SUKABUMIUPDATE.com - Di sudut-sudut bumi Andalas, pagi yang seharusnya membawa kehangatan mentari tiba-tiba disergap oleh auman alam yang buas. Tanah yang selama ini menjadi pijakan kehidupan, kini runtuh, berubah menjadi lumpur pekat yang menelan segalanya. Dari hulu sungai, terdengar gemuruh asing suara air bah yang berpacu kencang membawa serta bongkahan kayu dan batu, menghancurkan jembatan, dan menyeret mimpi-mimpi yang baru saja dirajut.
Di bawah langit Sumatera yang gelap, warga hanya punya waktu sepersekian detik untuk memilih: lari menuju kegelapan tak pasti atau tenggelam dalam pelukan air dingin yang mematikan. Tragedi ini bukan hanya tentang angka kerugian, tetapi tentang kisah pilu yang terukir di setiap wajah yang basah oleh air mata dan lumpur.
Berikut adalah beberapa kisah pilu dan perjuangan bertahan hidup yang terekam dari berbagai sumber:
- Satu Keluarga Tewas Menghirup Asap Genset (Medan, Sumut): Di tengah banjir dan listrik padam, sepasang suami istri (Sugandi dan Juliana) beserta anak mereka yang berusia 7 tahun di Medan ditemukan meninggal dunia di dalam rumah mereka. Keluarga menduga mereka tewas karena menghirup asap genset yang dinyalakan untuk penerangan. Jenazah mereka baru ditemukan setelah keluarga kehilangan kontak dan mencium bau menyengat dari rumah yang terkunci dari dalam.
- Jasad Ibu dan Anak Ditemukan Berpelukan (Sibolga, Sumut): Tim SAR menemukan jasad seorang ibu dan anaknya yang tertimbun tanah longsor dalam kondisi saling berpelukan di Sibolga Ilir. Momen penemuan ini menjadi salah satu yang paling menyayat hati.
- Kehilangan Suami dan Kakak (Padang Panjang, Sumbar): Seorang ibu dengan empat anak usia belia, Ratna, harus menghadapi kenyataan pahit kehilangan suami dan kakak akibat banjir bandang. Sang suami sempat menyuruh Ratna dan anak-anaknya untuk mengungsi demi menyelamatkan diri, sementara ia memilih bertahan untuk memantau air sungai. Ia kemudian terseret arus deras. Ratna berjuang menguatkan anak-anaknya yang terus bertanya tentang sosok ayah mereka.
- Rumah Hanyut Tak Tersisa: Banyak korban seperti Irmayanti dan Mazdalifah Batubara di Tapanuli Selatan (Tapsel) harus kehilangan seluruh harta benda dan tempat tinggal mereka yang rata dengan tanah setelah tersapu air bercampur bongkahan kayu besar. Mereka kini hanya bisa berharap adanya bantuan pemerintah untuk relokasi.
- Korban di Pengungsian: Seorang relawan, Muhammad Rizal Ramadhan, menceritakan kondisi pengungsian yang memprihatinkan. Banyak pengungsi yang jatuh sakit, bahkan ada yang meninggal dunia di tenda pengungsian.
- Kesulitan Identifikasi Korban: Di Sumatera Barat, puluhan jenazah anak-anak korban banjir bandang sulit dikenali dan berstatus mr. x karena kondisinya, menambah kepiluan dan kesulitan bagi keluarga yang mencari.
- Sekitar 50 warga di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, yang terjebak di hutan sejak Selasa (25/11) akibat banjir bandang, berhasil dievakuasi secara mandiri pada Kamis (27/11) dengan bantuan kerabat yang nekat menyeberangi sungai deras; selama terisolasi, para korban, termasuk seorang bayi berusia tiga bulan yang sempat kritis, bertahan hidup dengan memakan nangka muda seukuran kelereng yang dipanggang karena tak sempat membawa bekal, dan baru pada hari Minggu (30/11) pihak keluarga bisa berkomunikasi setelah salah satu kerabat mencari jaringan telepon hingga ke Kecamatan Pandan, mengungkap kisah perjuangan mereka menahan lapar dan dingin sebelum akhirnya dievakuasi menggunakan bambu seadanya dan kini mencari perlindungan di rumah kerabat atau pengungsian pemerintah.
Perjuangan dan Keajaiban Bertahan Hidup
- Bayi Tiga Bulan Selamat dari Terjangan Banjir (Agam, Sumbar): Bayi berusia tiga bulan bernama Fathan ditemukan selamat meskipun rumah dan desanya hanyut diterjang banjir bandang. Ia ditemukan tertelungkup di atas tumpukan jerami oleh warga setelah semalaman bertahan seorang diri. Sementara itu, ibu dan kakaknya ditemukan meninggal, dan ayahnya selamat dalam keadaan luka-luka. Kisah ini dianggap sebagai keajaiban.
