BNP2TKI: TKI Ilegal ke Timur Tengah karena Tingginya Permintaan

Sukabumiupdate.com
Sabtu 24 Feb 2018, 16:47 WIB
BNP2TKI: TKI Ilegal ke Timur Tengah karena Tingginya Permintaan

SUKABUMIUPDATE.com - Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Hermono mengatakan kasus tenaga kerja (TKI) ilegal terjadi karena masih ada permintaan. Padahal pemerintah telah moratorium pengiriman TKI ke kawasan Timur Tengah, namun permintaan masih tetap ada. 

"(TKI) Yang non prosedural ke Timur Tengah paling banyak. Mereka lebih suka dari Indonesia," kata Hermono di Jakarta, Ahad (4/6). Menurut dia, banyak diminatinya tenaga kerja asal Indonesia karena memiliki kesamaan budaya dan agama. 

Hermono menyatakan ada 52 kota atau kabupaten yang menjadi kantong-kantong pengiriman TKI ke luar negeri. Kota-kota di Pulau Jawa masih mendominasi, seperti Indramayu, Pati, dan daerah di Jawa Timur. Setelah itu diikuti oleh Nusa Tenggara Barat. 

Sementara itu, lanjutnya, bulan Ramadan menjadi momen paling diincar oleh para sindikat untuk merekrut calon TKI untuk ke luar negeri. Hermono menyebut para perekrut bisa mendapatkan untung Rp50 juta per orang bila sukses memberangkatkan TKI. "Makanya mereka tidak segan mencoba berbagai cara," ucapnya. 

Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny Sompie menerangkan umum para pelaku menggunakan modus liburan atau umroh untuk mendapatkan dokumen perjalanan seperti paspor. 

Menurut dia, salah satu masih adanya TKI ilegal karena ada biro perjalanan atau perusahaan penempatan TKI yang bertindak di luar prosedur. "Mereka tidak kerja sama dengan pemerintah untuk mencegah," kata Ronny. 

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sejauh ini sudah membekukan izin 56 perusahaan penyalur TKI yang terindikasi mengirim TKI ilegal. Direktur Jenderal Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Soes Hindharno menyatakan terus mengawasi perusahaan-perusahaan yang diduga masih mengirim tenaga kerja ke Timur Tengah. "Kami sekarang lagi mengawasi tiga perusahaan," kata Soes. 

 

Sumber: Tempo

Berita Terkini