akan berpikir ulang untuk menanamkan modalnya di negara yang tidak stabil.

Belum lagi Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika mengatakan, setidaknya ada dua masalah utama investasi di Indonesia, yakni tak banyak menciptakan lapangan kerja dan menimbulkan kesenjangan pendapatan.

Perkembangan investasi yang ditanamkan di Indonesia sifatnya makin padat modal dan teknologi. Hal tersebut justru tak banyak menciptakan lapangan kerja dan menunjukkan bahwa nilai investasi yang besar tak selalu menciptakan lapangan pekerjaan yang banyak.

Terakhir, investasi yang berbasis penguasaan modal pun menyebabkan penumpukan aset dan kekayaan kepada segelintir pelaku ekonomi. Dengan begitu, investasi menjadi sumber disparitas pendapatan.

Jadi, apakah UU Cipta Kerja menjadi jawaban atas kebutuhan rakyat akan kesejahteraan?

Follow Berita Sukabumi Update di Google News
Berita Terkini
Life28 April 2024, 21:30 WIB

Sembunyi Saat Bertemu Orang Baru, Kenali 7 Perilaku Umum Anak Usia 2 Tahun

Anak usia dua tahun menunjukkan emosinya dengan cara yang cukup aneh. Pelajari cara memecahkan kode tujuh perilaku umum balita.
Ilustrasi. Perilaku umum anak 2 tahun. Sumber : Freepik/@freepik
Bola28 April 2024, 21:22 WIB

Kapolres Sukabumi Ajak Nobar Semifinal Piala Asia U-23 Indonesia Vs Uzbekistan, Ini Lokasinya

Dukung Timnas masuk Final, Polres Sukabumi gelar nobar semifinal Piala Asia U-23 Indonesia vs Uzbekistan.
Timnas Indonesia U-23 lolos ke Semifinal Piala Asia U-23 2024 usai kalahkan Korea Selatan. (Sumber : Dok. AFC)
Life28 April 2024, 21:00 WIB

10 Kebiasaan Positif yang Membuat Anda Dihargai Orang Lain

Ayo Lakukan Sederet Kebiasaan Positif Berikut yang Bisa Membuat Hidupmu Dihargai oleh Orang Lain.
Ilustrasi. Kebiasaan Positif yang Membuat Seseorang Dihargai oleh Orang Lain. (Sumber : Pexels/HuyPhan)
Life28 April 2024, 20:30 WIB

Tanggapi Segera, Begini 10 Cara Untuk Menghentikan Balita yang Suka Menggigit

Balita seringkali menggigit jika mereka merasa marah, tidak nyaman, hingga mengekspresikan perasaannya. Namun jangan dibiarkan dan hentikan dengan cara ini.
Ilustrasi. Tips menghentikan balita yang suka menggigit. Sumber : Freepik/@kreasi orang
Life28 April 2024, 20:04 WIB

7 Rutinitas Sederhana yang Bisa Menenangkan Hati Serta Pikiran Lebih Rileks dan Damai

Beberapa rutinitas rupanya bisa digunakan sebagai media menenangkan hati dan pikiran dari potensi kegelisahan, stres dan lain sejenisnya.
Ilustrasi. Rutinitas yang menenangkan pikiran. | Sumber foto : Pexels/Sound On
Life28 April 2024, 20:00 WIB

Jangan Diremehkan, Ini 6 Dampak Buruk Jika Sering Meneriaki Anak!

Berteriak memang sering terjadi, namun para ahli berbagi alasan mengapa hal tersebut tidak menghasilkan perilaku yang Anda inginkan dan bagaimana Anda dapat bereaksi.
Ilustrasi. Dampak buruk meneriaki anak. Sumber : Freepik/@8photo
Science28 April 2024, 19:56 WIB

Bukan Megathrust, Ini Fakta-fakta Gempa M6,2 di Laut Garut Menurut BMKG

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menghimpun sembilan fakta gempa yang berpusat di Samudra Hindia tersebut.
Episenter gempa kuat di laut Garut. (Sumber : BMKG)
Life28 April 2024, 19:30 WIB

10 Cara Mendisiplinkan Anak Balita, Salah Satunya Perkenalkan Konsekuensi

Kunci untuk menjadikan anak disiplin efektif adalah konsistensi dan tindak lanjut dengan konsekuensi yang sesuai dengan usia jika mereka melanggar aturan.
Ilustrasi. Bermain. Ketahui cara mendisiplinkan anak balita. Sumber : Freepik/@jcomp
Life28 April 2024, 19:19 WIB

6 Tabiat Orang Jahat yang Harus Diwaspadai agar Terhindar dari Kelicikannya

Orang jahat memiliki kebiasaan buruk yang dampaknya merugikan orang lain. Maka penting mengetahui tipe dari mereka seperti apa.
Ilustrasi. Berikut tabiat orang jahat. |Sumber foto : Pexels/cottonbro studio
Sukabumi28 April 2024, 19:14 WIB

Tumpukan Sampah Kembali Hiasi Pantai Muara Citepus Sukabumi

Pantai Muara Citepus di Palabuhanratu Sukabumi kembali dipenuhi tumpukan sampah yang terbawa ombak.
Kondisi sepanjang Pantai Muara Citepus, Kecamatan Palabuhanratu Sukabumi dipenuhi sampah, Minggu (28/4/2024). (Sumber : SU/Ilyas)