- Bertahan di Pelepah Sawit (Tapsel): Muhammad Bakri, warga Desa Garoga, terseret arus deras banjir bandang yang datang pukul 3 dini hari. Ia bersama tiga temannya berjuang sekuat tenaga selama hampir setengah jam dengan hanya berpegangan pada pelepah sawit. Setelah terombang-ambing, ia berhasil meraih dan bertahan di sebuah pohon selama satu jam sebelum berenang sejauh 100 meter menuju daratan.
- Lansia di Kursi Roda Selamat (Aceh): Nurdin (71), yang sehari-hari menggunakan kursi roda karena stroke, berhasil selamat dari banjir bandang di Kota Langsa, Aceh, bersama istrinya. Sempat pasrah dan memilih mati di rumah, Nurdin akhirnya dievakuasi atas desakan istrinya dan bantuan tetangga, dengan kisah perjuangannya bahkan diberitakan oleh media asing.
- Evakuasi Mandiri dari Hutan: Sekitar 50 warga di Tapanuli Tengah sempat terjebak di hutan akibat banjir. Mereka akhirnya berhasil mengevakuasi diri secara mandiri, tanpa bantuan tim SAR, setelah seorang pemuda memberanikan diri berenang menyeberangi sungai yang masih tinggi untuk mencari pertolongan karena kondisi warga yang sudah kelaparan.
Baca Juga: Panel Diskusi Refleksi Akhir Tahun DEEP Indonesia, DIR dan Rumah Perubahan
Kisah-kisah ini menunjukkan betapa dahsyatnya bencana banjir dan longsor di Sumatera, tetapi juga menyoroti kekuatan semangat hidup dan kepedulian antar sesama di tengah situasi yang paling gelap. Meskipun duka telah merenggut orang-orang tercinta dan menghapus jejak rumah dari peta, di sela-sela puing yang berserakan, masih tampak suluh harapan.
Para penyintas yang berpegangan pada pelepah sawit, bayi yang diselamatkan tumpukan jerami, dan keluarga yang kembali menemukan anggota yang hilang semua menjadi saksi bahwa badai terberat sekalipun akan berlalu. Kini, lumpur mulai mengering, menyisakan pekerjaan berat untuk membangun kembali. Namun, semangat gotong royong dan keyakinan untuk berdiri tegak di tanah kelahiran, menjadi jangkar terkuat yang menahan mereka dari keputusasaan, menunggu fajar baru menyingsing di bumi Ranah Minang dan sekitarnya.
Terkini, fokus utama penanganan pascabencana di Sumatera adalah pada pemenuhan kebutuhan dasar yang sangat mendesak. Ribuan penyintas mulai dari bayi hingga lansia kehilangan tempat tinggal, sumber mata pencaharian, dan akses terhadap air bersih. Kebutuhan yang paling vital meliputi tenda atau tempat tinggal sementara, selimut dan pakaian hangat (terutama untuk anak-anak), serta kebutuhan sanitasi seperti popok, pembalut wanita, dan peralatan mandi. Selain itu, kondisi mental para penyintas juga memerlukan perhatian serius; dukungan psikososial sangat dibutuhkan untuk membantu mereka pulih dari trauma kehilangan dan menyaksikan kehancuran. Bantuan cepat dan terarah kini adalah penentu antara harapan dan keputusasaan bagi mereka yang selamat.
Baca Juga: Berburu Hama Babi Dilarang, Petani Sukabumi Terancam Gagal Panen-Perbakin Pasang Badan
Mengingat skala kerusakan yang masif, terutama infrastruktur vital seperti jembatan dan jalan, upaya pemulihan memerlukan dukungan besar dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Bantuan tidak hanya terbatas pada makanan siap saji, tetapi juga material bangunan untuk membangun kembali rumah yang rata dengan tanah.
Organisasi kemanusiaan di lapangan sangat membutuhkan dukungan logistik, termasuk biaya operasional, bahan bakar, dan kendaraan berat untuk membersihkan puing-puing. Sudah selayaknya seluruh pihak, baik individu maupun korporasi, untuk bersatu dan menunjukkan solidaritas nyata, setiap rupiah dan uluran tangan memiliki arti besar dalam proses bangkitnya kembali kehidupan di wilayah-wilayah terdampak. Bagi Anda yang tergerak untuk membantu, saluran donasi telah dibuka melalui berbagai lembaga resmi dan terpercaya.
Anda dapat menyalurkan bantuan dana melalui rekening resmi yang dikelola oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau melalui organisasi kemanusiaan terverifikasi seperti Palang Merah Indonesia (PMI), Dompet Dhuafa, atau Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang telah berkoordinasi langsung dengan posko di lokasi. Pastikan donasi Anda disalurkan melalui jalur resmi untuk menjamin transparansi dan ketepatan sasaran. Sumbangan sekecil apapun akan diterjemahkan menjadi harapan, makanan, dan atap baru bagi mereka yang kehilangan segalanya dalam sekejap mata.

