SUKABUMIUPDATE.com - Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat akhirnya memberikan klarifikasi terkait kericuhan yang terjadi di sekitar Universitas Islam Bandung (UNISBA) dan Universitas Pasundan (UNPAS) pada Senin 1 September 2025 malam hingga Selasa (2/9/2025) dini hari.
Dalam keterangannya, pihak kepolisian menegaskan bahwa mereka tidak melakukan penyerbuan maupun penembakan gas air mata ke dalam area kampus. Polisi menyebut peristiwa tersebut dipicu oleh serangan bom molotov yang diduga dilakukan kelompok Anarko.
Namun, penjelasan itu berlawanan dengan kesaksian yang beredar luas di media sosial. Banyak unggahan memperlihatkan mahasiswa panik akibat gas air mata di dalam kampus, yang digambarkan sebagai bentuk serangan aparat terhadap institusi pendidikan.
Baca Juga: Kampus Unpas dan Unisba Diserang dan Ditembaki Gas Air Mata!
Mengutip Suarajabar.id (Portal Suara.com), Kepala Bidang Humas Polda Jabar, Komisaris Besar Polisi Hendra Rochmawan, membeberkan kronologi versi kepolisian.
Menurutnya, pemicu utama adalah aksi sekelompok orang berpakaian hitam yang diduga bagian dari kelompok Anarko.
"Pada saat yang sama (patroli melintas), muncul sekelompok orang berpakaian hitam yang diduga merupakan kelompok anarko. Mereka inilah awalnya yang menutup jalan dan membuat blokade di Tamansari sambil anarkis," kata Hendra di Bandung, Selasa (2/9/2025).
Hendra menjelaskan bahwa situasi memanas ketika kelompok tersebut mulai melakukan provokasi dengan melempar bom molotov dari arah dalam kampus ke arah petugas dan kendaraan taktis (rantis) Brimob. Aksi inilah yang memaksa petugas mengambil tindakan balasan.
"Tim kemudian menembakkan gas air mata ke jalan raya, namun tertiup angin hingga ke arah parkiran Unisba. Inilah yang kemudian dijadikan bahan provokasi oleh kelompok anarko untuk membenturkan mahasiswa dengan petugas," tegas Hendra.
Polda Jabar secara spesifik membantah tuduhan yang beredar luas di media sosial.
"Informasi di media sosial yang menyebut aparat masuk ke kampus, membawa senjata peluru karet, dan menembakkan gas air mata ke dalam area kampus adalah tidak benar. Jarak petugas dengan kampus kurang lebih 200 meter dari kampus Unisba," tambahnya.
Versi polisi ini sontak memicu perdebatan sengit. Di satu sisi, ada pernyataan resmi aparat, namun di sisi lain, bukti-bukti video amatir dan kesaksian dari lokasi menunjukkan gas air mata pekat telah memenuhi lorong-lorong dan ruangan di dalam gedung kampus.
Kondisi ini sejalan dengan kemarahan yang disuarakan pegiat media sosial Irwandi Ferry. Ia menuding insiden di Bandung merupakan sebuah pola kekerasan yang terencana dan brutal.
"Gagal di Jakarta, Jogja dan Bekasi, sekarang mereka coba lakukan di Bandung dengan cara yang sangat kasar! Mereka masuk kampus! Sekali lagi masuk kampus! Gas air mata ditembakan Gak ada sedikitpun pembenaran untuk itu," tulis Irwandi melalui akun Instagram-nya @irwandiferry.
Begitu pula dengan LBH Bandung yang menyebut peristiwa ini sebagai "teror negara terhadap rakyatnya sendiri."
Mereka menyoroti fakta bahwa kampus saat itu berfungsi sebagai posko medis dan evakuasi bagi korban luka pasca-demonstrasi di DPRD Jawa Barat, yang seharusnya menjadi zona aman.
Kini, publik dihadapkan pada dua narasi yang saling berlawanan: klaim polisi yang merasa diprovokasi dan hanya menembak ke jalan raya, melawan bukti visual dan kesaksian mahasiswa yang merasakan langsung gas air mata di dalam benteng akademik mereka.
Sumber: Suara Jabar (Portal Suara.com)